Kayla masih dirumah ini, bangunan yang disebut tempat tinggal antara dirinya dan Nando. Apa yang terjadi tak akan pernah ia anggap serius, hanya saja ia bingung harus membuat keputusan apa. Yang paling penting, berapa hari ia tak sadarkan diri setelah mencoba mengakhiri hidup dengan cara menabrakkan tubuh pada mobil truk?
"Kayla..."
"Aku butuh sendiri." tekannya, sebelum pria itu menyentuh pundaknya.
Mentari sudah nampak, bahkan jam sudah menunjukkan pukul 8 pagi. Tapi ia masih belum bangkit dari posisinya dari dapur ini. Keadaan yang tak bisa diterima oleh akal dan logika membuatnya haus, memilih kearah dapur untuk meminum segelas air, berharap otak terbebas dari rasa pusing yang membelenggu.
"Kamu sebaiknya mandi, aku akan mengantarmu ke dokter untuk memeriksa kondisimu." lembut Nando.
"Aku baik-baik saja, jadi berhenti membuatku seperti orang yang kehilangan akal. Aku gak akan tertipu dengan pernikahan palsu ini."
"Mau sampai kapan kamu begini? Kamu gak mungkin menyangkal ini terus menerus Kayla. Kamu dan aku sudah menikah, sekarang kamu istriku dan kita sudah memiliki anak. Bahkan sekarang kamu mengandung anak kedua kita."
"Berhenti berbohong Nando."
Ia tak bisa dikelabui seperti ini, bahkan rasa percaya itu tak ada dalam hidupnya. Pria yang mengaku sebagai suaminya tak lebih dari seorang penipu ulung, merekayasa cerita palsu untuk membuatnya percaya dengan semua ini.
"Aku mohon percaya padaku." lirih Nando dengan wajah putus asa.
"Sekarang kita dimana? Aku ingin pulang ke rumah orang tuaku." final Kayla, tak ada alasan melanjutkan drama murahan yang dilakukan mantan kekasihnya. Ia akan mundur dan membiarkan pria itu melakukan apa yang diinginkan dirumah ini, tanpa adanya dirinya.
"Kamu gak bisa meninggalkanku dengan Axel. Kalau aku ada salah aku minta maaf, kalaupun kamu gak bisa maafin aku setidaknya ini untuk Axel. Jangan biarkan dia sedih karena mengetahui Bundanya melupakannya."
"Aku gak peduli, kamu ataupun Axel bukan urusanku. Urus hidup kalian sendiri. Dan berhenti membuatku masuk ke dalam drama murahan ini."
"Bagaimana mungkin kamu bisa mengatakan itu, Axel anak kita. Dan dia darah daging kamu sendiri Kayla."
"Dia bukan anakku."
"KAYLA." bentak Nando.
Tubuh Kayla tersentak, keseimbangan tubuhnya pudar bersama rasa pening yang menghantam kepalanya. Sekuat tenaga ia berusaha mempertahankan kesadarannya, tak ingin terlihat menyedihkan untuk kedua kalinya didepan pria itu. Tapi percuma, rasa sakit yang menghantam kepalanya tak bisa dihindarkan, tubuhnya terhuyung kebelakang bersamaan dengan ucapan samar yang terdengar khawatir.
"Sayang bangun..."
...***...
Cahaya lampu menusuk netrnya saat membuka mata. Kayla memijat kepalanya pelan, meneliti sudut ruangan yang diyakini rumah sakit. Hingga pandangannya terarah pada bocah gembul yang sibuk mengupas apel dengan tangan mungilnya.
"Tanganmu akan terluka jika memegang pisau seperti itu."
"Bundaaa." riang anak itu, tubuh kecilnya ia dekatkan pada brankar untuk mendekati sang Bunda yang baru sadar. Tangan kecilnya berusaha diletakkan pada dahi itu dengan kening mengernyit dibuat seserius mungkin "Bunda udah sehat, gak sakit lagi kan? Gak pusing juga kan? Bunda mau Axel ambilin apel?"
Celotehan nyaring berhasil membuatnya terdiam. Kayla tak tau apa yang terjadi dengan perasaannya. Hanya saja ia terhibur melihat wajah cerah dari anak yang Nando klaim menjadi anak mereka.
"Kamu--hmm, Axel sendiri?"
"Tadinya ada Ayah, tapi sekarang gak ada karena mau ketemu dokter. Bunda kangen Ayah? Mau Axel panggilin?"
"Minum." titahnya mengalihkan topik, Kayla masih tak bisa menerima pria itu disekitarnya. Bahkan mendengar namanya saja ia enggan.
"Axel ambilin dulu, Bunda tunggu ya. Gak lama kok, bentar ajaaa."
Air minum yang sudah disiapkan pihak rumah sakit Axel ambil diatas meja. Kaki pendeknya melangkah pelan dengan gelas kaca yang sudah terisi air. Saking hati-hatinya wajah itu terlihat tegang karena takut menjatuhkan gelas yang dipegangnya menggunakan kedua tangan. Ekspresi itu terlihat lucu dimata Kayla saat ini.
"Bunda Bundaaaa, ini." sodornya hati-hati.
Kayla terkekeh pelan, mengambil gelas itu dengan tangan mengelus gemas surai lembut yang sebatas alis "terimakasih."
"Sama-sama Bunda."
Cklek.
"Kamu sudah bangun?"
Kayla melirik sekilas kemudian mengalihkan pandangan kearah lain, gelas kaca ditangannya ia letakkan diatas meja. Bentakan itu tak bisa ia lupa begitu. Setelah perselingkuhan yang terjadi untuk pertama kalinya, pria yang biasanya bersikap lembut juga membentaknya begitu saja. Sekarang semuanya semakin jelas. Pria itu bukan lagi pria yang sama saat mereka bertemu pertama kali dibangku kuliah.
Harusnya perselingkuhan itu sudah menjadi bukti, apalagi bukti itu semakin jelas saat bentakan kasar keluar begitu saja. Ia semakin yakin tak mungkin ada kita antara mereka berdua, apalagi sampai berakhir ke pelaminan seperti yang diucapkan Nando berkali-kali.
"Kamu sudah merasa lebih baik?"
"Iya."
"Syukurlah."
Nando meraih tubuh sang anak untuk didudukkan diatas pahanya, tangan istrinya berusaha ia raih, tapi lagi-lagi penolakan kasar yang ia dapat. Untuk saat ini ia tak akan membebani otak istrinya. Tak ingin kejadian tadi pagi terulang kembali, janin yang ada dalam perut itu masih terlalu rentan. Ia tak ingin mereka berdua kenapa-napa hanya karena dirinya yang tak bisa mengerti kondisi sang istri.
"Dokter bilang anak kita baik-baik saja."
"Berhenti berbicara omong kosong, gak ada yang namanya anak antara aku dan kamu. Bahkan sampai kapanpun."
Nando tersenyum masam, bibirnya berusaha menampilkan senyum tipis pada situasi sekarang ini "sebaiknya kamu istrihat, kita akan pulang sore nanti."
"Kemana?"
"Kerumah kita."
"Aku akan pulang ke rumah orang tuaku."
"Bunda mau ke rumah Kakek dan Nenek? Axel boleh ikut ke sana?" pertanyaan polos itu menyadarkan keduanya. Kayla menghela nafas kasar, beberapa saat ia sampai tak sadar bocah 4 tahun itu masih berada disini. Diatas pangkuan Nando.
"Gak kok, Bunda cuma bercanda. Lagian Bunda masih sakit kan?" lembut Nando, surai anaknya ia elus kemudian dikecup berulang-ulang "kalau bukan aku, kamu bisa kan ikut denganku demi Axel?"
Kayla terdiam, netranya tak sengaja bersitatap dengan manik cerah yang kini mengerjap lucu. Bibir anak itu tiba-tiba menunjukkan kurva indah, tersenyum manis sambil menatapnya bahagia.
"Bunda lucu."
Nando terhenyak "kok Axel bilang Bunda lucu? Padahal Bunda diam aja dari tadi."
Axel terkekeh pelan, mendongak untuk menatap sang Ayah "tadi Bunda gak kedip-kedip Ayah, jadi lucu aja. Emang Bunda kenapa gak kedip natap Axel? Axel ganteng kan?" tanyanya polos.
"Ganteng tapi gantengan Ayah."
"Kok gitu?"
"Kan Ayah yang buat Axel, jadi gantengnya nurun dari Ayah. Makanya lebih gantengan Ayah." goda Nando.
"Tapi kan...."
"Tapi kenapa?"
Axel mengerucutkan bibirnya, ingin membantah tapi tak tau harus mengatakan apa. Ucapan itu terdengar mutlak dan tak bisa disangkal, bahkan ia pernah bermimpi jika besar nanti memiliki wajah yang tampan seperti sang Ayah. Belum lagi perut keras yang memiliki kotak-kotak seperti roti.
"Bunda, gantengan Axel atau Ayah?"
Pertanyaan polos itu menyadarkan Kayla dari keterdiamannya. Terlalu sibuk memperhatikan percakapan antara Ayah dan anak. Ia sampai terbuai, bahkan beberapa saat lupa kalau semua ini hanya sandiwara yang diciptakan Nando untuk mengelabuinya.
"Kalian bisa keluar kan? Aku butuh istirahat." dingin Kayla, kemudian menidurkan tubuhnya dengan posisi membelakangi keduanya.
"Bunda marah?" lirih Axel.
"Bunda gak marah sayang, Bunda cuma mau istirahat." tutur Nando, memeluk tubuh anaknya penuh sayang kemudian menatap nanar punggung istrinya.
Bersambung
.
.
.
.
Gimana part ini guys?
Instagram: siswantiputri3
Facebook: Tidak Tidak
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments
yayan
ko bingung yah am ceritanya
2022-10-05
1
Fifi
sy masih bingung thor 🤔
2022-10-05
0