Tapi aku tidak mati.
Saat kelopak mataku terbuka, terlihat cahaya lampu di langit-langit, di atas tempat aku terbaring. Aku melihat ke bawah, ada slang mencuat dari tanganku. Tidak salah lagi, aku terbaring di ranjang rumah sakit.
Tenggorokanku sangat perih, aku ingin minum. Namun apalah daya, rasanya aku tidak memiliki kekuatan untuk turun dari tempat tidur, bahkan untuk duduk tegak saja aku tidak mampu.
Please, adakah seseorang yang bisa menolongku? Minimal seorang suster, perawat di rumah sakit ini. Aku sangat haus.
Ah, untunglah. Tak lama harapanku pun bersambut. Handle pintu ditarik turun, lalu suara pintu berderek terdengar dan daun pintu pun membuka. Mataku awas -- sedikit waspada, khawatir kalau-kalau yang masuk itu...
Oh, syukurlah. Bukan. Bukan para penjahat itu. Walau aku tidak mengenalnya, tapi aku yakin dia bukanlah orang jahat -- bukan pria jahat. Hati kecilku mengatakan demikian tatkala aku melihat senyum simpatik yang menghiasi wajahnya.
"Hai, Anda sudah sadar," katanya dalam suara berat khas lelaki. Dari perawakannya aku yakin dia berusia tiga puluhan. Dia menghampiri ranjangku dan menyeret kursi ke dekatku. Lalu duduk.
Kusunggingkan senyum sedikit karena otakku berpikir bahwa pria itu adalah penyelamatku. My Hero. Perkiraan yang tidak meleset. "A--" suaraku serak, dan kucoba berdeham.
"Anda butuh minum? Sebentar, biar saya ambilkan."
Oh, terima kasih, Tuhan. Dia sosok pria yang pengertian.
Lelaki asing itu kembali menghampiriku dengan segelas air putih. "Ini, biar saya bantu," katanya.
Sungguh lega. Air putih itu menjalari tenggorokanku dan rasa perih yang membakar tenggorokanku seketika hilang. Aku menghabiskan segelas air tanpa sisa, dan sekilas kulihat lelaki itu menyunggingkan senyum sebelum kembali meletakkan gelasnya.
"Bagaimana perasaan Anda?" tanyanya. Dia kembali ke tempat duduknya. "Merasa lebih baik?"
Aku mengangguk.
"Oh ya, kita belum berkenalan. Saya Jack. Siapa nama Anda?"
Nama?
Aku baru saja hendak membuka mulut untuk menyebutkan namaku. Tapi tidak jadi. Sekonyong-konyong, seluruh peristiwa semalam membanjiri ingatanku. Aku terombang-ambing dihempaskan ombak hingga mencapai bibir pantai dalam keadaan tak berdaya. Kedinginan. Sangat kedinginan hingga rasanya sampai ke tulang-tulangku. Bahkan aku tak mampu bergerak untuk menjauh dari air hingga akhirnya aku tidak sadarkan diri di bibir pantai, di tengah gelapnya malam.
Aku tidak boleh membuka identitasku. Aku sudah melawan maut untuk terlepas dari penjahat-penjahat itu. Kalau aku memberitahukan identitasku, mungkin orang ini akan menghubungi keluargaku. Tidak. Itu tidak boleh terjadi.
"Hei...?"
Pura-pura. Aku harus pura-pura lupa ingatan. "Aku... aku tidak tahu," kataku. "Aku... aku siapa?"
"Apa? Anda tidak ingat nama Anda siapa?"
Aku menggeleng -- dengan sedikit ekspresi takut, bingung, dan pura-pura sakit kepala.
"Kenapa? Ada yang sakit? Sebentar, saya panggilkan dokter."
Ah, payah!
Aku tak pandai berakting dan justru jadi benar-benar bingung aku harus bagaimana sementara lelaki itu memanggilkan dokter dan menjelaskan kepadanya tentang apa yang baru saja terjadi: bahwa aku kesakitan -- kepalaku sakit, dan, aku tidak mengingat siapa aku -- siapa namaku.
Well, di depan dokter, aku kembali bersikap biasa. Untungnya, lelaki itu, lelaki yang bernama Jack itu hanya menunggu di luar sewaktu dokter memeriksa keadaanku.
Seperti yang pernah kulihat dalam sinetron di acara televisi, dokter mengajukan beberapa pertanyaan ke pasiennya yang baru tersadar. Dia bertanya siapa namaku, dan aku hanya menggeleng. Kemudian, dokter itu mencoba memancing ingatanku dengan pertanyaan-pertanyaan lain supaya aku ingat pada sesuatu, salah satunya pada keluargaku.
Justru mereka yang ingin saya lupakan, Dokter....
Merasa tidak ada hasil, sang dokter menyimpulkan bahwa pasiennya ini mengalami amnesia, alias lupa ingatan.
Tetapi...
Tidak seperti yang kaulihat di dalam adegan sinetron, kawan. Sama sekali tidak seperti itu. Di dalam kisah nyata, sang penyelamat tidak sebodoh yang disuguhkan di dalam cerita sinetron.
Jack tidak sebodoh itu hingga aku bisa terus berpura-pura. Aku tidak bisa membodohinya.
Beberapa saat setelah dokter keluar dari ruang rawatku, Jack kembali masuk dengan rasa simpatik yang lebih kentara daripada yang pertama kulihat tadi. "Saya turut prihatin atas kondisi Anda," ujarnya. "Tapi jangan khawatir, saya akan membantu mencari keluarga Anda."
