Welcome to the world Naira. It's the real world. Tidak peduli siapa kamu, selama itu salah ya pasti kamu akan mendapatkan akibatnya.
"Naira! Jangan lupa besok proposal nya kirim ke aku sebelum jam 5 pagi. Ini udah draft proposal ke 10 yang kamu kirim ke aku." Ucap Dove melemparkan lagi map proposal ke 11 yang dibuat Naira. "Beberapa poin sudah aku tambahkan untuk membantumu, selebihnya usaha sendiri ya. Jangan manja." Tambah Dove sebelum meninggalkan ruangan OSIS.
"Naira, sebentar lagi mau hujan. Kamu baru sembuh sakit sebaiknya kita pulang sekarang. Aku antar kamu." Namun Naira tidak berkutik. Ia pura-pura tidak mendengarkan Dove.
"Mau ngapain kak?" Ia langsung bertanya melihat Dove membungkuk di sampingnya.
"Mau bawa kamu ke dokter. Aku ngomong kamu gak dengerin. Kamu dengar gak aku bilang apa tadi? Perlu aku ajak ke dokter?"
"Kakak mau gendong aku? Gak perlu kak." Balasnya. "Kalau gitu cepetan dong, jangan lelet gitu." Balas Dove kesal.
"Ingat! besok sebelum jam 5 pagi ya." Dove kembali mengingatkannya.
So, what the next?
Tin!!!!! Tin!!!
Suara klakson mobil itu menggema ditelinga Naira yang masih tertidur pulas dibalik selimut merahnya.
"Duh siapa sih, pagi-pagi!" Naira sedikit mengeluh karena tidurnya terganggu. Suara klakson itu semakin keras, "Siapa sih pagi-pagi, ganggu!" Teriak Naira bergulat dengan bantal dan guling miliknya.
Naira yang masih ngantuk, mengambil bantal dan menutup mukanya sehingga ia bisa tidur lebih lama di akhir Minggu. Ide ini cukup berhasil hanya untuk 3 menit ke depan setelahnya suara klakson itu kembali bergema di tambah suara dering ponselnya yang sangat menganggu.
Tak hanya Naira yang terganggu dengan suara klakson itu. Namun, membuat seisi rumah menjadi gaduh.
"Naira Seno bangun !!!" Ucap Dove lewat telepon
"Duh, ngapain telepon pagi-pagi. Ini hari Minggu bukan Senin!" balas Naira masih bermalas-malasan lalu menutup teleponnya.
Tak lama telepon itu kembali berdering.
"Dove!" Teriak Naira.
"Naira, hari ini kita musti survey tempat buat acara. Kamu, sebagai asisten ketua pelaksana harus ikut!" Tegas Dove menyuruh Naira.
"Bodo amat!" Balas Naira kembali menutup teleponnya.
Dove mencoba bersabar menghadapi Naira. "Do, sabar do." Ia mensugesti dirinya. Ia lalu mengambil napas panjang lalu menghembuskan. Diambilnya lagi ponsel itu lalu menekan tombol call di contact Naira.
"Apa lagi Dove? Dibilangin aku gak mau ikut!" Ucap Naira.
Sebelum Naira menutup panggilannya, ia terlebih dulu berbicara. "Naira, kalau kamu gak keluar, aku yang akan masuk dan temui papa kamu. Aku akan menceritakan apa yang terjadi di lorong 6 bulan yang lalu." Ucap Dove mengakhiri teleponnya. "Terserah kakak aja. Mending berani." Balas Naira meledek
"Hari Minggu? Masih ngurusin sekolah yang bener aja, malas banget mending tidur!" Naira melempar ponselnya menjauh dari dirinya.
Massage masuk dari Dove yang berisi, Ada Pak Anton, gak mau ikut? Membacanya membuat Naira kaget dan buru-buru beranjak dari tempat tidurnya. Aku bakal masuk dan ceritain semuanya. Isi massage selanjutnya.
"Parah! Gila!" Teriak Naira panik. Dia bakal bilang ke papa apa yang terjadi di lorong waktu itu. Dia lalu meraba bibirnya di depan kaca. Naira! Apa-apaan buang semua pikiran itu. Buang!
Sementara di depan rumah Naira, Dove masih menatap tanda centang biru pada layar massage-nya untuk Naira. Ia lalu menarik napasnya panjang, "Ok, you can do it. Dove! Everything gonna be alright!!" Ucap Dove dalam hatinya lalu beranjak turun dari mobilnya.
