Chapter III : Unclear Boundaries

Kematian adalah bayangan yang akan terus mengejar dan menjelma menjadi hantu yang menakutkan bagi setiap manusia. Tak ada yang tahu pasti kapan ajal itu akan menjemput pulang kembali pada Nya. Tapi waktu akan terus berputar ditengah ketidakpastian hidup sementara kematian tetap menjadi satu hal yang pasti dan sebagai manusia beriman sudah sebaiknya menyiapkan diri sebelum berpulang menghadap Nya.

Setiap hari di penghujung sore senja tiba lagi dan Reyna selalu terbangun saat matahari sudah digantikan oleh hadirnya cahaya bulan dengan keredupan lampu yang terasa sama dengan yang Reyna rasakan dalam hidupnya. Ia selalu berkata dalam hatinya, "Tuhan izinkan aku memeluk mama, aku tak meminta banyak waktu berikan aku 1 jam atau bahkan 1 menit, karena aku tau kerapuhanku akan gugur ketika aku memeluknya".

Ia beranjak dari tempat tidur dan berjalan menuju dapur meneguk segelas air dari botol berkeringat yang baru keluar dari kulkas. Setiap malam selalu terasa sepi selain kegaduhan dari sekumpulan jangkrik. Selain mengerjakan tugas, menonton tv adalah kebiasaannya menunggu kantuk tiba. Putaran kipas angin yang berderu membuat mata semakin memberat dan Reyna pun tertidur. Dalam mimpi yang terlihat seperti kenyataan ia melihat ibunya..

"Ma..mama ? Apa benar itu engkau ?’’

Reyna berlari mengejar ibunya yang jauh diujung sana, sampai jantungnya sempat melemah.

"Reyna..ini mama sayang, kamu sekarang sudah tumbuh tinggi dan menjadi gadis pemberani’’.

"Aku benar-benar merindukanmu ma..’’

"Mama juga sangat merindukanmu. Kenapa kau menangis disaat matahari masih bisa kau lihat dengan jelas ?’’

"Aku lelah ma, aku juga takut, rasanya detak jam selalu terdengar sangat dekat dengan telingaku, aku ingin segera ikut bersamamu untuk selamanya,’’

"Apa yang kau katakan? Kenapa kau merasa takut?? Bangunlah Reyna, Dunia masih bersamamu dan Tuhan masih mengirimkan malaikatnya untukmu.."

"Ma..mamaaa..tapi aku takut..’’

Reyna menangis mengejar mamanya yang perlahan menghilang. Ia terbangun dengan air mata, lalu mengusapnya dan bersiap pergi ke sekolah. Sial, dia lupa mengerjakan tugasnya. Ia pun bergerak secepat kilat mengambil handuknya dan mandi. Selepas mandi, ia menyiapkan bukunya dan mengerjakan tugas yang terlupa itu. Namun, ia tak kunjung menemukan bukunya, yang ada hanya buku-buku sistem informasi seperti , ‘’Cara Membuat Game Bagi Pemula’’ ,’’Cara Mudah Mengembalikan Data yang Hilang’’, dan satu buku yang terselip di antara buku itu,‘’Cara Cepat Mengatasi Sembelit’’,

‘’Buku apa ini ? kenapa tidak ada buku tugasku, aduh bisa dihukum berdiri di depan kelas ini’’.

‘’Reynaaa...’’

‘’Hah ? Zelfa pagi-pagi udah datang kok tumben biasa dia nggak pernah jemput ke sekolah’’.

Saat membuka pintu, Reyna dan Zelfa sama-sama ternganga.

‘’Loh, apa-apaan kamu Fa ? kenapa rambut kamu diwarnai ? nggak pake seragam dan malah pake heels’’.

‘’Hahahahaha, kamu yang kenapa ? hahahaha aduh pagi-pagi aku nggak bisa nih kayak hahahaha, kayak gini (sambil mengusap matanya yang mengeluarkan air akibat tertawa), mau reuni ? tapi apa hari ini hari aku ulang tahun jadi kamu mau ngasih surprise ? nggak deh, udah lewat’’.

‘’Kamu itu aneh, mau bolos ya ? alamak, udah jam 7 dan tugas aku belum kelar, udah telat, nggak bikin tugas, hancur banget hari ini’’.

"Sadar Rey, sadar, buruan gih ganti baju".

Reyna masih dalam keadaan bingung lalu dilihatnya kalender sudah 3 tahun lebih maju.

"Ah, apa aku bermimpi, apa ini perjalanan waktu", Reyna menyubit tangannya sendiri dan terasa sakit.

"Gilaaa, sakitnya nyata beneran ini bukan mimpi". Lalu ia mengecek handphonenya, tampilan wallpaper pertama yang dilihatnya adalah foto wisuda sekolah dan bersama seorang laki-laki.

"Tunggu, ini kan Deran, loh koq Deran ?, perasaan namanya bukan Deran tapi kenapa aku nyebut Deran, ahh koq hari ini aku kayak orang gila".

"Buruan Rey" teriak Zelfa.

