Arif masih menggoyang-goyangkan tubuhnya dengan lincah ke kiri ke kanan serta berputar, bersama dengan anak perempuan itu di sampingnya. Sedangkan Teh Hamidah juga menggoyang tubuhnya dengan pelan. Sepertinya mereka belum menyadari akan kehadiran Mas Setya.
Sedangkan aku, seluruh tubuhku terasa begitu kaku, aku takut Arif dan Teh Hamidah mengetahui kenyataan yang sebenarnya. Kenyataan tentang suamiku yang telah mendua.
Yang terpenting Arif, iya Arif. Aku yakin luka hatinya akan bertambah dalam saat melihat Ayah nya lebih sayang dan dekat dengan anak lain.
Setelah beberapa saat.
''Caca Sayang, sepertinya kamu sangat menyukai Badut, karena mau menghampiri Badut kamu tega meninggalkan Papa dan Mama, lain kali enggak boleh gitu lagi ya.'' Suara itu lembut, tapi terdengar membunuh bagi ku. Mas Satya berbicara saat dia sudah berada tepat di hadapan kami. Dia jongkok, mensejajarkan tubuhnya dengan tubuh anak yang bernama Caca. Lalu Mas Setya merapikan poni anak itu yang sedikit berantakan. Dari tatapan matanya terlihat sekali Mas Setya sangat menyayangi Caca.
''Iya Papa. Caca sangat suka, habis Badut nya lucu. Apalagi yang ini.'' anak perempuan itu membalas ucapan Mas Setya seraya menggandeng tangan Arif yang di balut kostum Badut.
Sesaat kemudian aku melihat ke arah putra ku. Arif tak lagi menggoyangkan tubuhnya, dia berdiri diam kaku, begitu juga Teh Hamidah.
''Ayo goyang lagi, kenapa kamu diam sih?!'' ucap anak perempuan itu.
Arif masih tak menggoyangkan tubuhnya.
''Hey Badut kecil, mau uang nggak kamu. Ayo cepat turuti perintah putri ku.'' ujar wanita yang berpakaian terbuka. Dia memakai dress tanpa lengan dan di atas lutut. Paha nya yang mulus nampak setengah. Aku jijik melihatnya. Ternyata wanita seperti itu yang telah membuat Mas Setya berubah. Seleranya sungguh rendah!
Lagi-lagi Arif tak menghiraukan, kepalanya telah menunduk. Dadanya nampak turun naik. Sedangkan aku tidak dapat berbuat apa-apa. Aku Ibu yang tak berguna.
''Iya nih, kok diem aja. Belum makan kali, jadi Badutnya lemes gini Sayang.'' kelakar Mas Setya yang enggak ada lucu-lucu nya di pendengaran ku. Dia mendorong-dorong tubuh Arif agar Arif merespon dengan bergoyang.
Sedangkan Caca dan Mama nya tertawa bersama-sama melihat tingkah Mas Setya.
Susah payah aku menahan sesak di dada melihat putra ku di perlakukan seperti itu. Aku rasa Teh Hamidah juga. Tapi aku masih mau menyembunyikan identitas ku. Aku rasa suatu saat nanti aku akan membuat Mas Setya menyesal karena telah berbuat curang.
''Ihh Papa, Badut nya enggak lucu, enggak asyik!'' anak manja itu merengek dengan wajah di buat sedih.
Mas Setya pun lalu kembali mendorong tubuh Arif. ''Ayo goyang dong,'' ucap Mas Setya sedikit membentak.
Kerena merasa sudah tak tahan lagi, aku berjalan ke arah Arif. Lalu aku menarik tubuh Arif agar berlalu dari sana.
Tapi Arif tak mau. Dia masih setia di tempatnya. Sesaat kemudian Arif menaikkan kedua tanggannya lalu Arif melepaskan kostum Badut yang menutupi kepalanya.
Aku tercengang melihat keberanian Arif. Ya sudah biar saja Mas Setya tahu. Aku mau melihat respon nya. Aku pun berpikir setelah ini aku akan memintanya untuk mengakhiri rumah tangga kami yang tak sehat lagi.
Lalu aku melihat ke arah Mas Setya. Mas Setya pun sama, dia memundurkan langkahnya menjauhi Arif. Langkahnya tak seimbang, hampir saja dia terjatuh, dia seperti orang linglung, lalu setelah itu Mas Setya berdiri diam dengan netra menatap Arif lekat. Mulut nya menganga. Dia seperti melihat setan saja.
Air mata putra ku tak dapat di bendung. Air mata itu sudah turun ke pipi lalu membasahi dagu kecilnya. Isakan kecil terdengar begitu menusuk bagi ku.
