Ketika itu hari sedang mendung, rupanya bumi akan segera diguyur hujan lebat, cepat-cepat sekali Junaidi melangkahkan kaki dengan gerobak dorongnya. Sore itu hari Kamis seperti biasa ia berdagang, namun ternyata dagangannya masih banyak yang belum habis, ia terus melangkahkan kaki berharap ada pembeli yang mau membeli gado-gado nya ia sambil berteriak-teriak “Gado-gadonya pak, bu!”
Hening sesaat tak ada yang menghiraukan suaranya, hanya ada hanya suara guntur bergelegar dengan nyaring banyak orang-orang lalu lalang sibuk untuk menyelamatkan diri agar tidak basah kuyup diterpa rintik hujan. Tetapi, seketika ia mau menyebrang tiba-tiba kakinya tergelincir dari jalanan yang basah saat itu pula sebuah sedan melaju dengan kecepatan tinggi dan,
Brakk!!
Hanya pasrah pada illahi, kini ia terbaring dalam ruang serba putih, teringat bayang-bayang istrinya yang sedang menunggu dirumah, malah sekarang ini ia berada di rumah sakit entah bagaimana ia bisa membayar biaya pengobatan disini.
Seorang dokter memasuki ruang Junaidi,
“ Allhamdulillah, anda sudah sadar pak? ” Saya akan periksa kembali keadaan anda," ujar sang dokter
“Pak, saya ingin segara pulang, saya baik-baik saja,” ucap Junaidi
“Tetapi keadaan anda masih tidak stabil pak, dan luka di kepala anda masih belum kering bahkan sepertinya tubuh anda masih sangat lemah,” tutur dokter lagi,
Tak lama berselang masuklah sepasang suami istri yang ternyata merekalah penabrak tadi.
“Tidak usah khawatir pak Junaidi, kami akan bertanggung jawab atas segala biaya pengobatan serta perawatan anda, perkenalkan saya Fatma dan ini suami saya Andrian tolong maafkan kami kelelaian dalam berkendara,” ucap Ibu Fatma
“Terima kasih atas bantuan Bapak Andrian dan Ibu Fatma, sudah sudi kiranya mau bertanggung jawab, diobati dengan baik sampai saya sadar begini pun Allhamdulillah, ini merupakan sebuah musibah karena saya juga lalai menyebrang tidak fokus,” jawab Junaidi
Setelah dua hari lamanya Junaidi sudah diperbolehkan pulang, beliau pulang diantar oleh Ibu Fatma dan Pak Andrian namun, sesampainya di rumah Junaidi mereka melihat banyak sekali para tetangga berkerumun.
“Ada acara apakah ini?” Junaidi membatin bingung menebak-nebak apa yang telah terjadi, seorang warga melihatnya dan langsung menghampiri.
“Kemana saja kamu Junaidi? Kami mencari-cari mu ayo cepat temui istri mu!” Ucap warga tersebut.
Dengan langkah tergesa-gesa Junaidi masuk ke dalam rumah dan menyaksikan istrinya terbaring kaku tak bernyawa. Ia tak percaya dengan semua itu Junaidi menangis sejadi-jadinya, nampak ibu bidan menghampiri sambil menggendong seorang bayi tampan, kulitnya masih kemerah-merahan, si bayi seakan tahu apa yang tengah dirasakan orang tuanya, rupanya istri Junaidi menginggal setelah melahirkan karena mengalami pendarahan hebat, jiwanya tak dapat tertolong.
Junaidi kali ini harus menahan sesak di rongga dada ia, masih jelas terngiang-ngiang permintaan sang istri dari dulu ingin segera membeli perlengkapan bayi karena HPL (Hari Perkiraan Lahir) semakin dekat, namun karena uangnya belum ada dan hanya cukup digunakan untuk kebutuhan sehari-hari, ia makin menyesal meratapi nasibnya yang miskin ia menyalahkan diri sendiri karena tak bisa membahagiakan istri dan anaknya. Sampai akhirnya maut yang harus memisahkan, Junaidi masih terbelenggu dengan kenangan-kenangan manis dengan istrinya. Adelia sebagai istrinya tidak pernah mengeluh dan selalu sabar mendampinginya dalam keadaan apapun, sekarang ia berada diantara gundukan tanah makam istrinya, ia merasa kehilangan setengah harapan hidupnya.
“Maafkan aku Adelia, sampai sekarang, aku masih belum bisa juga membahagiakanmu, aku hanyalah pecundang yang selalu kalah oleh keadaan,” isak tangis Junaidi.
Orang-orang yang menyaksikan dan mengetahui bagaimana kehidupan Junaidi ikut prihatin dan merasakan duka yang sangat mendalam. Tak terkecuali ibu Fatma dan pak Andrian mereka pun ikut serta dalam acara pemakaman tersebut, membuat hati mereka tergerak untuk bisa mengadopsi anak dari pak Junaidi, niat baik dari pak Andrian dan ibu Fatma tersampaikan dengan pak Junaidi dan pak Junaidi pun sangat merasa terbantu oleh adanya kehadiran mereka, ia merelakan anaknya untuk diadopsi oleh mereka agar anaknya nanti merasakan kehidupan yang lebih baik di massa depan.
******
Crakk!
Brakk!
Gerobak gado-gado Junaidi terguling hancur, kehadiran beberapa orang memakai pakaian serba hitam, pakai kacamata hitam pula, menarik kerah dan menghantamkan tinju ke arah Junaidi
Bugh!
Bugh!
Pukulan demi pukulan diterimanya, di belakang ada seorang laki-laki memakai stelan jas cream, berpadu dengan dasi coklat dan kemeja putih. Sekilas dari gaya penampilan sepertinya dia adalah bosnya.
“Cepat katakan yang sebenarnya! Dimana kamu sembunyikan anak itu?” hardiknya
“Puiih…sampai mati pun aku tak akan pernah memberitahukanmu” jawab Junaidi
“Kurang ajar, beri dia pelajaran!" Perintahnya lagi pada anak buah
Darah mengalir dipelipis mata Junaidi, sudah dua jam ia dipukuli dan ditindas, namun ia akan tetap dengan pendiriannya. Untung saja rumah Junaidi berada agak sedikit jauh dari rumah warga, sehingga keributan seperti ini tak terlalu terdengar.
“Ku beri kau satu kali pertanyaan, katakan jika kau ingin selamat, dimana anak lelaki mu ?”
Junaidi tetap diam bahkan pistol yang tertodong didadanya tak ia hiraukan,
“Hayoo...lebih baik kau bunuh aku brengsek,” ujar Junaidi dengan senyum yang mengejek
Bugh!
Plak!
Bogem dan tamparan mendarat di pipinya lagi, ia berdiri terhuyung-huyung dan ambruk tak sadarkan diri.
“Ah sial” umpat bos itu
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments