Bab 3-Minta pertanggung jawaban

Brigit mengajak Sarita naik keatas motor. Sebelum naik ke motor, Brigit menoleh kekiri dan ke kanan.

Dia memastikan tidak ada orang yang melihatnya. Namun Tegar, sempat menoleh dan melihat ibu dari temannya, membonceng ayahnya.

Tidak ada yang Tegar pikirkan selain, mungkin ayahnya memberikan tumpangan pada ibu dari temannya itu.

Sampai dibawah pohon motor itu berhenti. Jauh dari gedung sekolah maupun kantor Brigit.

Masih ada waktu 15 menit sebelum jam masuk kantor. Brigit ingin berbicara 4 mata untuk masalah yang sangat serius ini.

Brigit turun lalu diikuti dengan Sarita. Ada penjual es kelapa muda yang baru akan buka. Maka mereka duduk dikursi itu.

"Mas,aku hamil mas," kata Sarita sambil menatap tajam pada mata Brigit.

"Sarita,kenapa kau sampai hamil? Harusnya kau lebih hati-hati. Sekarang bagaimana?" kata Brigit.

"Kok malah bagaimana. Gimana sih mas? Aku hamil, ya kita harus menikah," kata Sarita.

"Aku belum siap Sarita."

"Jangan bilang begitu mas. Karena hubungan kita, aku diceraikan suamiku. Sekarang aku hamil anakmu, masa kamu tidak mau bertanggung jawab?" Sarita mulai meninggikan suaranya.

"Aku masih punya Martha. Dia kemarin marah karena tahu kalau kita punya hubungan. Jika sampai tahu kau hamil, dia akan marah besar," terang Brigit membayangkan kemarahan Martha padanya jika sampai tahu hal ini.

"Itu sudah resiko mas. Kita harus menghadapinya. Mati temui mbak Martha dan katakan jika aku hamil." Kata Sarita.

"Tidak bisa begitu Sarita, kau membuatku bingung sekarang," kata Brigit panik.

"Mas, kita melakukan semuanya secara sadar, kamu mencintaiku kan mas?" tanya Sarita.

"Tapi aku tidak menyangka kau sampai hamil. Harusnya kau minum pil atau apa yang membuatmu tidak hamil."

"Mas, jangan hanya menyalahkan aku saja. Sudahlah mas. Jangan saling menyalahkan. Kita akui kesalahan kita didepan astrimu mas. Lalu kita menikah,"

"Tidak semudah itu Sarita. Istriku akan menolaknya. Kau pikir dia akan membiarkan aku menikah lagi? Untuk mencukupi kebutuhan dirinya saja aku masih kurang. Apalagi menanggung biaya dua istri. Uang dari mana Sarita?" Kata Brigit memegang kepalanya.

Karena suaranya yang tinggi, penjual es kelapa sampai menikah lalu mengalihkan pandanganya lagi dan pura-pura sibuk.

"Masalah biaya, tidak usah kau pikirkan Mas. Aku akan bekerja. Tapi aku ingin menjadi istrimu mas. Aku mencintai kamu. Aku akan membiayai hidupku sendiri. Tapi, nikahi aku mas," kata Sarita membuat Brigit terbelalak.

Wanita ini menuntut dinikahi tanpa menuntut nafkah. Apa yang harus dia lakukan sekarang?

"Gimana mas? Bisa kita menikah?" tanya Sarita membuat beban masalah nafkah dibagi Brigit agak longgar.

"Akan aku pikirkan. Aku harus bicara dulu sama Martha.

"Jangan lama-lama mas. perutku semakin membesar," kata Sarita.

"Ya, sekarang aku harus ke kantor. kamu sebaiknya aku antar sampai gerbang itu. Tidak enak jika ada yang lihat,"

"Iya mas," kata Sarita lalu naik keatas motor. Tanganya memegang erat perut serta pinggangnya Brigit.

Bahkan tangan nakalnya turun kebawah dan sengaja menyenggol milik Brigit.

Wanita ini, benar-benar membuatku kelimpungan, gumam Brigit.

Sarita turun digerbang seratus meter dari kantor Brigit.

"Aku turun sini mas," kata Sarita.

"Hati-hati," kata Brigit.

"Mas, pulangnya nanti Bareng ya, aku kangen," kata Sarita.

Brigit menatap Sarita sambil berfikir.

"Iya, kau tunggu ditempat biasa. Nanti aku akan kesana,"

"Iya mas," Sarita lalu berjalan kaki ke tempat kerjaannya.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!