''Hiks ... Ayah. Ayaah jahat, huhuhuhu.'' Arif tergugu seraya menatap Mas Setya.
''Hey kamu kenapa? Mana Ayah mu hah? Itu Papa aku. Enak aja ngaku-ngaku.'' anak perempuan itu mendorong tubuh Arif. Arif yang tak melawan membiarkan tubuhnya terjatuh, terduduk di tanah.
Aku yang tak terima anakku di perlakukan seperti itu lalu balas mendorong tubuh anak perempuan kurang ajar itu. Anak itu menjerit saat aku dorong. Dia juga ikut terduduk di tanah. Tangis anak itu pecah, dia menjerit seperti anak yang baru saja kehilangan mainannya.
Teh Hamidah juga membuka topeng Badutnya. Dengan cepat Teh Hamidah membimbing Arif agar bendiri. Mau di gendong tak bisa karena kami masih pakai kostum badut. Setelah itu Teh Hamidah menarik tubuh Arif agar berlalu dari situ. Kali ini Arif menurut. Teh Hamidah yang seorang pengajar pasti tahu apa yang harus dia lakukan. Dia tidak akan membiarkan keributan sekecil apapun terjadi di depan mata anak sekecil Arif. Kerena katanya dapat merusak pikiran dan sel otak Arif yang masih belia.
''Dasar Badut kurang ajar, berani nya kau mendorong putri kesayangan kami!'' wanita itu mendorong tubuhku.
''Itu pantas untuk anak manja seperti anak mu!'' balas ku tak mau kalah.
Sedangkan Mas Setya masih diam di tempat, dia tak berbuat apa-apa. Membantu Caca pun tidak. Sebenarnya apa yang ada di pikirannya.
''Papa, cepat ambil Caca. Kok malah dibiarin sih! Aku mau kasih pelajaran dulu sama badut ini!'' kata wanita itu. Mas Setya pun dengan cepat membantu Caca berdiri.
Aku membuka topeng Badut ku. Wanita itu masih belum puas mendorong tubuhku. Aku balas mendorong tubuhnya lebih kuat. Hingga ia ikut terduduk di tanah. Aku melihat sekeliling, ternyata kami sudah menjadi tontonan orang-orang.
''Mas ... Puas!'' aku menunjuk jari ku ke arah Mas Setya yang sibuk membersihkan Caca. Setelah itu aku berlalu. Aku rasa cukup, aku tak ingin wajahku jadi viral hanya kerena hal konyol ini. Kasihan Arif. Aku tidak mau menambah bebannya.
''Dasar wanita sialan! Awas saja kau wanita miskin!'' terdengar umpatan dari wanita itu untuk diriku.
Aku berjalan menembus orang-orang yang berkerumun. Mereka yang sebagian mengenal aku dan Mas Setya menatap iba.
***
Tatapan ku berputar mencari keberadaan Arif dan Teh Hamidah di tengah puluhan orang yang ada di taman kota. Entah kenapa air mataku tak mau lagi menetes menangisi pengkhianatan Mas Setya. Aku bersyukur untuk itu.
Tapi tiba-tiba seseorang memanggil nama ku.
''Hanifa,'' panggil nya. Aku menoleh kebelakang ke arah sumber suara.
''Mas Yusuf.'' ucap ku sedikit kaget.
''Mas di sini juga?'' tanyaku. ''Apa Mas Yusuf melihat peristiwa yang barusan terjadi.'' batinku bertanya.
''Iya. Kamu cari Arif dan Teh Hamidah?''
''Iya.'' jawabku singkat.
''Aku lihat tadi mereka berjalan ke sana.'' ujar Mas Yusuf seraya menunjuk ke arah barat.
''Ya udah, aku kesana dulu ya Mas. Terimakasih'' aku permisi.
''Iya. Kamu wanita pilihan, tetap kuat untuk Arif dan untuk dirimu sendiri ya.'' pesan Mas Yusuf dengan wajah tersenyum simpul. Aku mengangguk kecil, setelah itu aku berlalu. Ternyata Mas Yusuf tadi juga melihat semuanya.
Bersambung.
Yang mampir kalau berkenan tolong vote dan kasih hadiahnya ya. Kalau jumlah hadiahnya nambah nanti sore aku update lagi bab selanjutnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 108 Episodes
Comments
Samsia Chia Bahir
Tunggu karmamu suami tak brguna 😄😄😄😄😄😄
2023-05-15
0
Dedew
setiap baca novel kebnyakan suaminya edan😭😭😭
2022-11-27
1
Vera Nsc
😭😭😭😭😭😭
2022-11-18
1