Chapter V : Miror Oh Miror

Sinar mentari mengintip di balik jendela kamar Zelfa yang tidak tertutupi sempurna oleh kain gorden hal itu berarti pertanda pagi sudah tiba. Rasanya amat sangat berat untuk membuka mata.

"Fa, bangun, kamu atau aku yang mau mandi duluan ?", tanya Reyna.

"Ah, kamu saja, aku ngantuk", jawab Zelfa dengan suara serak sambil menarik selimutnya lagi.

"Bangunlah Fa nanti kita terlambat".

Reyna pun pergi ke kamar mandi. Setibanya ia di kamar mandi, ia langsung mencuci muka dan menggosok gigi.

...tok..tok..tok..., suara ketukan pintu dari luar.

"Bangun kak", panggil Vino.

"Iya, iya aku sudah bangun", jawab Zelfa yang masih ngantuk berat.

Tak lama dari itu Reyna keluar dari kamar mandi lengkap dengan seragam sekolahnya.

"Wah, cepet banget kamu Rey", puji Zelfa.

"Apanya yang cepat, sudah 20 menit aku di kamar mandi", jawab Reyna.

"Apa ? 20 menit ?", kata Zelfa yang terkejut dan dengan gerakan secepat kilat menuju ke kamar mandi.

"Fa, aku turun duluan ya", kata Reyna.

"Iya, iya", jawab Zelfa dari dalam.

Saat menuruni tangga, Reyna mencium aroma masakan yang nampaknya sangat lezat. Hidungnya tak pernah salah soal makanan. Dan siapa orang yang ditemuinya di dapur adalah orang yang membuat ia kaget di pagi hari.

"Sudah siap kak ?", tanya Vino.

"Sudah", jawab Reyna singkat.

Vino pun menarik bangku dan mempersilahkan Reyna untuk mendudukinya. Tersajilah sarapan pagi di meja itu seperti roti bakar, daging panggang, telur mata sapi dan nasi goreng.

"Mari kak makan", tawar Vino.

"Ah, aku benar-benar merepotkan", jawab Reyna.

"Nggak koq kak, by the way thanks ya udah ajarin aku semalem".

"Iya, tapi jangan pake kata semalem", kata Reyna.

"Kenapa kak ?",

"Ya, jangan cerita dong kalo kamu diajarin malem-malem entar ada orang minta les privat sama aku".

"Takut les privat ? Atau takut gosip ?", tanya Vino.

"Takut dua-duanya".

Vino pun mengambilkan daging dan menaruhnya di piring Reyna.

"Makasih Vin", kata Reyna.

"Oh ya kakak biasanya minum apa ?",

"Buatin kopi aja Vin".

"Vin, siapin makanan kakak", perintah Zelfa yang baru turun dari tangga dengan kaos kaki yang tidak seimbang tingginya. Zelfa yang terburu-buru terlihat masih berantakan.

"Iya kak".

"Jadi kalo orang tua kalian pergi kamu yang masak Vin ?", tanya Reyna.

"Iya kak".

"Hmm", jawab Reyna.

"Aku adik yang baik kan kak ?", tanya Vino kepada Zelfa dengan menaikkan alisnya.

"Ya aku akuilah, kadang baik kadang ngeselin, tapi over all baguslah buat jadi adik", jawab Zelfa.

"Nah kan kak", lanjut Vino yang mulai menatap Reyna.

Reyna yang melihatnya pun menjadi bingung.

"Kenapa ?", tanyanya.

"Vino bilang dia adik yang baik", sambung Zelfa.

"Oh", jawab singkat dari Reyna.

"Jadi nggak ada peluang sama sekali ?", tanya Zelfa.

Vino yang sedang makan pun jadi tersedak mendengar pertanyaan Zelfa, kakaknya yang sama seperti dirinya yang selalu berkata jujur untuk mengungkapkan perasaan, dalam hal ini Zelfa berperan penting menunjukkan kejujurannya dan tindakannya itu sangat membantu Vino.

Melihat Vino yang tersedak, Reyna yang berada di dekatnya reflek memberikan air kepadanya. Vino pun meminumnya terburu-buru sampai habis.

"Pelan-pelan nanti tambah tersedak", kata Reyna memperingatkan dirinya.

Vino yang masih merasa ada makanan yang tersangkut mengambil kembali air minum dan kali ini meminumnya pelan-pelan. Setelah merasa baikan Vino pun melanjutkan kembali sarapannya dan menghabiskannya.

"Sudah baikan Vin ?", tanya Zelfa.