Dia memberanikan diri, ekspresinya berubah, tersirat ada kebimbangan di wajahnya. Ia membuka pagar rumah Naira. Pagar rumah itu hanya setinggi pinggangnya. "Permisi." Teriaknya, ia lalu mulai melangkah lagi menuju pintu utama rumah Naira. Saat Dove hendak mengetuk pintu dari dalam Naira tiba-tiba keluar dan langsung menutup mulutnya dan mendorongnya.
Peristiwa ini tak terelakan, sangat memalukan. Keduanya bahkan tidak tahu harus berbuat apa.
Oh Tuhan! Mengapa jantungku berdebar begitu kuat. Apa yang sebenarnya terjadi pada tubuhku. Naira stop berpikir hal yang aneh. Matanya terus menatap pada kedua mata Dove. OMG! kenapa gak bisa berhenti, peristiwa itu selalu terngiang di kepalaku. Naira menajamkan matanya, ia terlalu malu menerima semua ini. Ia bahkan tidak berani bergerak. "Maaf!" Kata Naira.
Mata saling bertautan, "Hei, sampai kapan kamu berencana untuk terus diatas aku?" Tanya Dove sambil mencoba menjauhkan wajah Naira darinya menggunakan telunjuknya.
Naira, dia begitu dekat denganku bahkan kurang dari 5 cm. Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan. Apa yang harus aku katakan? Terasa begitu canggung.
"Kamu yang tarik aku sampai jatuh!" Naira menuduh Dove untuk mengalihkan topik setelah apa yang terjadi.
"Aku? Aku sentuh kamu aja belum. Kamu yang dorong aku dan cium aku. Kamu yang duluan." Ucap Dove lalu meninggalkan Naira dan masuk ke mobilnya.
Tin!! tin!! Dove membunyikan klaksonnya.
"Sabar!!" Teriak Naira lalu masuk kedalam mobil maserati hitam milik dove.
"Mana Pak Anton?" Tanya Naira.
"Gak ada, lagi piknik sama keluarganya, tapi ini Pak Anton" Dove memberikan ponselnya pada Naira yang sedang menghubungi Pak Anton.
"Hallo!" Jawab Pak Anton. "Pak Anton, hari ini ada jadwal survey gedung ?" Tanya Naira dengan sopan.
"Survey? hari minggu?" Balas Pak Anton heran. "Kamu semangat sekali Naira. Hari Minggu masih memikirkan event. Tambah Pak Anton.
"Bukan pak, saya .." Dove mengambil ahli panggilan itu. "Pak, kami ingin yang terbaik untuk acara ulang tahun ini." Tegasnya.
Naira langsung memutuskan panggilan itu dan kembali ke rumahnya. Dove kembali mengirimkan voice massage untuk Naira apabila ia tidak ikut, dan gedung belum siap untuk digunakan latihan di hari Senin maka ia harus bertanggung jawab pada Pak Bondan (kepala sekolah) yang super killer.
Membayangkan Pak Bondan yang sedang memelintir kumisnya yang seperti pak raden saja sudah membuat bulu kuduknya merinding, apalagi jika dia harus berurusan dengan kemarahannya yang bisa membuatnya mimpi buruk selama 1 minggu lebih. Ia kembali berpikir dua kali untuk mencari masalah dengan guru matematika yang paling ditakuti itu. Di dalam mobil, Naira melihat Dove tersenyum kecil.
"Ok Lo menang! hari ini!" Kesal Naira dalam hati.
"Ini sekarang kamu hubungin orangnya untuk memberitahu kita mau ke sana." Pinta Dove memberikan kartu nama kepada Naira.
"Mereka belum dihubungin, ini bukan survey mendadakan??" Tanya Naira semakin kesal dan heran dengan tindakan Dove saat ini.
"Belum, makannya aku suruh kamu telepon" Balas Dove santai sambil menyalakan kunci mobilnya.
"Kak Dove!!!!!" Teriak Naira lalu melampiaskan kekesalannya. Ia memukul Dove dengan kedua tangannya dan tak sengaja kena lengan kirinya. Dengan cepat Dove meraih lengan Naira, "Naira! lebih baik kamu telepon mereka, jangan membuang tenaga kamu untuk sesuatu yang tidak penting! PAHAM!" Ucap Dove melepaskan genggamannya yang cukup kuat.
