Perihal misi rahasia disembunyikan dengan baik.
Untungnya Jinan pengertian ketika Sabina meminta mereka berlagak tidak saling kenal. Dia tidak ingin ada gosip macam macam.
Ketika jam pelajaran terakhir, HP Sabina bergetar. Ada pesan WhatsApp masuk.
Baru semalam dia diberikan HP oleh Toni. Itu pun atas permintaan Rayna yang tidak ingin sepupu nya terlihat udik. Nyaris semua orang sekarang menggunakan HP. Hanya Sabina yang tidak punya.
"Biar gampang hubungin kamu kalau ada apa-apa." Begitu kata Rayna.
Semalaman dia otak atik HP nya karena baru mempunyai HP yang canggih seperti sekarang. Dulu semasa di kampung ia tidak pernah punya HP. Bisa untuk makan dan ada uang jajan untuk ditabung juga sudah untung.
Untung Rayna sabar mengajari nya menggunakan fitur fitur sederhana di HP nya.
Dan ia pun cepat belajar.
"Aku tunggu di taman air jam 4 sore ini." Begitu isi pesan WhatsApp.
Dari Jinan.
Ia tahu pasti akan membahas tentang misi rahasia mereka.
Sabina cepat membereskan tas nya dan bergegas pulang. Dia harus mengerjakan pekerjaan rumah lalu bersiap ketemu Jinan.
* **
"Nggak apa-apa nih di sini? Nggak akan ada anak sekolah kita kan?" Sabina cemas ketika menginjakkan kaki di taman janjian mereka.
Jinan menggeleng. "Ini tuh jauh dari sekolah. Lagian kalo ada yang tahu, bagus dong."
"Bagus gimana?"
"Naikin nilai lo di mata anak anak sekolah. Dengan gaul sama ketua OSIS kayak gue."
Sabina menggeleng cepat. "Aku nggak nyaman kalau pada tau, Nan."
Jinan mengerutkan kening. "Gue perhatiin, lo kayak punya ketakutan, trauma, atau apa gitu."
Sabina mendelik. "Kok kamu bisa tau? Pengen jadi psikolog ya?"
"Ya tau aja. Emang ada apa sih?"
Sabina terdiam dan ******* ***** tas nya gelisah. "Aku pernah jadi korban bully di sekolah ku yang dulu."
"Bully? Bully gimana? Masalah cowok?"
Sabina terdiam lagi, seakan berat mengatakan nya.
"Cerita ya sama gue. Biar lo ngerasa enteng kalo bagi masalah sama temen," bujuk Jinan.
Akhirnya Sabina mau buka suara.
"Sebenarnya, dulu prestasi belajar aku baik banget. Aku selalu nilai tertinggi. Tapi itu nggak menjamin semua baik. Ada yang nggak suka sama prestasi ku. Dengan simpan surat di tas ku. Surat itu surat cinta. Bodohnya aku percaya aja. Karena atas nama cowok yang saat itu aku suka." Sabina berhenti sebentar, Jinan bisa melihat tangan nya bergetar dan berkeringat.
Dapat dipastikan ketakutan Sabina akan peristiwa itu.
"Aku datang ke tempat yang dimaksud. Tapi nggak ada cowok itu. Yang ada satu geng perempuan teman sekelas ku. Mereka bilang nggak suka aku terlalu menonjol prestasi nya. Aku dikatain sok pinter lah, sok cantik lah. Ujung nya mereka ikat aku di tiang. Dan..." Sabina berhenti lagi kali ini air mata nya sudah tidak tertahan.
"Rambut ku dipotong. Seragam ku disobek sobek. Bahkan wajah ku dicoret coret." Sabina menarik napas berat. "Setelah mereka puas, mereka tinggalin aku di sana. Di tempat sepi. Nggak ada yang nolongin aku. Aku di sana sampai malam. Cuma bisa menangis dan berusaha melepaskan ikatan."
Jinan mendengarkan dengan seksama.
"Setelah itu aku malu banget. Dan nggak berani datang ke sekolah. Ayah akhirnya yang mendatangi sekolah dan lapor semuanya. Mereka dikeluarkan dari sekolah. Tapi itu nggak mengubah semuanya seperti semula. Aku terlanjur takut. Ke luar rumah pun aku nggak berani."
"Jadi karena itu prestasi belajar lo jadi anjlok?" Tanya Jinan.
Sabina mengangguk. "Aku nggak bisa fokus belajar. Karena terbayang kejadian itu. Aku takut. Trauma. Bahkan ketika terima surat kamu pun aku sempet takut dibully lagi."
Jinan mengangguk angguk paham. "Oke. Gue udah ngerti kondisi lo. Yang mesti lo tau, lo nggak perlu takut di sini. Ada gue. Nggak akan ada yang berani bully lo. Jadi lo jangan minder lagi."
"Gimana bisa jamin? Kamu kan nggak sama aku terus?"
"Di sekolah, gue bisa kendalikan situasi. Tenang aja. Selama bertahun-tahun di sekolah kita nggak ada kasus pem bully an. Bahkan gue bentuk tim keamanan sekolah. Untuk ngejaga jangan ada bully, palak, tawuran, atau apa aja. Jadi lo tenang aja ya." Jinan berusaha meyakinkan Sabina.
Sabina terdiam sambil menggigit bibir gelisah.
"Oke sekarang kita bahas misi. Rayna masih pacaran nggak sih sama Ergi?" tanya Jinan penasaran.
"Kamu tau Rayna udah punya pacar?" Sabina heran.
Jinan angkat bahu. "Ergi tuh temen deket gue. Kami sekelas. Yah walau dia nggak sepopuler gue, tapi setidaknya gue salut sama dia berani nyatain ke Rayna. Sampai mereka jadian. Berapa bulan lalu Ergi pindah kota. Dan gue liat di sosial media Rayna, udah nggak ada postingan tentang Ergi. Makanya gue penasaran, lo tau nggak hubungan mereka gimana?"
Sabina mencoba mengingat. "Rayna nggak banyak cerita sih, tapi yang aku tau, hubungan mereka lagi renggang. Rayna ngeluh kalo Ergi udah mulai dingin, jarang nge chat, nggak mau diajak video call. Mungkin tepat kalau kamu deketin dia."
Jinan tercenung dan tersenyum optimis. "Oke. Gue bakal mulai pdkt sama Rayna."
"Ya udah kamu aja yang bikin skenario. Aku bantuin aja."
"Gue udah ada rencana. Sekarang Rayna di mana?"
Sabina mengecek WhatsApp status Rayna. Rayna selalu update apa pun kegiatan nya.
"Dia udah di rumah nih. Emang apa rencana kamu?" Sabina penasaran.
Jinan tersenyum dan menarik tangan Sabina. "Yuk pergi. Kita harus perban kaki lo."
"Hah??"
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments