Bab 4 - Pengangguran Profesional

Karena ingin mengikuti anjuran dari dokter yang menyuruhnya untuk banyak-banyak beristirahat, mulai hari ini, Rina memutuskan untuk beristirahat total dan tidak akan membuka salonnya hingga dokter Ricko menyatakan bahwa kondisi janin yang ada di dalam kandungannya sudah baik-baik saja. Jadi mulai hari ini hingga ke depannya Rina otomatis tidak lagi memiliki penghasilan.

Tengah malam pun tiba. Malam ini Rina tidak bisa tidur karena bingung memikirkan dari mana dirinya akan mendapatkan uang untuk membiayai kebutuhan sehari-harinya berserta anak dan suaminya ke depannya. Terutamanya untuk urusan makan. Belum lagi Rina sudah tidak punya uang simpanan untuk membayar sewa kontrakan di akhir bulan. Padahal, tidak lama lagi pemilik rumah kontrakan akan datang menangih.

Di ruang tamu, Rina berjalan kesana kemari  menunggu Anton pulang. Dia sudah mengambil keputusan untuk mengajak Anton berbicara malam ini juga.

Ceklek. Pintu rumah terbuka dari luar. Seorang pria mengenakan jaket jeans beserta celana jeans muncul di balik sana. Rina tersenyum lega saat melihat Anton pulang dalam keadaan sadar alias tidak mabuk seperti malam-malam sebelumnya.

"Bang, kamu sudah pulang?" Rina berjalan mendekati Anton, tapi sepertinya Anton tidak begitu peduli padanya dan malah berjalan memasuki kamar mereka setelah dia mengunci pintu rumah dari dalam. Perlakuan dingin seperti ini sudah biasa Rina dapatkan dari Anton, jadi dia tidak peduli akan hal itu. Sekarang, Rina hanya ingin fokus pada tujuan utamanya kenapa dia menunggu Anton pulang malam ini, itu karena dia ingin membicarakan sesuatu hal yang sangat penting dengan suaminya tersebut.

"Bang, aku ingin bicara sesuatu sama kamu." Rina berjalan mengekor di belakang Anton lalu mengikuti suaminya itu masuk ke dalam kamar.

"Kamu mau bicara apa? Kalau hal yang ingin kamu bicarakan itu tidak begitu penting, lebih baik kita bicarakan besok saja. Aku mengantuk, mau tidur." Anton melepas jaketnya lalu melemparkan ke arah Rina, dengan sigap istrinya itu menangkapnya.

"Ini sangat penting, Bang. Jadi aku mau kita bicara sekarang," jawab Rina. "Sebentar saja, Bang," pintanya kemudian saat melihat wajah Anton yang sepertinya malas untuk meladeninya.

"Ya sudah, cepat katakan." Anton berkata masih dengan nada dingin dan datar, lalu duduk di pinggir tempat tidur disusul oleh Rina yang duduk tidak jauh di sampingnya.

"Begini, Bang, tadi pagi saat aku pergi ke rumah sakit untuk cek kandungan, dokter bilang kalau kandunganku sangat lemah, jadi aku harus banyak istirahat." Mendengar penjelasan Rina, Anton langsung menatapnya dengan tatapan tidak suka.

"Apa maksudmu?" tanya Anton.

"Mm ... begini, Bang, untuk sementara waktu aku ingin Abang yang menggantikan aku untuk bekerja mencari uang, sampai kondisi kandunganku sudah cukup memba-"

"Aku tidak setuju!" Dengan cepat Anton langsung memotong ucapan Rina. Dia juga langsung berdiri dari duduknya. Matanya sekarang memancarkan kilat amarah. "Enak saja kamu menyuruh-nyuruhku untuk bekerja. Asal kamu tahu, Rina, seorang istri itu tidak berhak untuk mengatur-ngatur suaminya, justru malah sebaliknya, suamilah yang berhak untuk mengatur dan mengarahkan istri. Mengerti kamu?" katanya lagi sambil menuding-nuding Rina.

"Tapi, Bang, ini hanya untuk sementara waktu. Tenang saja. Setelah kondisi calon anak kita membaik, aku pasti akan kembali bekerja seperti sebelumnya." Rina masih belum menyerah membujuk dan memberikan pengertian pada Anton. "Lagi pula ... memang sudah seharusnya 'kan, Bang, seorang suami yang bekerja mencari nafkah untuk menghidupi anak-anak dan istrinya? Bukankah salah satu tugas seorang suami adalah mencari nafkah?"

"Aku tidak peduli! Pokoknya kamu harus tetap bekerja! Persetan apa kata dokter!" hardik Anton. Kali ini karena dia begitu emosi, dia sampai mencengkram kedua pipi Rina menggunakan sebelah tangannya lalu melepaskan dengan kasar.

"Akh." Rina langsung mengusap-usap kedua belah pipinya yang terasa sakit akibat perlakuan kasar Anton.

"Dan aku peringatkan sekali lagi sama kamu, Rina, jangan pernah coba-coba untuk menceramahiku lagi. Mengerti?" Anton berkata dengan penuh penekanan.

"Tapi, Bang--"

"Tidak ada tapi-tapi! Pokoknya aku tidak mau menerima alasan!" Anton kembali memotong ucapan Rina, kini tangannya sudah kembali terangkat seperti sedang bersiap untuk memukuli istrinya yang tengah hamil muda itu. "Keluar sana sebelum aku kembali memberimu pelajaran!" ancamnya kemudian.

Rina yang takut kembali mendapatkan pukulan dari Anton pun hanya bisa menangis dan terpaksa menuruti apa kata suami tak bergunanya itu. Mungkin tadi Rina lupa satu hal sehingga dia sampai meminta bantuan Anton untuk menggantikan dirinya bekerja mencari uang. Pengangguran profesional seperti Anton, mana bisa dia andalkan?

Rina berjalan keluar dari kamarnya meninggalkan Anton sendirian di sana. Malam ini dia akan kembali tidur di kamar putrinya. Setelah memasuki kamar Erika, Rina lalu duduk di pinggir tempat tidur sambil menangis. Dia mengusap lembut perutnya yang sudah sedikit buncit.

"Maafkan Mama, Nak," gumamnya. Sepertinya mulai besok dia harus kembali membuka salonnya dan mengabaikan apa kata dokter Ricko, tapi semua itu terpaksa Rina lakukan karena desakan dari Anton. Lagi pula, jika dia tidak bekerja, bagaimana caranya agar mereka sekeluarga bisa mempertahankan kelangsungan hidup mereka. Rina tidak akan mungkin tega membiarkan Erika kelaparan.

"Ma, kenapa Mama menangis?" Tiba-tiba tangan kecil Erika memeluknya dari belakang. Dengan cepat Rina langsung mengusap air matanya dan memaksakan diri untuk tersenyum di hadapan putrinya.

"Mama tidak apa-apa, Sayang. Mata Mama hanya kelilipan debu," jawabnya berbohong.

Erika menyeka air mata yang membasahi kedua pipi mamanya dengan lembut. Sebenarnya dia terbangun karena mendengar keributan yang terjadi antara papa dan mamanya, lebih tepatnya suara teriakan Anton yang terdengar begitu keras sehingga berhasil membuatnya terjaga dari tidur nyenyaknya, tapi gadis kecil berusia 6 tahun itu lebih memilih untuk diam dan berpura-pura tidak tahu agar mamanya tidak semakin bersedih.

"Ma, ayo kita tidur lagi. Kan Mama sendiri yang bilang kalau Adek yang masih ada di dalam perut tidak kuat begadang," kata Erika. Dia menarik Rina untuk ikut berbaring bersamanya.

Rina tersenyum. Dia begitu terharu melihat putrinya yang begitu perhatian padanya. "Iya, Sayang. Kita tidur sama-sama, ya?"

Erika mengangguk. "Iya, Ma."

Rina mencium kening Erika dengan sayang. "Selamat malam, Nak," ucapnya, lalu tertidur sambil memeluk putrinya.

B e r s a m b u n g ...

Terpopuler

Comments

Lia Yulia

Lia Yulia

Erika anak yg baik ya...

2022-08-20

1

enur .⚘🍀

enur .⚘🍀

kenapa nggk minta cerei aj ,, heran nih c anton, bisa" ny cuma buangin uang aj..😡😡

2022-07-28

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!