"Sakit tau!! Kak Doveee!!" Keluh Naira sambil memperlihatkan tangannya yang sakit pada Dove. "Nih liat merah!" Ia lalu menengadah kearah Dove sambil memberikan kode kearah ponsel Dove yang sedang mengisi baterai di dekat dasboard.
"Ngapain kamu? Punya ponsel sendiri kan?" Katanya membuat Naira semakin kesal.
Huuuuuu dasar pelit banget sih, nyebelin... nyebelin... sebut Naira dalam hatinya. Naira sangat kecewa dan benar-benar kesal hingga tak bisa berkata apa-apa dengan sikap Dove yang terus menguji kesabarannya.
"Kamu ada masalah apa sih sama aku?" Tanya Naira spontan namun Dove tak menggubrisnya. Dia kembali memanggil nama cowok itu.
"Menurut kamu?" Dove balik bertanya pada Naira.
"Kenapa kamu diam aja, saat aku tanya?" Tanya Dove lagi sambil mendekat kearah Naira hingga ia bisa mencium aroma parfum Dove yang lembut maskulin. Dove terus mendekat bahkan ia bisa merasakan sapuan dari beberapa helai rambut Naira. Ia lalu meletakkan tangannya di bahu kanan Naira. Ini membuat Naira mulai menunjukkan reaksi gugup yang tidak nyaman. Melihat tingkah Naira, ia semakin melancarkan aksinya. Ia semakin mendekat dan Naira bergerak mundur, "Kak Dove!" Ucap Naira pelan.
"Iya, kenapa Naira?" Balas Dove menggoda Naira. "Hmmm.. Kak.. Itu.." Naira berusaha mencari alasan sedangkan tangannya sibuk mencari tombol untuk menurunkan jok bangku miliknya.
Melihat tingkahnya, Dove menaikan salah satu sudut bibirnya, tersenyum kecil melihat Naira dan tangannya yang bergerak-gerak di samping jok bangkunya.
"Naira" Ucap Dove dengan sigap menangkap tangan cewek yang sedang panik dalam situasi ini. Ia kaget dan langsung berhadapan dengan kedua mata Dove, "Apa yang kamu cari?" Tanya Dove membuat jantung Naira kembali berdebar, merah dikedua pipinya, mulutnya diam seribu bahasa.
Ia mulai tegang dengan tingkah Dove yang membuat jantungnya berdebar kencang. OMG! Jangan sampai dia dengar detakkan jantungku yang semakin kencang.
"Kak Dove! Aku udah.." Ia bisa merasakan hembusan napas Dove di lehernya kirinya. Tubuh Naira semakin terdiam membeku, ia merasa geli saat rambut Dove tak sengaja bersentuhan dengan kulitnya. Naira hanya bisa melirik pada Dove lalu memejamkan matanya.
"Naira.. kamu" Ucap Dove di telinganya.
"Punya pulsa gak?" Tambah Dove lalu memasang seatbeltnya. Naira membuka matanya tersadar seatbeltnya sudah terpasang dengan rapi.
"Kenapa kamu? Aku gak punya waktu bermain-main sama kamu." Balas Dove atas pertanyaan awal Naira.
"Kak bisa gak sih berhenti mempermainkan perasaan aku!" Ucap Naira.
"Perasaan kamu? Naira, kapan aku ajak kamu bermain, kamu yang memulai bukan aku. Ingat Naira, kamu yang mulai!" Ucap Dove.
"Sekarang telepon mereka!" Pinta Dove yang tak diindahkan oleh Naira.
"Nai, masih ngerti bahasa Indonesia?" Tambah Dove lagi.
"Aku yang mulai... Kak Dove yang mulai waktu di Ruang Osis.. Kakak." Balas Naira.
"Naira, stop! Hubungi mereka sekarang! Jangan nangis!" Dove melemparkan ponselnya ke Naira, "Pake itu kalau kamu gak rela pulsa kamu dipakai!" Ucap Dove menghela napasnya, ia lalu mengambil air minum yang ada disampingnya. Ia melirik ke arah Naira yang tersedu-sedu sambil menekan angka di ponsel Dove.
"Tangan kamu sakit ya, masukin nomor ponsel lama banget! Sini mana nomornya!"
"Gak perlu!" Balas Naira jutek.
"Ya udah jangan lama-lama." Balas Dove sabar.
Naira menitikkan air matanya, Ia tidak mengerti mengapa Dove begitu membencinya padahal dia sudah minta maaf.
Satu hal yang dia sesali adalah membuat masalah dengan Dove sejak pertama kali menginjakan kakinya sebagai siswi angkatan baru di SMA Harapan.
Orang bilang dia baik. Baik dari mananya ??
Setelah 1 jam perjalanan akhirnya mereka sampai disebuah tempat yang letaknya dibawah jembatan. Disana penuh dengan anak-anak gelandangan dan pengamen yang menunggu kedatangannya.
"Ayo turun!" Ajak Dove
"Ngapain kesini ? Udah kotor dan jorok lagi!" Naira menolak untuk turun.
"Yasudah, aku turun seharusnya kamu suka aku ajak kesini." Ucap Dove turun sambil membawa kardus berisi hadiah dan mainan yang sudah dipersiapkannya.
"Anak-anak siapa yang mau main sepak bola!" Teriak Dove lalu melemparkan bola dan memainkannya bersama anak-anak gelandangan itu.
Mereka sangat bahagia, tak henti-hentinya Dove memberikan senyuman dan tawa yang belum pernah di lihat Naira. Senyuman yang damai dan tanpa beban. Tak lama ponsel Dove berbunyi, Diva meneleponnya.
"Diva, sepertinya nama itu tidak asing" Ucap Naira saat melihat nama itu.
"Ayo turun!!" Tia salah satu anak gelandangan itu mengetuk kaca jendela mobil dan mengajaknya untuk turun.
"Sorry, aku gak turun." Jawab Naira jijik dengan tempat itu. Maklum Naira adalah putri di keluarganya dia anak tunggal dan satu-satunya dari keluarga Senopradipta. Dove melihat ekspresi kecewa di muka Tia berlari mendekatinya lalu menggendongnya.
"Tia, kakak Naira-nya hari ini belum bisa turun dari mobil." Ucap Dove dengan penuh perhatian.
"Gimana, kalau hari ini main sama kakak aja." Ajaknya lagi untuk mengurangi kesedihan Tia.
Melihat Tia bersedih, anak yang lain berlari untuk mengepung mobil Dove. Mata mereka melotot kearah Naira, "Turun kak!" Teriak mereka kompak dan hal ini membuat Naira tak nyaman. Ia lalu menutup kaca jendela untuk menghindari anak-anak itu.
"Sudah anak-anak kita lanjutin mainnya yuk!!"
Naira memperhatikan Dove dari dalam mobil wajahnya, senyumnya, tawanya. Tak sadar ia ikut tersenyum melihat Dove tersenyum. Apalagi, ketika Dove membacakan buku dongeng untuk anak-anak disana. Ia ingin melihat Dove lebih dekat, dia akhirnya keluar dan berdiri di depan mobil sambil melipat tangannya di dada. Sesekali tatapan Naira tertangkap Dove yang sedang mengajar anak-anak itu.
"Bapak, Ibu, Adik-adik, hari ini kakak gak datang sendirian ada kakak cantik yang mau belajar juga sama kita!" Seru Dove tersenyum.
"Kakak itu ya kak?" Tanya salah satu adik kecil. "Neng, ayo sini. Belajar bareng kita" Ajak salah satu ibu dari anak yang juga ikut belajar bareng Dove.
"Tidak bu, saya disini aja". Ia menolak untuk mendekat, ia tidak terbiasa dengan keadaan lingkungan yang tidak pernah ada dibayangkannya.
Dove lalu menghampiri, dan mengandeng tangannya. "Ayo, Naira!" Tarik Dove namun Naira masih menolaknya.
"Kamu pergi sendiri aja, aku gak akan pernah mau bergaul sama mereka!" Ucap Naira kasar.
"Naira, kenapa sih kamu kayak gitu?" Dove sedih mendengarnya. Melihat penolakan itu Dove, akhirnya melepaskan tangan Naira dan menyuruhnya untuk tinggal di dalam mobil sampai ia selesai mengajar anak-anak. Saat Dove melepaskan tangannya, refleks Naira mengandeng lagi tangan Dove. "Do"
"Iya, Naira?" Naira kaget dengan perkataan Dove, ia pun kaget dengan apa yang dilakukan dan dikatakannya.
Tak biasanya aku memanggil namanya Do. Panggilan itu terlontar begitu saja dari diriku. Aku bahkan tak ingin melepaskan tangannya.Sedikit demi sedikit perasaan gusar itu muncul. Sepertinya, ia pernah mengalami situasi ini.
Aku tak tahu, mengapa aku merasakan perasaan ini. Aneh rasanya, saat mengandeng tangannya aku merasa aman namun ketika ia melepaskan genggaman ini dan menjauh dariku, aku merasa takut. Ucapannya menyuruhku untuk mengingat dirinya selalu terbayang-bayang di wajahku dan pikiranku. Tanpa aku sadari kedua kakiku selalu mengarah padanya dan membuatku selalu berjalan menujunya.
Dove melepaskan tangannya dari Naira dan kembali pada anak-anak.
"Aduh" Teriak Naira kesakitan. Naira terjatuh karena tersandung tali sepatunya yang lepas saat ingin mengejar Dove.
"Kamu! Kok bisa jatuh? Mana yang luka? Syukur kamu gak terluka" Tanya Dove bertubi-tubi, panik seakan-akan Naira mengalami kecelakaan besar.
"Aku cuman jatuh! Bukan kecelakaan!" Jawab Naira meledek.
"Stop! Naira bisa gak? Jangan melakukan hal bodoh yang bisa bikin luka!" Bentak Dove marah-marah. Ia lalu mengendong Naira untuk duduk di bangku kayu panjang di baris paling belakang.
"Tunggu sini jangan kemana-mana, aku mau ngajar dulu bentar." Dove berlari ke tempat anak-anak yang sudah menunggu untuk diajarkan olehnya. Dove bahagia, melihat senyum yang ada di wajah anak-anak maupun orang tua yang belajar dengannya.
"Kak, itu pacarnya ya?" Tanya salah satu anak yang menarik bajunya.
"Hi, Sasa" Dove memeluknya, "Buat kakak" Sasa memberikan sebuah gambar untuk Dove. "It's for me?"
"Iya, ini kakak Dove, Ini Kakak Cantik, Ini Sasa." Ia menjelaskan isi gambarnya.
"Wow, kenapa harus ada kakak cantik ditengah-tengah kita?" Balas Dove.
"Kakak cantik pacar Kakak." Balas Sasa.
"Pacar? Dove langsung menjawab dengan keras dan lantang katanya, "Gak mungkin cewek nyebelin jadi pacar kakak, dia bukan tipe kakak!" Secara lantang.
"Kamu masih kecil udah tahu kata-kata pacaran. Kamu lucu banget, minggu depan kita belajar lagi sama-sama. Kakak pulang dulu dan makasih untuk gambarnya." Dove kembali memeluknya.
"Ayo balik!" Ajak Dove dingin.
"Aku mana bisa jalan!" Naira mengeluh sambil memegang kakinya yang keseleo. Dove hanya melirik, "Bukan urusan aku" Jawab Dove ketus.
"Dasar trouble maker!!!" Teriak Naira, kalimat itu membuat Dove marah. Mukanya memerah pandangannya seperti orang yang hendak memakan orang lain, dia sangat marah. Dia berjalan menuju Naira, tangannya mengepal seperti siap meninju seseorang.
"Kamu bilang apa?" Bentak Dove, membuat Naira takut. Wajah mereka hanya terpaut 10 cm, ia bisa merasakan hembusan napas Dove yang marah padanya.
"Pem-bu-at o-nar" Jawab Naira terbata-bata, Dove semakin mendekat lalu mengendong Naira.
"Makannya sekarang kita cepat pergi ke gedung, selesaikan tugas kita, abis itu pulang, aku males lama-lama sama kamu! Dasar manja!"
"Kak Dove kita makan dulu ya?" Pinta Naira.
"Makan? Kamu masih bersedia ngabisin waktu lebih lama sama pembuat onar seperti saya!" Dove mengendong Naira dengan kedua tangannya.
"Sini bersihin dulu! kotor semua! Penuh tanah" Dove membersihkan celana Naira dengan tissue basa. Suasana menjadi romantis, Naira terus menatap Dove yang membersihkan celananya dari tanah dengan lembut dan perhatian. Dia tidak terlihat menyebalkan tapi terlihat seperti pangeran kuda putih yang membantu putri membersihkan dress nya.
Tiba-tiba sesuatu terbesit dalam pikirannya sebuah memori yang selalu membuat jantungnya berdebar untuk Dove. Didalam ingatan itu kedua tangan Dove berada di dikedua pinggangnya. Semakin ia mengingatnya semakin memerah kedua pipinya.
