"Tidak perlu bilang terima kasih terus. Yang perlu itu kamu istirahat. Nanti aku akan ke sini lagi. Jika ada sesuatu yang kamu butuhkan, panggil saja aku melalui telepon itu," Jack berkata seraya menunjuk telepon di sebelah tempat tidur. "Aku permisi dulu. Ada yang harus kukerjakan. Nanti kita bertemu lagi pada jam makan malam. Kamu istirahat, oke?"
Aku mengangguk, meski sebenarnya ada beberapa hal lagi yang ingin kutanyakan kepadanya. Tapi nanti saja, pikirku. Pekerjaannya pasti jauh lebih penting daripada dia mesti bersamaku dengan beberapa hal yang tersimpan di benakku.
Jack tersenyum sekilas, kemudian keluar dan menutup pintu.
Dalam kesendirian, aku mengingat obrolan kami di sepanjang jalan tadi. Sewaktu aku bertanya apa pekerjaannya, Jack bilang bahwa dia hanyalah seorang bodyguard yang bekerja pada seorang pembisnis besar.
Aku tersenyum. Wajar saja jika ia memiliki bentuk tubuh atletis yang begitu sempurna, ya kan?
Dan tiba-tiba saja kehangatan menjalari diriku tatkala aku mengingat kedua tangan kokoh itu melingkar erat di tubuhku. Memberi kenyamanan. Dan yang paling utama: dia sexy, bukan?
Ah, perasaan ini. Dia membuatku berfantasi liar. Bahkan aku berangan, aku ingin ia selalu melindungiku.
Ngarep...!
Sudahlah. Aku menegur diriku sendiri, jangan menaruh harapan apa pun. Bila akhirnya kecewa, itu akan amat sangat menyakitkan. Jangan berharap! Jangan berharap! Jangan berharap! Buang jauh-jauh pemikiran itu.
Well, aku melangkah ke pintu dan memutar kuncinya, lalu beranjak ke kamar mandi. Aku ingin mandi dulu sebelum istirahat. Dan, hatiku benar-benar senang. Rasanya aku masih tak percaya bahwa saat ini aku kembali berada di kapal pesiar, dengan kenyamanan yang luar biasa istimewa, menempati kamar VIP pula. Terlebih, aku percaya saat ini aku berada di tangan yang aman. Aku percaya Jack bukanlah seorang pria jahat yang akan memanfaatkan aku. Jika tidak, untuk apa dia membawaku ke rumah sakit dan memberikan perawatan medis untukku? Kalau dia penjahat, dia bisa membawaku langsung ke suatu tempat -- misalnya seperti tempat pengurungan dan menjadikan aku sebagai seorang tawanan. Kurasa.
Di dalam kamar mandi, aku berendam air panas lama-lama, memakai sabun wangi banyak-banyak sambil berdendang-dendang ceria. Kamar ini ia berikan untukku, otomatis aku juga boleh menikmati fasilitasnya, kan?
Berlagak bodoh sajalah. Aku ingin memanjakan diriku sejenak. Lagipula sabun dan samponya sangat wangi. Dan Jack tidak mungkin akan marah-marah kepadaku jika aku memakai apa pun miliknya yang ada di dalam kamar mandi itu. Toh, itu hanyalah peralatan mandi. Kalau kuingat-ingat, aku jadi geli sendiri sebab memanfaatkan kebaikan Jack dengan sebegitunya.
Selesai mandi, aku menelepon Jack, dan bertanya, "Boleh tidak aku meminjam pakaian di lemari?"
Ckckck!
Dasar, tidak tahu malu, ya.
"Ya, boleh kalau kamu tidak merasa risih memakai pakaian lelaki. Itu pakaianku. Tidak ada pakaian perempuan di sini."
Kurasa tidak masalah. Bukan waktunya untuk mempersoalkan jenis pakaian apa yang mesti kupakai di saat ini. "Tidak apa-apa. Yang terpenting aku bisa berganti pakaian. Terima kasih, ya, sebelumnya."
"Sama-sama."
Tut!
Sambungan telepon terputus. Dan aku langsung berpakaian dengan celana santai dan baju kaus Jack yang strecht body tapi cukup longgar di tubuhku. Kusisir rambut di depan cermin dan aku menatap wajahku. Masih utuh, dan masih dengan kecantikan yang sama. Untunglah sewaktu di laut dan terdampar di pantai aku selamat -- hanya terdampar di pasir, dan tidak sampai terhempas batu karang. Kalau tidak, wajahku bisa hancur. Sungguh aku bersyukur atas keadaanku. Lalu, tidak lama kemudian, pintu kamar diketuk dan aku bergegas menuju pintu, membukanya.
