Damar (Bukan) Untuk Wulan
Pusat perbelanjaan di Jakarta pusat mengadakan diskon besar-besaran. Seorang gadis muda bernama Wulan berusia dua puluh lima tahun tidak sabar untuk menunggu kesempatan ini. Dia yang hanya seorang karyawan salah satu coffe shop di Jakarta sudah menabung sangat lama untuk membeli barang diskon tersebut.
Bagi Wulan, memberikan kado terindah di hari ulang tahun Ibunya begitu penting. Selama ini dia selalu sibuk dengan pekerjaannya di kota. Jadi, tidak sempat untuk pulang walaupun hanya sebentar. Namun, kali ini dia bertekad dari awal tahun menabung untuk hadiah istimewa yang akan dia berikan pada sang Ibu.
"Duh, kapan sih outlet Chunel ini dibuka. Kalau telat, bisa-bisa aku kena marah Pak Bos." Wulan menunggu di depan outlet bersama banyak orang.
Chunel merek ternama yang harganya bisa sampai ratusan juta per itemnya. Ketika merek tersebut mengeluarkan diskon besar-besaran sampai lima puluh persen, maka banyak orang-orang yang berbondong-bondong datang hanya untuk bisa membeli fashion yang dipakai para sosialita.
"Eh, Elu ngincar apaan? Satu orang cuma satu item lho. Gak boleh lebih." Telinga Wulan mendengar percakapan.
"Seperti biasa, gue selalu ngincer tas kalau ada diskon beginian." Sahut suara lainnya.
"Tas kulit ular yang kamu pengen itu ya?"
"Begitulah." Wulan hanya terdiam tak bersuara. Dia hanya sendirian, tidak ada orang yang mengenalnya begitu pun sebaliknya.
Pintu dibuka dengan perlahan oleh karyawan outlet Chunel. Semua orang berebut masuk tak terkecuali Wulan. Wulan dan yang lainnya berlari ke tempat yang tersedia untuk barang-barang diskon. Wanita itu sudah mengincar tas yang ada di etalase toko. Beberapa orang tengah memperebutkan tas incarannya masing-masing.
"Yes, masih ada." Wulan sumringah kemudian memegang tas yang dia inginkan.
"Hei, ini tas Gue. Lepaskan!" Seorang pria memakai jaket kulit berwarna hitam menarik tali tas tersebut.
"Apaan sih, tas ini milikku. Aku yang duluan ambil di etalase." Wulan menarik tas tersebut.
"Gue yang megang talinya, pas gue tarik malah Elu tarik juga. Lepasin gak?"
"Enggak, pokoknya tas ini punyaku. Aku ingin memberikan ini pada Ibu. Kamu paling mau ngasih ke pacar, cari yang lain aja sana!" Wulan berusaha untuk membujuk pria itu tanpa melepaskan genggamannya pada tas tersebut.
"Enggak, gue harus dapat tas ini. Elu ajah yang ngalah, udah Ibu-ibu gak usah sok begaya kayak perempuan muda."
"Damar! Udah dapet belum?" Seorang pria lainnya mendekati mereka berdua.
"Ini nih, ada perempuan lancang yang satu ini. Padahal gue duluan lho yang dapet talinya."
"Gak bisa gitu, lepasin! Aku harus kembali bekerja." Wulan menarik lagi, keduanya saling tarik menarik tak mau mengalah sampai akhirnya tali tas tersebut lepas karena jahitannya sudah terlepas.
"Tidaaakkkkk." Teriak keduanya bersamaan.
"Ini semua gara-gara Elu, dasar cewek begok!" Pria yang bernama Damar itu memaki Wulan.
"Duh gue pusing kalau begini, selesaikan dulu masalah kalian. Gue pergi dulu." Seorang pria yang berteman dengan Damar setengah berlari meninggalkan keduanya.
Wulan pikir hanya perempuan saja yang mengincar diskon seperti ini. Ternyata, dugaan dia salah besar.
"Hei, nih ambil ajah tasnya. Udah Elu rusakin. Gue gak minat lagi." Damar melepaskan tali tas tersebut.
"Hei, kamu mau ke mana? Tanggung jawab dong! Ini semua karena kesalahan kamu!" Wulan tentu saja tidak mau tahu.
Kedua orang itu menjadi pusat perhatian orang-orang yang ada di sana. Seorang karyawan datang untuk menengahi keduanya.
"Maaf, permisi Bapak dan Ibu. Silakan dibayar dulu belanjaannya!" Dengan penuh wibawa, karyawan laki-laki itu berada di depan Damar dan Wulan.
"Bukan aku yang harus bayar. Dia tuh karena dia yang narik tasnya." Damar keukeh dengan pendiriannya.
"Enak saja nuduh aku, kamu yang harus bayar. Talinya rusak karena kamu yang menariknya. Coba lihat ini!" Wulan juga tidak mau kalah.
"Cukup! Sebaiknya Anda berdua ikut ke ruangan CCTV bersama saya! Tas yang ada di tangan ini, harus dibayar saat ini juga." Karyawan itu mencoba untuk bersabar menghadapi pelanggan yang sedang berantem.
"Silakan ikuti saya!" Lagi-lagi karyawan tersebut berucap sekaligus melangkah masuk ke sebuah ruangan keamanan yang di dalamnya ada beberapa layar datar di mana terekam pergerakan orang-orang di dalam toko.
Karyawan tersebut menyuruh rekan kerjanya yang menjaga layar cctv agar memutar kamera yang berada di etalase tas yang sedang Wulan bawa. Damar dan Wulan berada di ruang tersebut tengah memperhatikan beberapa layar datar yang menyilaukan mata.
"Silakan Anda berdua lihat-lihat lagi siapa yang merusak tas tersebut." Sang karyawan begitu sopan.
Damar dan Wulan menatap layar seperti tak berkedip.
"Mampus gue." Damar bergumam lirih.
"Duh, gimana nih?" Wulan berkata pelan sambil menggigit bibir bawahnya.
"Anda berdua harus bertanggung jawab terhadap kerusakan tas tersebut. Agar adil, sebaiknya Anda berdua membayarnya dengan sama rata. Lima puluh persen satu orang, menurut saya, solusi itu jalan satu-satunya." Karyawan itu mencari jalan tengah untuk calon pelanggannya yang sejak tadi tidak mau kalah.
Wulan ingin nangis rasanya, kenapa dia harus membayar separuh tas yang sudah rusak ini. Sebuah ide bagus terlintas di benaknya. Setelah membayar dengan harga separuh, dia harus membawa tas rusak itu.
Damar hanya bisa menurut, bukti sudah jelas terekam kamera. Mereka berdua memang bersalah dan harus bertanggung jawab agar tidak ada tuntutan dari outlet mahal ini. Melihat keduanya yang terdiam, karyawan tersebut berkata lagi, "silakan ikuti saya ke konter pembayaran! Anda berdua bisa membayarnya di sana."
Bagaikan kerbau yang dicucuk hidungnya. Damar dan Wulan mengekori langkah karyawan. Karyawan itu meraih tas yang Wulan bawa, memberikannya pada kasir untuk discan harganya.
"Satu ini saja?" Damar dan Wulan mengangguk lemah.
"Totalnya enam juta sembilan ratus ribu," ucap si penjaga konter pembayaran.
"Silakan bagi dua, tentu Anda berdua ini pintar berhitung." Dengan senyum simpul sang karyawan lagi-lagi menyadarkan lamunan Damar dan Wulan.
Mau tak mau keduanya mengambil tas yang ada di dompet. Damar menyerahkan uang sebesar Rp3.450.000 pada mbak kasir.
Sementara Wulan menghitung uang receh yang dia kumpulkan.
"Mas, bantuin aku ngitung dong." Wulan menarik kemeja Damar.
"Males banget, lepasin tangan Elu!" Damar menepis kasar tangan Wulan.
Duh, mampus. Kenapa kayaknya jumlah uangnya kurang ya? Padahal aku sudah menabung selama enam bulanan. Tadi, sebelum kemari aku juga sudah menghitung uangnya. Bukankah aku hanya perlu membayar separuh saja?
Wulan terlihat panik, wajahnya begitu pucat. Keringat dingin bercucuran di keningnya walaupun tempat ini menggunakan pendingin ruangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 111 Episodes
Comments
🍀⃟🐝𝐑𝐢𝐞𝐍𝐚⁶⁹
mampir mulai membaca
2022-10-14
3
TK
bunga untuk othor 👍
2022-10-14
2
Mask Mar
sukses selalu buat karyanya Thor
2022-10-14
2