"Stop!" Naira menghempaskan tangan Dove.
"Kenapa Naira?" Dove heran.
Tiba-tiba, "Makanan khas kota Jakarta, Kerak Telor, Bir Pletok, makanan khas Yogyakarta Gudeg, makanan khas Surabaya lontong balap, makanan khas Korea Jajangmyeon, Kimchi, makanan khas Thailand Tom Yum, makanan kha.." Dove menutup mulutnya, jantung Naira semakin berdetak lebih cepat. Dove merasa bingung dengan apa yang terjadi dengan Naira.
"Kamu kenapa? Kamu lapar banget?" Tanya Dove.
"Gak kok, cuman.." mulut Naira kaku saat Dove kembali mengelap bekas kotoran yang ada di pipinya, jantungnya kembali berdetak cepat.
"Ngapain ngeliatin, katanya gw trouble maker, tapi mau ditolong gak takut sial!" Ceplos Dove meledek pada Naira. Naira yang mulai melunak kembali dibuat sebal oleh Dove.
Naira mengambil tissue basah dari tangan Dove lalu mengelap mukanya, "Oh iya, kalau makanan khas orang papua apa?" Ledek Dove membuat Naira tambah kesal.
"Kamu sering kesini?" Tanya Naira spontan. Dove menghentikan langkahnya, ekspresinya sedih matanya mulai berkaca, ia melirik pada Naira.
"Pernah, sama pacar aku."Jawabnya parau.
Gedung Kesenian dan Pesta
Di dalam ruang Gedung Kesenian, Dove masih saja mengerjai Naira. Dia membuat presentasi dadakan. Naira yang tidak mempersiapkan apapun harus menahan malu akibat Dove. Naira menangis, dan hal ini Dove sukses mengerjai Naira dan ingin melakukannya terus. Selanjutnya ia sengaja membuat Naira sebagai penanggung jawab dekor, sehingga membuatnya harus terus berada di lapangan saat proses dekorasi berlangsung bahkan hari ditetapkan setiap jumat, sabtu dan minggu.
Dihari libur, dimana dia berjanji pada Aldo untuk merayakan hari penting dalam hidup Aldo.
"Kak, kenapa harus hari libur, kenapa harus kerja? Waktunya pergi, main-main sama temen." Keluh Naira kesal sampai ia menangis dan hal itu tidak membuat Dove berubah.
"Bukan urusan aku!" Jawab Dove santai.
"Kak.. Dov!!" Teriak naira.
Sebelum menyelesaikan kalimatnya, Dove lalu menarik tangan Naira kearahnya membuat cewek berambut coklat curly dengan tinggi 158 cm itu takut, mata lelaki itu kesal. Ia mencoba menghindari tatapan itu, kakinya mulai melangkah mundur namun Dove menariknya lagi lebih dekat dari sebelumnya. Dove menunjuk dokumen yang tadi dibacakan Naira didepan team dekor, "Tadi kamu sendiri yang ngomong! Bukan aku! Jadi lakukan tugas kamu! Paham!" Dove lalu meninggalkan Naira.
Mata Naira sudah mulai berkaca, "Kalau Aldo ultah atau gak, itu bukan urusan aku, ngerti!!" Tambahnya lagi membuat air mata Naira menumpuk di sudut matanya. Mengapa aku harus terjebak bersama dia. Kenapa sih bukan cewek lain dan kenapa gw? Aku tak bisa menghentikan tangisanku, apa yang harus aku lakukan, aku sudah berjanji pada Aldo?
"Mau makan dimana? udah jangan nangis, atau gw turunin nih dipinggir jalan!" Ucap Dove
"Dimana aja boleh" Jawab Naira
Sekolah
Mereka berhenti didepan sebuah depot makanan yang rame pengunjung yang menganti dari depan pintu masuk sampai ke lahan parkir mobil.
"Rame banget" Seru Naira.
"Udah tenang aja!" Dove mengandeng tangan Naira melewati orang-orang yang mengantri dan masuk tanpa menuliskan nama di list antrian.
Restauran Chinese food, dekorasinya sangat menawan dengan tanaman bambu mengelilingi gedung. Mereka duduk di bangku paling istimewa dan membuat semua iri melihatnya. Dove memesan 8 menu sekaligus, mulai dari menu pembuka hingga penutup.
"Ini banyak banget, yakin habis?" Tanya naira
"Udah makan, makan kamu perlu banyak asupan untuk sehat?" Jawab Dove lalu mulai mengambil makanannya satu per satu.
"Eh, aku ke toilet dulu ya" Ucap Naira lalu pergi ke toilet membawa tasnya.
Dasar cowok aneh, nyebelin, tapi gak papa deh karena hari dia yang bayarin semuanya, lumayan makan di restauran kayak gini seru Naira dalam hati sambil sedikit memuji Dove yang menurutnya baik mentraktirnya.
Saat kembali ke meja, bertapa kagetnya saat dia menemukan catatan dari Dove yang menyuruhnya pulang naik taksi karena dia ada urusan mendadak dan meninggalkannya sendirian, dan selembar kertas bertuliskan nota dengan total yang harus dibayarkan mencapai setengah dari uang jajannya perbulan.
Naira duduk di halte sambil melihat dompetnya yang kosong, tak sepeserpun uang yang tersisa bahkan uang koin sekalipun. Dia ingat jika semua uang yang ada di dompetnya sudah dibayarkan ke restauran itu termasuk uang receh yang tersisa.
"Dove dasar cowok nyebelin!! trouble maker!! Aku benci kamu!!" Teriaknya.
"Auuuu!!" Rintihnya, seseorang tak sengaja melemparkan kaleng minuman bersoda kosong padanya, sambil mengusap kepalanya, air matanya mulai menetes menutup harinya.
Dove kenapa kamu ngelakuin ini sama aku? Apa salah aku? Aku memang salah membuat mu marah tapi bukankah aku sudah minta maaf.
Nasya menarikku masuk kedalam toilet. Ia terlihat panik sambil membetulkan kaca mata merah, membereskan seragamnya rok. Ia terus mondar mandir di depan Naira.
"Apa yang lo lakuin barusan?" tanyanya panik.
"Apa? gw cuman kasi pelajaran sama tuh kakak kelas resek yang bikin gw malu, Nasya!" Jawab Naira santai.
"Cuman.. lo itu" belum selesai Nasya berbicara seseorang dengan nada sombong dan resek datang dan menghampiri kami.
Pakaiannya sangat pendek untuk seumurannya, kaos kakinya panjang hingga menutupi lututnya, ditangannya memegang kipas sedangkan disebelah kanan dan kirinya terdapat cewek-cewek yang gayanya hampir serupa dengannya. Mendekat padaku lalu mendorongku dan nasya hingga menempel di dinding. Di buangnya permen karet di mulutnya ke tempat sampah persis di samping kakiku. Dimainkannya rambutku lalu mendorongku lagi hingga menempel pada dinding.
"Hey, lo baru aja melakukan kesalahan besar!" Ucapnya senang serasa diriku baru saja masuk ke kandang singa.
"Dove itu gak pernah marah, tapi kalau sekalinya marah, lo gak akan lepas dari dia, besok lo check aja di loker, pasti ada hadiah dari shot genk" Ucapnya tertawa bahagia seperti melihat musuh yang sudah kalah telak.
"Gw gak takut!" Balas ku berani sementara Nasya terus mencolek memberi tanda untuk berhati-hati dengan ucapan ku.
"Siapa lo? Silla? Gak kenal gw? Tunggu, shot genk? siapa tuh? Gw gak peduli!" Balasku semakin berani.
"Gw Silla dan ini temen gw!" Ucapnya memperkenalkan dirinya dan teman-temannya yang centil.
"Shot genk itu, kelompoknya Dove, isinya Robert, Chua, Sinta, Wira dan itu satu lagi Dion. Dion terkenal sebagai pembuat onar di sekolah. Diantara mereka, Dove yang paling sabar dan baik" Ucap mereka centil.
"Terus masalah lo apa?" Teriak Naira jutek dan galak.
"Eh, lo udah main-main sama cowok gw!" Ucap Silla memainkan rambutnya.
"Kalau udah marah, Dove bisa jadi yang paling nakutin dan nyebelin sedunia!" Ucap salah satu temannya lalu pergi meninggalkan kami dengan wajah mereka yang bahagia namun tengil.
"Aduh, lo kenapa sih bikin masalah lagi Naira!" Nasya marah padaku.
"Apaan sih, sama dia doang kok!!!" Naira masih ngeyel.