"Sudah kak, aku berangkat duluan ya hari ini", kata Vino yang agak sedikit kikuk gara-gara pertanyaan kakaknya tadi.

"Iya, hati hati Vin", jawab Zelfa.

Vino pun pergi ke sekolah.

"Jadi nggak ada peluang Rey ?", kata Zelfa melanjutkan kembali pertanyaannya yang tadi tak sempat terjawab.

"Maksudnya ?",

"Nggak mungkin kamu nggak ngerti Rey".

"Entahlah, sepertinya tidak, lagipula dia masih anak-anak dan aku juga begitu, kita masih sekolah, aku nggak kepikiran", jawab Reyna.

"Kenapa ?", Zelfa kembali bertanya.

"Entah, aku malas menjawab pertanyaan yang aku sendiri tak tau pasti jawabannya apa", jawab Reyna sambil menghela nafas.

"Ya udah aku nggak bisa ngomong apa-apa lagi".

Setelah menghabiskan sarapannya mereka pun pergi sekolah.

Jam pelajaran pertama adalah kesenian dan kali ini membahas tentang seni dua dimensi. Suasana belajar dibuat berbeda, semua siswa di kelas itu diperkenankan untuk belajar di lapangan sepak bola sambil menikmati hamparan rumput yang hijau-hijau sehingga diharapkan mereka bisa mendapat inspirasi lebih banyak dan mengembangkan imajinasi dengan baik.

Belajar dengan cara ini tentunya sangat menyenangkan, semua orang bisa merasakan angin bertiup sesuka hati, mereka duduk dibawah sinar mentari namun tetap merasa sejuk karena mereka berada di bawah pohon rindang di pinggir lapangan.

Tak jauh dari sana, ada siswa kelas 10 dengan pakaian olahraga berdiri di lapangan basket.

"Tampaknya mereka mau tanding Rey", kata Zelfa.

"Iya ya", Reyna menjawab singkat.

"Mau nonton ?", tanya Zelfa.

"Tapi kita lagi disuruh ngelukis", jawab Reyna.

"Aku punya ide", kata Zelfa dengan mata yang berbinar.

"Bu, permisi, boleh nggak kalo kita ngelukisnya di sebelah sana biar dapet inspirasi lebih banyak bu", Zelfa meminta izin kepada gurunya sambil menarik tangan Reyna.

"Oh, boleh, tapi harus selesai ya", jawab gurunya.

"Iya, bu makasih", jawab Zelfa dengan perasaan yang sangat senang.

Mereka pun mulai berpindah tempat.

Zelfa mulai mencari sasaran objek yang menjadi gudang inspirasinya. Sementara Reyna masih termenung memikirkan apa yang harus dilukisnya.

"Rey, aku udah dapet objeknya", kata Zelfa sambil menggerakkan kuasnya di atas kanvas.

"Siapa ? Wira ?", tanya Reyna.

"Heheh, pertandingannya seru juga", jawab Zelfa.

"Kamu bisa fokus lukis ?",

"Iya dong, apalagi ada Albert".

"Ah, disini sama sekali buat aku nambah nggak dapet inspirasi, mana berisik lagi", kata Reyna yang mulai kesal.

"Hmm, coba kamu hirup udara yang sedang berhembus ini", kata Zelfa.

Reyna pun mengikuti perkataan temannya itu tapi hasilnya masih nihil. Sudah tiga puluh menit mereka disana, namun kanvas Reyna masih saja kosong.

"Ah, kenapa hari ini aku nggak bisa fokus", kata Reyna sambil mencengkram kepalanya.

Ia pun mulai kembali menghirup udara seperti yang dilakukan Zelfa supaya lebih konsentrasi dan mendapat imajinasi.

Saat itu, angin berhembus mengibas rambut seseorang dengan keringat yang bercucuran di tengah lapangan basket. Reyna seakan terhipnotis terhadap apa yang dilihatnya itu. Mata coklat, hidung mancung, kulit putih dengan rambut yang sedikit basah dan keringat yang mengucur di wajahnya, sebuah pahatan yang indah. Reyna akhirnya tenggelam dalam keindahan itu dan dia mendapat inspirasinya.

"Udah dapet inspirasi Rey ?", tanya Zelfa.

"Udah Fa", jawab Reyna.

"Cepet juga kamu ngelukisnya padahal baru dapet inspirasi udah hampir setengah jadi aja tuh lukisan", puji Zelfa.

Tiba-tiba inspirasi itu datang menghampiri Reyna.

"Wow, pangeran berkuda putih di bawah hamparan bintang, bagus banget lukisannya",

puji orang yang menjadi inspirasinya.