Wajah Jack muncul di baliknya, tersenyum lebar. Tangannya menyangga nampan berisi semangkuk sup hangat, sepiring kecil buah segar dan ada beberapa potong puding cokelat sebagai pengganjal perut.
"Nutrisi untukmu supaya tubuhmu lekas pulih."
Ya ampun, baik sekali dia.
Jack kembali tersenyum. Ia masuk dan menaruh nampan di atas meja. "Makanlah selagi hangat," katanya. "Di dalam kulkas ada banyak minuman, kamu tinggal pilih."
"Terima kasih," kataku.
Jack mengangguk, dan sekarang dia mengamatiku yang memakai pakaiannya. "Nanti sesampai kita di Bali, akan kubelikan pakaian perempuan."
"Eh? Tidak perlu. Kamu terlalu baik."
"Lalu, kamu mau terus berpakaian--"
"Oke. Terserah," potongku cepat. "Aku akan menerima kebaikanmu. Lagipula aku membutuhkan pakaian."
"Nah, begitu. Kamu tidak perlu sungkan padaku. Sekarang makanlah. Aku harus melanjutkan pekerjaanku. Emm... kamu bisa makan sendiri, kan?"
Jiaaah... mau menyuapiku lagi?
Aku mengangguk. "Keadaanku sudah lumayan membaik, kok. Aku bisa makan sendiri."
"Baiklah. Kalau begitu--"
"Sebentar. Boleh aku tanya sesuatu?"
"Em? Apa itu?"
"Itu... emm... kenapa kamu menyebutku sebagai adikmu?"
Jack tertegun sejenak, lalu tersenyum. "Kenapa?" tanyanya. "Kamu mau kuperkenalkan sebagai kekasihku?"
"Eh? Bukan. Bukan seperti itu maksudku."
"Kenapa kamu jadi salah tingkah begitu?"
"Tidak, kok. Siapa yang salah tingkah? Aku tidak...."
"O ya? Tapi wajahmu memerah. Apa namanya kalau bukan salah tingkah?"
Iiiiih... menyebalkan. Kupegangi kedua pipi yang kini terasa panas.
"Rose Peterson. Itu nama adikku. Aku bisa memberimu identitas baru menggunakan namanya. Paling tidak untuk sementara. Tidak baik menjadi penduduk illegal."
Aku manggut-manggut. "Lalu, adikmu? Memangnya tidak apa-apa kalau aku memakai identitasnya?"
Jack menunduk sejenak sebelum kembali bicara. "Adikku menghilang delapan tahun yang lalu. Dia seusiamu. Dan sampai saat ini aku tidak tahu di mana keberadaannya."
"Oh, maafkan aku. Aku turut bersedih atas apa yang menimpanya. Semoga... semoga dia baik-baik saja, dan semoga kalian bisa kembali bertemu. Secepatnya."
Jack hanya mengangguk. "Selamat makan. Jangan lupa kamu harus banyak istirahat. Aku akan ke sini lagi saat makan malam. Permisi." Pria itu keluar, meninggalkanku sendirian yang langsung melahap habis semua makananku. Kondisiku mesti segera pulih. Aku tidak boleh terus membebani Jack dengan kondisiku yang lemah.
Setelah perutku kenyang dan mataku mulai mengantuk, aku memhempaskan tubuh di ranjang besar dan melamun. Memikirkan Jack yang sekarang aku tahu alasannya, mungkin dia berbuat baik padaku karena aku mengingatkannya pada sosok Rose, adik perempuannya. Tapi tetap, aku yakin, kebaikannya itu tulus terhadapku. Lalu aku memikirkan diriku sendiri, apa yang kira-kira akan kulakukan setelah sampai di Bali. Tidak mungkin aku terus-terusan mengekori Jack Peterson itu. Dia tentu sibuk dengan pekerjaannya. Lalu pikiranku lebih melanglang buana lagi. Aku akan sampai di Bali. Bali, tentu saja identik dengan pantainya. Aku jadi berpikir, mungkin aku bisa jadi tukang penjajak tikar, tukang kepang rambut, tukang pijat, pedagang aksesoris laut, atau minimal menjadi pedagang asongan. Dan, pikiran yang paling konyol adalah: berusaha mengambil hati Jack lalu aku menjadi istrinya.
Ckckck! Aku tersenyum-senyum sendiri.
Dasar... jangan konyol! Kau sungguhan ingin menyandang nama Peterson? Hah? Ngarep....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
Uesman Uesiel
setiap kali baca novel kak juli rasa nya seperti ngalamin sendiri, senyum2 gak jelas..🤣🤣🤣
2022-09-13
1
Ninin Primadona
asyiiikk.. ngarep 😆🙈
2022-09-05
1
Deliana
perempuan mn jg yg gak ngarep,,, scara dperhatikn trus oleh lelaki tampan..
2022-08-28
1