Emilia tersadar begitu laki laki kurang ajar yang berada di atas tubuhnya dan sudah mencium bibir mahalnya bergerak menjauh. Tanpa pikir panjang, sebelah kakinya yang masih dibaluti stoking dan dihiasi heels menendang ke arah laki laki itu. Arahnya sangat jelas, ke senjata perkembangbiakan laki laki itu biar jadi ngga bisa berfungsi.
"Ups," ejek laki laki itu karena berhasil menghindar. Laki laki itu melebarkan bibirnya dan memperdengarkan tawa yang paling menyebalkan di kuping Emilia.
"Sabar, nona. Underwear mu mengintip," bisiknya di telinga Emila ketika Emilia masih akan mengangkat kakinya.
"Hitam," bisik Arjuna nakal masih di dekat kuping Emilia. Nafas hangatnya yang beberapa kali terhembus tanpa disadarinya membuat Emilia merinding.
Emilia tersadar. Dia mengenakan rok mini, dan di depannya banyak orang yang memperhatikannya dengan berbagai tatapan. Ada yang kasian, tapi banyak juga yang menatap bagian intimnya dengan nakal.
Dengan cepat Emilia menutup rapat kedua kakinya yang tadi sempat terbuka lebar dan bangkit. Wajahnya memerah karena malu yang teramat sangat. Untung ngga ada yang ada yang memfoto bahkan memvideokannya. Kalo viral, dia bakal dikirim lagi ke luar negeri dan terpaksa harus menjadi anak manis lagi. Hidup tanpa kebebasan.
Tapi denyutan sangat menyakitkan terasa di pergelangan kaki sebelah kirinya. Dia terkilir. Wajah Emilia meringis. Sumpah Zeta terkabul dalam waktu sangat singkat. Untung dia ngga dikutuk jadi batu.
Emilia lagi lagi sangat terkejut karena merasa bawah lutut dan bahunya disentuh tangan hangat yang kekar.
"Kamu mau apa?" kaget Emilia yang merasa takut tubuhnya terangkat tinggi. Laki laki itu yang melakukannya. Emilia sungguh takut, apa laki laki ini akan membalasnya sekarang? Dia takut kalo dijatuhkan secara tiba tiba. Emilia teringat ketika laki laki itu jatuh terjengkang karena ulahnya.
Tangan Emilia terulur begitu saja memeluk leher laki laki itu. Keduanya saling bertatapan. Tapi Emilia hanya dapat melihat sorot dingin yang terpancar di mata laki laki itu.
"Juna," panggil Galih tambah kaget melihat apa yang dilakukan Arjuna. Tadi dia berhasil menghindar tabrakan bersama papinya yang merupakan pengacara keluarga Arjuna. Menejer juga ngga apa apa. Hanya beberapa staf dan pengunjung yang berada di dekat mereka yang jatuh.
Gimana Galih ngga bertambah kaget saat melihat gadis penyebab kehebohan yang berada dalam gendongan Arjuna. Si gadis yang berani cari mati di bandara ternyata.
Menejer hotel dan beberapa pegawainya bersama pengacara juga menatap Arjuna takjub. Laki laki yang sangat jarang memperhatikan perempuan bisa biersikap sangat gentle. Para pengunjung pun sama menatap ke arah Emilia antara kagum dan iri.
Arjuna membawa Emilia ke arah kursi kursi beton yang kosong. Dia pun mendudukkan gadis itu di sana.
"Emil, kamu ngga pa pa?" seru Maria dan Zeta bersamaan. Mereka sedang mencari Emilia setelah selesai dengan flying foxnya. Ketiganya heran melihat kerumunan di arena skateboard.
"Apa Emil jatuh?" cetus Arinka yang sudah dari awal khawatir akan kenekatan sepupunya.
"Mungkin," balas Zeta dengan hati berdebar. Dia ingat ucapannya yang menyunpahi sepupunya.
Semoga ngga terkabul, do'anya penuh harap.
"Kita ke sana," kata Maria sambil berjalan cepat ke arah kerumunan itu.
Semoga Emil ngga apa apa, do'anya khawatir.
Ketiganya sempat terpaku melihat sepupu mereka yang berada dalam gendongan seorang laki laki yang sangat tampan.
"Tampannya," guman Maria tanpa sadar.
"Iya," balas Zeta yang juga mengamati lekat laki laki itu. Ikut terpesona bersama Maria.
Arinka menatap laki laki itu dengan pikiran yang berbeda. Dia seperti pernah melihatnya. Seakan pernah mengenal laki laki itu. Tapi lupa. Siapa dan dimana pernah bertemu.
Dia pun akhirnya menyusul kedua sepupunya menuju ke arah laki laki tampan itu mendudukkan sepupunya.yang terlihat meringis menahan sakit.
Emilia menatap lekat laki laki itu yang kini melepaskan heelsnya. Wajahnya memerah diperlakukan bak tuan putri. Antara malu dan senang. Kulitnya bagai kesetrum ketika bersentuhan dengan tangan laki laki tanpan itu yang dengan lembut melepas tali tali heelsnya. Laki laki yang sudah mencium bibirnya.
"Kakimu terkilir. Hanya gadis yang berpikiran pendek menaiki skateboard menggunakan sepatu dengan hak setinggi ini."
Emilia yang awalnya terpesona mendadak jadi kesal mendengar kata kata pedas laki laki yang tadinya dia mengira adalah ksatria berkudanya, tapi nyatanya adalah iblis berwajah manusia.
"Benar, dia memang suka nekat," timpal Maria yang kini duduk di dekat Emilia dan mengambil heels yang diberikan laki laki tampan itu.
Emilia melirik Maria kesal. Harusnya sepupunya mamaki laki laki bermulut pedas di depannya. Bukannya malah ikut menjatuhkannya.
"Aku akan belikan kamu sandal jepit," kata Zeta berbalik hendak pergi.
"Ngga perlu nona. Staf saya sudah membelikannya," tahan Arjuna membuat langkah Zeta terhenti. Saat menggendong Emilia, Arjuna sudah memerintahkan stafnya membelikan sandal jepit.
"Terimakasih," jawab Zeta tulus. Jantungnya berdebar. Rasanya ingin sekali berada di posisi Emilia.
"Ehem..... Terimakasih karena sudah membantu sepupu saya," ucap Arinka ketika keterdiaman mengungkung mereka.
"Sama sama," ucap Arjuna sambil menyerahkan sebelah heelsnya lagi pada Maria. Laki laki itu pun berdiri dan menepuk nepuk jas bagian bawahnya yang terkena tanah beberapa kali.
"Saya rasa kalian bisa mengurus sepupu kalian. Saya harus pergi," kata Arjuna begitu melihat stafnya datang sambil membawa kantong plastik.
"Terimakasih sekali lagi," kata Arinka sambil menerima uluran kantong plastik dari staf laki laki itu.
Tanpa menjawab, Arjuna berbalik pergi diikuti Galih, pengacara, menejer hotel dan staf lainnya. Kerumunan pun mulai membubarkan dirinya.
"Mimpi apa kamu Emilia, bertemu laki laki setampan itu," tukas Maria dengan senyum lebar di bibirnya. Dia pun merangkul sepupunya.
"Kamu ngga apa apa, kan? Hanya terkilir?" tanyanya masih cemas..
"Terkilir dikit aja," balas Emilia berusaha menahan sakit di kakinya.
"Belum juga setengah hari, lo udah digendong laki laki tampan," dengus Zeta sambil menggelengkan kepalanya.
"Ya, malah belum se jam sumpah lo sangat manjur," sarkas Emilia diikuti tawa terkikik ketiga sepupunya.
"Makanya turutin sumpahku sebelum jadi azab buat lo," ledek Zeta tanpa merasa bersalah. Dia pun tertawa antara kasian dan senang melihat penderitaan sepupunya.
"Lo, sih, ngga bisa dibilangin, Mil," ejek Arinka sambil mengeluarkan sandal jepit ceper bermotif polkadot hitam putih dari kantong plastik.
"Selera stafnya boleh juga," puji Arinka sambil mengulurkan sandal jepit itu pada Emilia yang menerimanya masih dengan wajah cemberut.
Jujur, jantung, Emilia masih berdebar kencang. Perlakuan lembut laki laki tadi masih terbayang bayang di pelupuk matanya. Juga kecupannya.
Gila!
Emilia mengalihkan pandangannya pada punggung laki laki itu bersama rombongannya yang sudah menjauh.
Laki laki itu bisa saja dapat poin sempurna, tapi tidak dengan kata kata pedasnya, batinnya mengingatkan.
Emilia merasa aneh, dia merasa jengkel sekaligus senang.
*Nggak boleh! Gila! Dia ngga mau memiliki kekasih bermulut pedas.
WHAT*?
Emilia tersedak dengan pikirannya sendiri.
"Cie cieee.... ada yang tersipu sipu," ledek Maria sambil mentowel bahunya yang terbuka.
"Cieee...." sambung Zeta dan Arinka terkikik, ikut menggodanya.
"Amit amit," sangkalnya dengan wajah galaknya yang dia yakin terkesan dipaksakan. Ketiga sepupunya tambah terkikik melihat Emilia yang salah tingkah.
"Bantu gue berjalan," titahnya sambil bangkit berdiri dengan menahan sakit.
"Siapa ndoroo," bagai koor ketiga sepupunya menyahutinya kemudian terkikik lagi.
Emilia hanya bisa menatap kesal ketiga sepupunya. Belum lagi ada beberapa pengunjung yang masih menatapnya, membuatnya tambah risih dan ingin cepat cepat pergi dari resto jahanam ini.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 97 Episodes
Comments
Sri Widjiastuti
ngapain jg g pake mini leging
2023-10-16
1
Elisabeth Ratna Susanti
keren 😍
2022-08-12
1
🍁 Fidh 🍁☘☘☘☘☘
q jg ikut senyum2 ndiri ..
2022-08-10
1