Keesokkannya, saat naira masuk sekolah dan keadaan mulai berubah. Semua memandangnya aneh lalu mulai berbisik membicarakannya. Naira masuk ke kelasnya dan duduk di bangkunya untuk menyenderkan badannya.
Anak-anak itu melihatku dengan ekspresi yang kasihan, ada juga yang tersenyum nyinyir seperti ingin memakanku. Aku rasa ada sesuatu yang menempel di bajuku, apa ini? anak baru pembuat onar, gak tahu terima kasih!
"Hahaha, dasar anak baru gak tahu terima kasih!" Teriak semuanya.
Naira malu dan berlari ke lokernya. Kaget dan tak percaya dengan apa yang dilihatnya, tangannya gemetar melihat tanda green light itu ada di dalam lokernya. Naira berlari ke kantin, terus berlari hingga sepatunya terlepas. Di sepanjang jalan orang terus menertawainya, banyak selebaran menampilkan wajahnya dan bertuliskan sasaran baru, let's go!
Ada yang melemparinya dengan tepung hingga membuatnya batuk-batuk. Memvideokan dan memasukkannya ke sosial media. Naira malu dan marah, ia mencari keberadaan Dove namun dia tidak menemukannya. Hanya teman-temannya yang sedang tertawa terbahak-bahak sambil melihat padanya.
"aduh, sakit!" Keluh Naira setelah kepalanya menabrak seseorang, tiba-tiba orang itu jongkok dan memakaikan sepatunya. Cowok dengan berpakaian rapi, sepatu dan jam branded berada di seluruh tubuhnya.
Dia adalah Dove cowok yang dicarinya.
Tanpa bilang terima kasih, ia langsung melemparkan kertas itu lalu menampar Dove, beruntung ia menangkisnya dengan cepat. Mereka menjadi tontonan satu sekolah.
"Kamu bener-bener keterlaluan ya! Maksudnya apa sih?" Teriak Naira.
Dove membuka tulisan itu lalu tersenyum kecil, "kamu tuh emang cewek bermasalah ya, sama kayak yang ditulis!" Dove lalu melemparkan kembali kertas itu pada Naira. Tak habis pikir, dia langsung menarik tangan kiri Dove yang langsung membuatnya merintih, "Mau kamu tuh apa?" Teriaknya pada Naira.
"Minta maaf!" Seru Naira.
"Buat apa? Untuk ini?" Dove menunjuk kertas yang tadi di berikan Naira.
"Cewek bermasalah! Lo pikir! lo itu penting sampai gw harus membuang-buang waktu untuk hal basi kayak gini!"
"Kalau kamu mau cari sensasi seperti adik kelas yang sok-sok cari perhatian! Maaf! lo salah orang!" Dan satu lagi! Ini bukan tulisan aku!" Bentak Dove sambil memperlihatkan tulisan di bukunya. "Sama gak?" Dove meminta Naira untuk membandingkannya. Kedua tulisan itu memang sangat berbeda, tulisan asli Dove sangat rapi.
"Dasar!! lo kakak kelas resek yang pernah ada! I HATE YOU!" Teriak Naira membuat Dove menjadi emosi.
"Ok! Gak masalah! kalau itu mau kamu tapi menyingkir dari hadapan aku sekarang, mata sakit liat lo!" Dove mendorongku setelah mengatakan itu dan melempar kertas ke tong sampah. Aku shock mendengarnya dengan kasar mengambil buku dari tanganku.
"Dasar tidak bertanggung jawab!" Ia pergi meninggalkanku.
Aku sadar, aku baru saja melakukan tindakan yang tidak bertanggung jawab. Sekarang! aku dalam masalah besar, aku baru masuk! Semua menatapku.
"Maaf! sorry!" Teriak Naira namun Dove tak menghiraukannya lalu berkumpul dengan kelompoknya. Terlihat Dion yang asik berbincang dengan Dove sambil melirik ke arahku seperti menemukan sasaran baru sebagai musuhnya.
Mengingat peristiwa itu, membuat Naira menyesal melakukan itu pada Dove. Dia menangis dalam perjalanan pulang di dalam bus sendirian. Bahkan mengingat pertemuan awalnya dengan Dove benar-benar membuatnya menyesal tapi lebih dari itu dia merasa dadanya sakit saat Dove membentaknya dan meninggalkannya.
Maaf ... masihkan ada kesempatan itu?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments