Damar yang melihat Wulan masih menghitung jumlah uangnya, tidak sabaran karena harus menunggu lama.
"Kelamaan, pake ini dulu deh, Mbak!" Pria tersebut memberikan uang sejumlah tadi. Setelah itu, barulah kasir memberikan secarik kertas yang notabene adalah struk pembelian. Tas yang sudah rusak talinya itu dimasukkan ke dalam kantong kertas berlabel Chunel sesuai dengan brand outlet ini.
Wulan melongo melihat tas yang sudah dimasukkan ke dalam tote bag yang ada di tangan Damar.
"Terima kasih atas kunjungannya. Kami tunggu dikesempatan berikutnya." Kasir tersebut tersenyum ramah.
"Terima kasih atas kerja samanya, Bapak dan Ibu. Saya pamit dulu." Karyawan pria yang menengahi keduanya beranjak pergi meninggalkan Damar dan Wulan.
"Kita ke luar sekarang!" Damar menarik lengan Wulan, meninggalkan outlet.
"Lepasin! Aku bisa jalan sendiri kok." Wulan berusaha mengibaskan tangannya.
"Gak bisa, nanti Elu kabur. Sebelum bayar duitnya, Gue gak bakalan lepasin Elu."
Sebenarnya, uang segitu bukan apa-apa untuk Damar. Hanya saja dia tidak mau memberikan keringanan pada seorang perempuan yang sudah membuatnya kalah taruhan. Ya, dia dan tiga orang lainnya bertaruh kalau Damar tidak akan pernah mau masuk outlet barang-barang yang didominasi dengan fashion wanita.
"Iya, aku pasti ganti kok. Biarkan aku hitung uang ini dulu." Wulan berusaha melepaskan tangannya dari cengkeraman pria tersebut. Tampak Damar berpikir sejenak.
"Gue punya ide. Sebaiknya Elu ikut Gue."
"Hei, mau kemana? Enak ajah mau bawa aku." Wulan kesusahan mengimbangi tarikan Damar. Tas selempang butut yang dia kenakan bergerak seiring tubuhnya yang berguncang karena tarikan Damar.
"Cerewet, Elu diem deh! Tenang ajah, Gue gak tertarik sama cewek kumal modelan Elu gini." Pria itu masih saja menarik Wulan.
Mereka berdua menuruni beberapa eskalator, Damar tidak pernah melepaskan tangan Wulan. Sementara Wulan merasakan nyeri karena tarikan pria itu yang begitu kuat.
"Mau ke mana sih? Kok gelap banget nih." Wulan rasanya ingin berlari pergi.
"Namanya juga basemen—tempat parkiran, tentu ajah gelap."
Wulan melihat sekeliling, ada beberapa orang yang memperhatikan gerak-gerik mereka yang sejak tadi seperti itu.
"Nah, masuk ke mobil!" Damar membuka pintu mobil untuk Wulan.
"Lho, mau bawa aku ke mana? Enggak, aku gak mau ikut. Aku harus kembali bekerja, bisa-bisa aku telat setelah jam istirahat." Wulan menolak.
"Masuk ajah! Kalau telat, bilang ajah pada Bos kamu kalau macet di jalan." Dengan santainya Damar mendorong tubuh perempuan itu.
Terpaksa Wulan masuk ke dalam mobil, Damar segera pergi ke pintu depan, duduk di balik kemudi. Kendaraan menjauh dari basemen pusat perbelanjaan.
Damar melihat kanan kiri jalan, mencari minimarket Indomarut ataupun Alfumart terdekat.
"Nah, itu dia." Senyumnya tipis mendekati pelataran parkir minimarket tersebut.
"Keluar sekarang!" seru pria itu pada Wulan.
Wulan bergegas ke luar dari mobil. Mengekori langkah Damar yang melambai ke arahnya. Mereka masuk begitu saja.
"Nah, berikan pada Mbak kasir uangnya!"
"Maksudnya apa?" Wulan masih belum mengerti.
"Tukerin duitnya tuh, biasanya mereka mau kalau ada yang mau nukerin receh. Kalau gue, tentu ajah gak mau pegang duit receh kek gitu."
"Menghina orang aja dari tadi," gerutu Wulan.
"Mbak ... ada yang mau nuker duit receh nih. Celengannya dia bongkar tuh!" Damar menunjuk Wulan.
Penjaga kasir mendekati Wulan, dia langsung mengambil dompet dan plastik yang berisi uang receh.
"Oh iya, ini uangmu! Sisanya nunggu yang receh ya." Wulan merasa lega karena ternyata, uang kertasnya ada di dalam lipatan dompet.
"Cuma Rp 2.500.000 doang?" Damar mengernyit. Tangannya mengambang di udara.
"Tunggu dulu yang receh tuh masih dihitung Mbaknya." Wulan menghela napasnya melihat kelakuan pria yang menyebalkan ini. Setelah mendapatkan penjelasan Wulan, uang itu diraihnya kemudian dimasukkan ke dalam dompet.
Beruntung sekali siang ini kondisi minimarket lengang. Damar tidak sabar untuk menunggu. Dia berjalan ke arah showcase, membuka dan mengambil botol minuman bersoda dan beberapa bungkus sosis siap makan.
"Perut gue tiba-tiba laper." Dengan santai dia melahap, menikmati cemilan.
Entah berapa lama kasir dan dua orang temannya menghitung receh milik Wulan. Karyawan minimarket berpikir, untuk seminggu ke depan tidak harus selalu menukar uang ke tukang parkir lagi.
"Ini ya, Mbak. Totalnya Rp 1.570.000." Kasir tersebut memberikan uang kertas pada Wulan senilai uang receh milik Wulan."
"Makasih ya, Mbak. Untung aja bisa dituker." Damar melirik uang tersebut.
"Buruan! Gue mau lanjut ngampus, nih." Damar tidak sabar.
Segera Wulan menghitung kekurangan uang untuk membayar tas yang rusak tadi. Dia menyodorkan sisanya pada pria itu.
"Nih, gara-gara kamu aku gak bisa beliin kado ulang tahun Ibu." Mengingat kejadian satu jam yang lalu membuat Wulan kecewa.
"Gara-gara Elu, bukan gue." Damar membayar makanan dan minuman di kasir. Setelah itu dia ke luar begitu saja tanpa peduli pada apa yang terjadi selanjutnya dengan Wulan.
"Hei, Anterin aku ke jalan Sudirman!" Wulan berusaha menyusul langkah Damar.
"Hei, kamu!" Ternyata Damar mengacuhkannya.
Pria itu segera masuk ke dalam mobil, berputar arah kemudian berhenti sejenak. Pria itu ke luar dari kendaraan, di tangan kanannya ada tote bag. Dia melempar tote bag itu pada Wulan yang ada di pelataran parkir.
"Gue gak butuh tas rusak begitu." Setelah mengucapkan hal itu, dia langsung masuk kembali dan berlalu pergi. Kendaraannya menjauh, menuju jalan raya utama.,
Wulan terperangah melihatnya, dengan cepat dia langsung berjongkok meraih tote bag tersebut.
Padahal, ingin sekali rasanya Wulan memaki pria itu yang meninggalkannya begitu saja. Tapi, karena tas rusak itu, Wulan malah terperangah dan terdiam mematung.
Perempuan itu mengambil inisiatif lain, dia langsung memesan ojek online untuk kembali ke tempat kerjanya. Tak sampai lima menit menunggu, Ojek tersebut sudah tiba. Wulan segera naik ke jok belakang. Motor tersebut berlalu pergi dari minimarket itu.
Wulan turun di sebuah coffe shop. Dia terburu-buru masuk ke tempat tersebut untuk bekerja. Wulan berjingkat masuk, langkahnya begitu pelan agar tidak ketahuan manager yang sekarang ini berada di dalam sana.
Sial, ini semua karena pria tadi. Mampus aku kalau ketahuan telat setelah jam istirahat.
Wulan membuka pintu, masuk dengan mengendap-endap. Dia harus segera pergi ke tempat kerjanya, berdiri di antara para barista yang ada di balik meja.
"Ehem," deheman suara seorang pria membuat dia terlonjak kaget. Wulan menoleh ke asal suara. Seorang pria paru baya bersedekap di dada dengan tatapan penuh menyelidik.
"Ngapain kamu?" tanyanya memicingkan mata.
"Eum, itu Pak. Tadi saya ...." Wulan memikirkan alasan yang tepat untuk hal ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
@⍣⃝𝑴𝒊𝒔𝒔Tika✰͜͡w⃠🦊⃫🥀⃞🦈
hadeh jadi ketahuan tu si Wulan
2022-09-17
4
🟡🎯Mirah
Hmm berawal dari tarik-tarikan
2022-09-08
4
💫✰✭ᵀᵀ°𝓔𝓵𝓪 𝓐𝓻𓅓 𝓝𝓛✰✭🌹
kasian 😁
2022-09-03
3