Reyna agak sedikit kaget saat orang itu datang.

"Seka dulu dek, keringet kamu banyak banget", tegur Zelfa.

"Ah iya kak", jawab Vino.

Yang menjadi inspirasi dari lukisan Reyna hari itu adalah Vino, entah apa yang terjadi padahal Reyna selalu menolaknya tapi hari ini ia malah melukisnya. Melihat Vino yang banjir keringat hari itu, Reyna reflek menyeka keringatnya dengan saputangan yang ia bawa. Hal itu tentu membuat Vino terkejut dan begitu juga dengan Zelfa. Pemandangan indah yang tadi letaknya agak jauh sekarang berada tepat di depan mata Reyna, dan sekarang ia benar-benar memasatinya dengan sangat jelas, yah ia kembali melihat ketampanan itu untuk kedua kalinya setelah semalam. Setelah menyeka keringat Vino, tangan Reyna tergerak untuk menyentuh rambutnya yang sudah dibasahi keringat dan mengusap kepala anak itu. Dalam benak, Reyna berpikir Vino pasti benar-benar capek dengan olahraga hari ini dilihat dari jumlah keringat yang dihasilkannya.

"Makasih kak", ucap Vino sambil tersenyum manis. Senyuman yang akan mengunci panahan terhadap seseorang.

Reyna hanya diam namun menganggukkan kepala sebagai jawaban.

"Rambut kamu basah Vin, sebaiknya dikeringin tuh. Ah, aku mau ke toilet dulu ya, titip Fa, jangan sampai rusak", kata Reyna menitipkan lukisannya pada Zelfa.

Setelah Reyna pergi ke toilet, Zelfa memperhatikan dengan seksama siapa pangeran itu karena Reyna biasanya hanya melukis pangeran yang terinspirasi dari artis hollywood. Dan karena sudah sering juga melihat siapa saja artis yang disukai oleh Reyna, tampangnya tentu saja tak asing untuk dikenali walaupun hanya dilihat dari sebuah lukisan. Namun, tampang kali ini beda, sangat familiar tapi bukan artis.

Sementara Vino masih senyum-senyum sendiri melihat perlakuan Reyna kepada dirinya tadi mulai dari menyeka keringatnya sampai menyentuh rambutnya bahkan menasihatinya. Namun hanya ada kata mungkinkah dalam benak Vino.

"Vin, coba liat lukisan ini", kata Zelfa sambil menunjukkan lukisan Reyna kepada Vino.

"Mirip aku ya kak ?",

"PD banget kamu dek, eh tapi masa' sih ? tunggu dulu", jawab Zelfa sambil memperhatikan adiknya itu.

"Mirip aku kak, nggak percaya, coba liat tampang aku disitu, kayak foto", kata Vino dengan penuh keyakinan.

"Iya ya, mirip, nggak, ini kamu dek", kata Zelfa yang masih tak percaya dengan apa yang dilihatnya.

"Mirip atau nggak kak?", tanya Vino meminta keyakinan.

"Bukan cuma mirip, ini foto kamu, hahahah lucu, tapi ini bukan lucu, kamu pake mantra apa Vin ? atau sebenarnya semalem kalian udah jadian ?",

"Pinter banget dia gambar aku, nggak pake mantra tapi pake ketulusan, aku sih pengennya gitu, tapi dia nggak suka aku kak, tolong aku".

"Iya iya, ketulusan yah ? usaha kamu selama ini berarti nggak sia-sia, aku selalu bantuin kamu Vin, buktinya tadi pagi aku tanya peluang itu".

"Nggak gitu juga kak nanya nya, aku ke kantin dulu ya kak, haus".

"Iya dek, maaf kalo kakak tadi pagi salah tanya, jangan lupa makan juga".

"Iya kak".

"Eh, tapi gimana rasanya ada yang nyeka keringet kamu ?",

"Heheheh, mau tau aja, rasanya jantung aku mau meledak, udah ya kak aku pergi dulu, bye", jawab Vino yang kegirangan.

"Duh, mana ni anak lama banget ke toilet", gerutu Zelfa.

"Kelamaan ya ? biasa ngantri tadi, lukisan kamu udah selesai Fa ?", tanya Reyna yang baru kembali dari toilet.

"Udah selesai, yang kamu kayaknya juga udah nih".

"Belum Fa, tinggal dikit lagi, bentar ya tinggal sentuhan terakhir".

"By the way, itu siapa ?",

"Vino".

"Buset, jujur amat, biasanya kalo orang tu nggak ngaku dulu entar dipaksain baru ngomong".