Akhirnya mereka pun berangkat ke kampus. Setibanya disana Reyna disambut oleh pria tampan dengan jaket kulit dan ransel yang hanya diselempang di bahu sebelah kiri. Pria itu bukan hanya tampan, dia tinggi, bersinar dan satu kata yang akan terucap saat melihatnya adalah perfect.

"Deran, koq namanya Deran, apa aku salah lagi ? Ada apa dengan hari ini ?", tanya Reyna dalam hati.

"Hey, Rey ntar pulang mau jalan ?"tanya laki-laki itu sambil menggandeng tangan Reyna.

"Koq Deran yah, perasaan bukan Deran", tanya Reyna yang masih heran.

"Kamu suka lucu deh".

"Ini aku serius loh nanya nya".

"Iya deh aku minta maaf, Deran kan panggilan kamu khusus buat aku", jawab pria itu.

Reyna hanya terdiam sambil merenung.

"Semalem kamu kebentur ya ? Atau salah makan ? Atau kamu mau ngerjain aku ?", tanya Deran sambil mengusap kepala Reyna.

"Nggak, beneran aku nggak tau makanya aku nanya dan kamu sudah seharusnya jelasin".

"Okey, sebenarnya ini lucu tapi aku tetep harus jelasinnya kan. Jadi nama lengkap aku itu Deran Devino, dan biasanya aku dipanggil Vino dari aku kecil, terus waktu kita resmi pacaran kamu mau manggil aku Deran, kata kamu itu panggilan spesial karena beda dari panggilan biasanya orang-orang ke aku, sekarang kamu paham ? Atau inget? Atau kamu puas buat selalu ngetes ingetan aku soal hubungan kita ?", tanya Deran alias Vino.

"Oh iya, Vino yah si anak tengil kelas 11 dulu".

"Selalu itu yang kamu inget, tapi kamu nggak pernah jujur mengakui aku keren dan tampan".

"Iya, iya mendengar pujian itu berasal dari mulutmu sendiri semakin membuktikan betapa tengilnya kamu, tapi aku masih bingung".

"Bingung apa lagi sayang ? Udah dong nggak usah ngerjain aku lagi meskipun sebenarnya aku juga seneng-seneng gitu dikerjain kamu".

"Ah, jujur banget ni anak".

"Hey, aku sudah jadi pria bukan anak lagi".

"Iya, iya pria yang tak jauh beda dari waktu sekolah".

"Pulang ini jadi mau jalan ?"ajak Deran.

"Ng...jadi dong", ceplos Reyna.

"Eh, apaan ni mulut koq nggak bisa diatur aku kan nggak mau jalan sama dia tapi koq otomatis jawab jadi", rutuk Reyna dalam hatinya.

"Oke, nanti aku jemput depan kelas ya, dah sayang, semangat ya belajarnya, aku juga semangat ni buat jadi orang sukses yang bakal ngidupin kamu nanti ". Ujar Deran.

Namun Reyna hanya membalas dengan senyuman.

"Gilaa, kata-katanya makin dimanisin aja, lama-lama diabetes aku kalo kayak gini", gumam Reyna dalam hatinya.

Reyna pun memasuki ruang kelas dan menghampiri Zelfa.

"Fa, koq kamu cepet banget ninggalin aku ?"

"Yah, masa' pagi-pagi aku udah mau jadi obat nyamuk aja".

"Hahah nggak gitu koq".

"Sebenarnya aku pengen nanya tapi gimana nanya nya, entar katanya aku gila, tapi memang aku kayak orang gila hari ini, terdampar di sebuah tahun masa depan, belum lagi entar dia ngadu sama adiknya kalo aku nggak ngakui pacar sendiri, tapi koq aku takut dia beranggapan kayak gitu, aku aja nggak percaya kalo aku sekarang pacaran dengan adiknya, kapan jadiannya dan dimana", rutuk Reyna dalam benaknya.

Reyna pun memberanikan diri bertanya kepada Zelfa.

"Fa, aku mau nanya....

"Selamat pagi semua," sapa seorang dosen.

"Nanti aja Rey nanya nya, mau fokus nih", jawab Zelfa.

"Iya Fa, memang nggak boleh nanya ini namanya", gerutu Reyna.

La..lala..lala..lala..la..

Suara anak kecil bernyanyi sambil memegang balon sedang duduk di kursi kayu dekat trotoar jalan. Reyna sangat terkejut dan bingung mencoba menyadarkan dirinya sendiri, ia yakin akalnya masih sehat tapi mengapa sekarang ia ada di tempat ini padahal baru saja ia lagi ada di kelas mendengar penjelasan materi dari dosen. Reyna terus mengucek matanya berharap ia memang sedang bermimpi.

"Kak, jangan kucek terus matanya nanti sakit", tegur seorang adik kecil.

Reyna berhenti mengucek matanya dan bertanya kepada anak itu.

"Dik ? Dimana ini ?’’

"Itu kak (sambil menunjuk papan nama jalan) Jalan Sakura kak.’’

"Ah, apa ini, ada dimana ini ? Aku tak pernah mendengar nama jalan itu, halusinasiku hari ini benar-benar dalam keadaan gawat".

"Kakak kenapa ? Kakak nampak sangat kebingungan dan berkata kalau sedang berhalusinasi ? Kakak lupa ? Atau kakak tersesat ?"

"Ini bukan cuma tersesat dik, aku taktau aku ini sedang apa disini dan mengapa harus disini, aku harus pulang".

"Ah, kalau kakak pulang aku akan sendirian menunggu disini".

"Memang siapa yang kamu tunggu ?"

"Kakakku".

Datanglah seorang wanita paruh baya yang berusia sekitar 60 tahun menegur anak itu.

"Pulanglah nak, kakakmu tak akan datang".

"Kakak pasti akan datang menjemputku nek".

"Dia tak akan datang, semakin lama kamu menunggu disini akan semakin menyiksamu".

"Kakak, akan menemaniku kan menunggu kakakku datang ? Dia pasti datang kak, percaya padaku", bujuk anak itu.

"Tapi aku juga harus pulang dik" jawab Reyna.

"Kakak kan tak tau arah jalan pulang lebih baik menunggu denganku saja disini", pinta anak itu.

Apa boleh buat, perasaan tak tega membuat Reyna bersedia menemani anak itu.

"Apa kakakmu mengatakan jam berapa dia akan datang ?"

"Sebentar lagi kak".

"Baiklah setelah kakakmu datang kamu harus menunjukkan jalan untuk aku pulang".

"Aku bahkan akan mengantarmu pulang kak".

Siang itu amat sangat terik tapi tak terasa panas melainkan sejuk perasaan yang sama yang pernah Reyna rasakan.

"Ah, rasanya sangat segar padahal siang ini panas".

"Iya kak" jawab anak itu sambil tersenyum.

"Tiba-tiba aku teringat akan sesuatu", kata Reyna.

"Ingat apa kak ? Kakak sudah ingat jalan pulang ?".

"Masih belum ingat, aku bahkan mungkin tak punya ingatan bagaimana aku ada disini dan caranya untuk pulang, tapi aku teringat entahlahh perasaan sama yang sejuk, dan itu kamu".

"Apa maksud kakak ?"

"Ah, aku ngelantur, mungkin karena mengantuk ditambah desiran angin ini".

"Kata mama, semakin sejuk desiran angin semakin orang ingin tidur".

"Iya memang benar".

"Pulanglah kak, ada orang yang sudah menunggumu nanti kamu malah tertidur disini".

"Aku tak tau jalan pulang".

Tanpa sadar angin memang menghembuskan Reyna semakin masuk dalam keterlelapan.

"Ah, Reyna kamu sudah bangun ?" sapa Zelfa.

"Apa aku tertidur ?"

"Iya kamu tertidur, setelah menghabiskan iga bakar".

"Iga bakar ?"

"Ah, iga sudah lenyap dan kamu tidak mengakui atas hilangnya iga itu".

"Sekarang jam berapa ? dimana anak itu ?"

"Jam 5 sore, kenapa ? Mau pulang ? terus anak siapa yang kamu maksud ?"

"Ah, anak itu sudah dijemput kakaknya. Iya aku harus pulang. Jadi tadi aku di absen nggak sama ibu itu".

"Anak mana lagi, terserah deh, kan absen udah dari pagi sebelum piket. Kamu kenapa sih ?

mending kamu nginep aja disini, mama aku baru pulang besok pagi, Vino juga masih sakit".

"Piket ? Sakit ?"

"Kenapa kamu bertanya Rey ? Kan tadi kamu yang memberinya obat".

"3 tahun lalu ?"

" Apa ? Kamu sudah PDKT sejak 3 tahun lalu ?"

"Bukan gitu, sekarang tahun berapa ?"

"2017"

"Jangan bercanda".

"Aku serius Rey".

"Ini 2020, Kita udah kuliah kan ?", tanya Reyna mencoba memastikan.

"Apaan ? Sekolah aja masih kelas 11".

"Wah gilaa".

"Emang, baru nyadar ? Kesambet apa ?"

"Nggak habis pikir aku, tadi aku di tahun 2020".

"Mimpi, makanya jangan tidur sore-sore".

"Koq aku jadi takut Fa".

"Aku yang sebenarnya takut sama kamu Rey, jadi nginep disini kan ? Ntar kita ke rumah kamu dulu ambil pakaian sama perlengkapan sekolah".

"Iya iya aku jadi nginep".

Zelfa pun mengantar Reyna mengambil barang di rumahnya, Reyna masih tidak habis pikir. Pikirannya masih terbayang bagaimana bisa ada mimpi tanpa pembatas dengan kenyataan apa karena ia sering tidur sore.

"Ahh, entahlah", hentak Reyna sambil memijat kepalanya sendiri.

Terpopuler

Comments

Enda Vica

Enda Vica

hai kak, aku sudah ngasih like sampai sini, 😉😉😉

feedback ya 😊😙🤗

2020-05-12

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!