"Ele, aku mohon hari ini jangan ke kantor dulu. Kita bawa Abraham ke rumah sakit. Demamnya tidak kunjung turun padahal sudah diberi obat penurun panas. Aku takut terjadi apa-apa pada Abraham," ucap Leonard keesokan paginya.
"Tapi aku sudah terlanjur membuat janji dengan supplier bahan baku pabrik, tidak mungkin aku yang membatalkan. Aku yang memaksa untuk bertemu hari, masak aku yang membatalkan. Mau ditaruh di mana wajahku?" sahut Eleanor.
Sebenarnya dia sangat bimbang antara anak dan perusahaan. Keduanya sangat penting. Anak sakit, perusahaan juga diambang kebangkrutan. Dia yang baru bergabung atas permintaan sang ayah, untuk menyelamatkan perusahaan pun tidak bisa bekerja semaksimal mungkin. Ada anak yang juga harus diurus saat ini.
"Apakah perusahaan lebih penting dari pada darah dagingmu sendiri?" tanya Leonard menurunkan volume suaranya. Mencoba mengalah agar Eleanor luluh.
"Keduanya penting, Le! Perusahaan itu masa depan kami. Pada perusahaan itu juga kami menggantungkan hidup. Kamu seharusnya tahu itu!"
Leonard tahu, perusahaan Winston hanya bergerak dalam satu bidang saja, jewelry. Walaupun cuma satu bidang, akan tetapi memiliki berbagai tempat.
Perusahaan Winston saat ini mengalami kerugian yang sangat banyak. Hal ini dikarenakan adanya seorang mandor yang mengawasi jalannya proses produksi. Mandor itu mengurangi beberapa bahan produksi, sehingga mengurangi kualitas barang. Dengan berkurangnya kualitas barang, maka menurunkan penjualan.
Saat ini pelaku dan dalang sudah ditangkap, namun tidak bisa mengembalikan kerugian.
"Kamu di rumah saja, kasihan Abraham. Untuk urusan perusahaan biar Tuan Winston yang mengurus. Hanya selama Abraham sakit dan pengasuhnya libur. Besok kamu boleh kerja lagi jika pengasuhnya sudah datang," pinta Leonard lagi.
*
*
Eleanor mengikuti langkah kaki Leonard yang menggendong Abraham. Mereka saat ini menuju poli anak untuk memeriksakan kondisi Abraham.
Begitu sampai di poli anak, mereka langsung masuk tanpa antri karena ini adalah rumah sakit milik Gladston.
Dokter itu memeriksa Abraham dengan teliti. Selesai memeriksa dokter itu meletakkan stetoskop di meja.
"Keadaan tuan muda tidak mengkhawatirkan, hanya demam biasa. Bayi usia enam bulan memang waktunya tumbuh gigi. Saat akan munculnya gigi pertama pada bayi pasti disertai demam."
"Sebenarnya tidak hanya pada bayi, kita saja yang sudah dewasa juga akan demam jika akan tumbuh gigi. Saya resepkan obat saja ya, Dok?" ucap dokter anak tersebut dan diangguki oleh Leonard.
Bayi yang akan tumbuh gigi biasanya akan rewel karena rasa tidak nyaman pada gusi. Selain itu rasa nyeri pada gusi tak jarang membuat anak-anak menjadi demam.
Leonard dan Eleanor pun meninggalkan rumah sakit.
Eleanor melirik jam yang melingkar di pergelangan tangannya. Masih ada waktu untuk bertemu dengan supplier. Akhirnya, dia meminta ijin pada Leonard untuk bertemu dengan supplier.
"Kami akan menunggumu, tenang saja kami tak akan mengganggu," ucap Leonard ketika Eleanor menatapnya penuh tanda tanya.
Saat ini mereka bertiga sudah sampai di kantor Eleanor. Leonard memaksa ikut masuk sambil menggendong baby Abraham. Seperti tidak rela melepas Eleanor pergi sendiri.
Sampai di ruangan, Eleanor sudah ditunggu oleh supplier di ruang meeting. Eleanor dan sekretarisnya segera memasuki ruang meeting. Leonard mengikuti langkah Eleanor dan sekretarisnya.
Merasa ada yang mengikuti, Eleanor pun menoleh saat akan memasuki ruang meeting.
"Le, aku meeting kenapa kamu mengikuti aku terus?" ujar Eleanor kesal.
"Sudah aku bilang tadi, kami ikut. Kami tak akan mengganggu," sahut Leonard dengan senyum dibuat semanis mungkin.
"Hhh... terserah kamu saja!" ucap Eleanor akhirnya menyerah, terpaksa mengijinkan mantan suaminya ikut masuk ke ruang meeting.
Leonard memilih duduk di sudut ruangan. Dia masih menggendong baby Abraham sembari mengajaknya baby tersebut berbicara. Suara tawa baby Abraham sangat berisik dan mengganggu perbincangan bisnis di ruang rapat tersebut.
"Leonard, please!" teriak Eleanor sudah tidak tahan lagi.
Mendengar sang mommy teriak baby Abraham pun menangis dengan sekuat tenaga. Sepertinya bayi itu merasa dirinya dimarahi oleh ibunya.
"Sshhh... diam, Sayang. Mommy tidak marah kok. Kamu tenang ya, ada Daddy di sini," ucap Leonard menenangkan baby Abraham.
*
*
*
Maaf baru bisa up, setiap Senin ada acara RL yang tidak bisa saya tinggalkan. Selain itu si bocil demam, jadi tidak bisa konsentrasi untuk menulis 🙏🙏🙏
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
🟡Kⁱᵃⁿᵈ⏤͟͟͞Rą 🈂️irka
smpe mau rapat diikutin gitu....😂
duhhh..ga usahlah pake teriak2 gt...kasihan baby nya mlah jd nangis
2022-08-27
3
🇵🇸Kᵝ⃟ᴸ
mungkin baby nya rindu dg mommy
2022-08-22
1
@𝙍⃟• ꪚε૨α✰͜͡w⃠💯༈•⃟ᴋᴠ•
Ya Ela Ele Kenapa Bentak.. Baby Kan Sensitif Suara Keras.. 🤦♀🤦♀
2022-08-22
2