"Aku nggak gitu, beda ya, beda",

"Jadi kenapa kamu tumben banget mau lukis Vino padahal kamu kan jengkel sama tu anak".

"Entahlah, tiba-tiba aja dapet inspirasinya dia, ya aku lukis, lagipula anak tampan kayak gitu kan cocok kalo jadi artis, yah aku jadiin model lukisan dulu ajalah".

"Oh, bukan jadi.."

Belum sempat Zelfa menyambung kalimatnya Reyna sudah memotongnya.

"Nggak tau".

"It's okay, jadi menurut kamu Vino tampan ?", tanya Zelfa.

"Iya, dia tampan, keren juga".

"Keren juga ?", tanya Zelfa yang kegirangan.

"Nggak ada yang bilang Vino itu nggak keren".

"Wah, kemajuan pesat, do'a Vino terkabul kayaknya".

"Emang Vino suka do'a apa ?",

"Eh, mau tau aja", jawab Zelfa.

"Do'a apa Fa ?",

"Eh nggak boleh tau, buruan deh terima Vino entar dia diambil orang, eh salah, maksud aku buruan selesain tuh lukisan udah mau habis ni jam nya".

"Iya iya udah selesai koq, yuk kumpul".

Mereka pun membawa lukisan mereka ke guru untuk diberikan penilaian.

"Untuk hari, semuanya rata-rata hampir mendapat nilai B jadi siapa yang dapet nilai A lukisannya akan ditaruh di ruang kesenian", kata guru kesenian tersebut.

Dan Reyna berhasil mendapat A untuk lukisannya itu.

"Wah keren Vino di pajang", puji Zelfa.

"Iya tidak salah memilih objek kan ?", tanya Reyna.

"Iya, dan hari ini lukisan kita sama-sama ditaruh di ruang kesenian, seneng banget. Kayaknya besok-besok kita harus nonton basket lagi buat nyari objek".

"Hmm aku mau pikir-pikir dulu lagi", jawab Reyna sambil senyum-senyum.

Setelah jam pelajaran kesenian berakhir, mereka kembali masuk ke kelas. Vino yang baru saja kembali dari kantin bersama teman-temannya melewati ruang kesenian itu dan tak sengaja melihat lukisannya. Ia pun berinisiatif untuk melihatnya lebih seksama.

"Eh, kalian duluan aja ya ada yang mau aku liat", ucap Vino kepada teman-temannya.

Beruntung saat itu, ruang kesenian belum dikunci karena guru masih ada disitu sibuk merapikan ruangan agar terlihat lebih rapi.

"Permisi bu, boleh kan aku liat lukisan disini ? cuma sebentar aja",

"Boleh Vin".

Vino mulai memperhatikan lukisan dirinya yang tampak sangat mirip itu karena memang dirinyalah yang dilukis itu.

"Vin, kayaknya lukisan itu objeknya kamu deh", tegur guru itu.

"Eh, iya ya bu, aku juga ngerasa gitu", jawab Vino seolah dia tak tahu apa-apa.

"Berarti ada yang kagum sama kamu Vin, lukisnya aja bagus gitu, mirip banget, jadi ibu tertarik buat naruhnya di ruangan ini, ini punya anak kelas 11, Reyna, temen kakak kamu".

"Iya bu, aku aja kagum, kayaknya memang berbakat buat ngelukis bu, sayang juga kalo bakat kayak gini disia-siain".

"Bener Vin, rencana ibu sih kalo ada lomba mau ngajak Reyna gabung".

"Iya bu, udah seharusnya gitu, biar kak Reyna juga bisa ngembangin bakatnya lebih baik lagi".

Saat melihat lukisan itu, Vino bisa melihat bagaimana indahnya langit malam bukan hanya mengagumi dirinya dalam lukisan itu.

"Seperti inikah aku kalo dibayangkan ? pangeran berkuda putih ? dan orang yang membayangkan itu adalah Reyna ?", gumam Vino dalam hatinya.

Setelah melihat lukisan itu, Vino pamit kepada guru kesenian untuk masuk ke kelas.

"Aku ? Pangeran kuda putih ?", pertanyaan yang selalu berputar dalam pikiran Vino.

"Ah, itu kan hanya bayangan", sebuah pernyataan yang menjadi kesimpulan bagi Vino karena terkadang ia berpikir mungkin saja keinginan mungkinnya itu menjadi nyata, tapi mungkin juga keinginannya hanya sebatas ketidakmungkinan.

Terpopuler

Comments

Enda Vica

Enda Vica

hai kak, aku sudah ngasih like sampai sini, 😉😉😉

feedback ya 😊😙🤗

2020-05-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!