Hah?
"Begini saja, saya akan taruh foto Anda di surat kabar, di media online, dan selebaran-selebaran offline. Dengan begitu, saya yakin...."
Aku menggeleng-geleng. Menolak. "Tidak perlu," kataku. "Biar saya--"
"Lo? Kenapa?" Dia menatapku heran.
Aku masih menggeleng. "Saya... saya tidak mau merepotkan Anda."
"Tidak, kok. Sama sekali tidak merepotkan."
"Tidak usah... Pak, emm... Tuan. Tidak usah."
"Tapi, Nona."
"Tidak perlu."
"It's ok, saya sama sekali tidak merasa direpotkan. Itu satu-satunya jalan--"
"Tidak perlu," kataku panik. "Tolong, jangan. Jangan sebarkan foto saya. Anda tidak tahu kalau keluarga saya jahat. Mereka jahat. Em, maksud saya... maksud saya... maksud saya mana tahu, siapa tahu keluarga saya keluarga penjahat, atau... atau mungkin saya tidak punya keluarga. Mungkin...."
Jack melipat kedua tangan di dada, dia menatapku dengan mata -- yang setajam elang. Bukan melotot, tapi penuh kecurigaan. "Anda tidak lupa ingatan. Hmm?"
Aku menggeleng. Menangis. Entah kenapa -- aku jadi sedikit takut. Tetapi...
Lelaki itu menghampiriku, duduk di hadapanku.
Aku mengangguk. "Saya sengaja melompat dari kapal untuk menyelamatkan diri dari orang-orang jahat," akuku. Aku terisak, tersedu-sedu. "Paman dan bibi saya menjual saya ke luar negeri untuk dijadikan pelacur. Kalau mereka menemukan keberadaan saya...." Aku menggeleng-geleng. "Tolong, jangan beritahu siapa pun. Saya tidak ingin dijual. Saya tidak ingin dijadikan pelacur. Tolong, please?"
Entah bagaimana, kurasakan kedua tangan kokoh Jack memeluk tubuhku. Begitu erat. "Tenanglah," katanya, dalam suara lembut dan penuh kepedulian. "Saya tidak akan memberitahukan siapa pun. Saya janji."
"Sungguh?"
Dia melepaskan pelukan, lalu mengangguk.
"Terima kasih... Tuan. Terima kasih Anda mau merahasiakan keberadaan saya. Terutama... terima kasih karena Anda sudah menolong saya. Anda menyelamatkan saya dan membawa saya ke rumah sakit. Terima kasih."
Lagi. Dia mengangguk -- namun kali ini tanpa kata. Dan suasana di antara kami mendadak hening, plus, canggung.
"Emm...," gumamku memecah keheningan.
"Maaf...."
"Em? Maksudnya maaf untuk apa?"
"Emm... tadi... saya lancang... memeluk."
"Oh, itu... tidak masalah. Saya... saya rasa itu hal yang wajar. Karena saya... maksud saya kondisinya... ini...."
Dia tersenyum, sedikit, dan agak-agaknya -- dia merasa malu, lalu kembali duduk di kursi.
"Omong-omong," kataku, "saya tidak punya uang untuk--"
"Jangan khawatir. Biar saya yang menanggung semua biaya rawat Anda."
"Oh, Anda baik sekali, Tuan. Sekali lagi terima kasih. Saya tidak tahu bagaimana... maksud saya, apa yang bisa saya lakukan untuk membalas kebaikan Anda?"
Hmm... Jack sedikit tertegun. "Tidak perlu," katanya. "Tidak ada yang perlu--"
"Tidak apa-apa, Tuan, katakan saja. Atau mungkin... beritahu saja saya di mana alamat Anda. Nanti, kalau saya punya uang, saya akan membayar semua biaya yang sudah Anda keluarkan untuk perawatan saya. Begitu saja."
Tetapi dia tetap menolak. Sungguh, dia seorang pria yang baik. "Tidak perlu memikirkan hal itu. Yang terpenting sekarang kondisi Anda membaik, oke?"
Yeah, aku mengangguk.
"Nah, sekarang bisa beritahu saya siapa nama Anda?"
Aku menggeleng. "Kalau tidak keberatan... saya ingin tetap merahasiakannya, please?"
"Baiklah. Tidak masalah. Tapi sekarang, saya bingung harus memanggil Anda siapa. Jadi... bagaimana enaknya? Tidak mungkin, kan, kalau saya terus menyebut Anda tanpa nama? Tidak enak juga didengar, ya kan, Nona?"
Bingung. Aku menggeleng. Aku tidak memiliki jawaban.
"Bagaimana kalau... Rose? Nona Rose. Boleh saya memanggil Anda dengan nama itu?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 128 Episodes
Comments
Ninin Primadona
rose.. nama yg cantik
tapi kenapa siih kok gak mau nyebut nama..
kepo nee aku 😆
2022-09-05
1
Deliana
sungguh kejam y paman dan bibi ny,, tega bnget bisa2 ingin mnjualny.. ap mreka tdk mmpunyai anak,, shingga tdk berpikir seandainy posisi anak merka sperti itu...
2022-08-27
1
Reni
sa ae si jack, jd ingat pasangan di flim fenomenal itu ya jack 😆
2022-08-11
1