03 : Dewa Kebucinan

Dewa Adrian Nichole. Putra bungsu Maxime Nichole dan Nayra itu baru saja pindah ke Bandung. Dewa awalnya menolak saat orang tuanya mengajaknya pindah. Tapi berhubung ini adalah keinginan mommy-nya, Dewa terpaksa mengiyakannya.

Nayra bersedih, karena kepergian uncle-nya yang memilih tinggal di Italia bersama anak dan istrinya. Nayra ingin mencari suasana baru,  sehingga ia memutuskan untuk pindah ke Bandung.

"Huh. Apa bagusnya di sini? Lebih enak di Jakarta." Dewa sedang duduk-duduk di bawah pohon yang berada di belakang rumahnya sendirian. Tiba-tiba ia mendengar suara dari atas pohon.

"Duh, siapa aja tolongin Mala dong!"

Dewa terkejut dan langsung mendongakkan kepalanya. "Astaga. Siapa kamu?" Seorang cewek kira-kira masih seusia anak SMP. Pendek, kecil, manis juga sih, batin Dewa.

"Ih, Kakak, jangan ngeliat ke atas. Aku pake rok. Kakak mau ngintipin Mala ya!" Gadis itu melebarkan matanya.

"Dih, kecil-kecil galak! Siapa juga yang ngintipin kamu!"

Dewa melihat ke atas lagi, memang benar gadis kecil itu tidak mengenakan celana dalaman selain underwear berwarna merah muda yang terlihat oleh Dewa.

"Tuh kan, Kakak ngintip! Aku adukan Bunda nih! Bundaaaaaaa...."

"Eh eh siapa yang ngintip! Kamu ngapain teriak-teriak!"

"Ayaahh Bundaaaa... Mala di intipin kakak mesum nih!"

Dewa semakin panik. Bagaimana kalau orang-orang datang dan mengira yang tidak-tidak, batinnya.

"Kamu bisa nggak sih jangan teriak gitu!" tekan Dewa.

Gadis itu masih berteriak memanggil orang tuanya, tapi karena terlalu bersemangat sampai-sampai ia tergelincir. Dewa panik saat melihat gadis itu akan jatuh ke arahnya yang tepat berada di bawahnya. Untung saja tangannya reflek menangkap tubuh gadis itu.

Keduanya pun saling menatap, Dewa memaku melihat kedua mata bening di pelukannya sekarang. Gadis itu juga tertegun, agaknya dia terpesona karena ketampanan Dewa.

Gadis itu telihat meneguk ludah. Dewa masih bergeming memperhatikan seksama wajah gadis dihadapannya.

"Kakak nolongin Mala. Kakak malaikat penolong Mala." Gadis itu bukan hanya memandangi wajah Dewa, kali ini bahkan memuji Dewa. Padahal sedetik sebelumnya gadis itu sempat menuduh Dewa kakak yang mesum. Tidak ingatkah dia?

"Kamu ngapain sih, turun ih. Berat tau!" Dewa menurunkan gadis itu. "Kamu bilang apa? Malaikat? Kamu tuh kebanyakan baca novel romantis yah. Mana ada malaikat di siang bolong. Kamu ngapain naik-naik pohon udah kayak ..."

"Kayak apa?" Sengit Mala.

"Kayak monyet cantik," jawab Dewa asal.

Gadis itu malah tertawa. "Ih, aku dibilang cantik, makasih yah." Senyumannya sekarang ini malah membuat Dewa terperanjat, tapi secepatnya Dewa menggelengkan kepalanya.

"Kamu ngapain naik pohon?" tanya Dewa.

"Ini," jawab gadis itu menyerahkan sebuah kertas origami berbentuk pesawat terbang. "Nyangkut tadi, temenku iseng banget, dia naruh di atas pohon dan bilang kalau aku mau aku harus ambil. Aku harus manjat."

"Terus kamu mau? Cuma untuk kertas kayak gituan doang?" balas Dewa heran.

"Ini bukan sekedar kertas. Ini di dalamnya ada surat cinta, mau tahu nggak?"

"Surat cinta? Buat kamu?"

Gadis itu menggeleng. "Buat Kak Jesslyn."

"Siapa dia?"

"Kakak aku," jawab gadis itu.

"Oh."

Gadis itu tampak sendu. Dewa menjadi heran, kenapa gadis kecil itu malah sedih.

"Kamu kenapa? Kok kayak sedih?"

"Mala kangen kak Jesslyn."

"Kak Jesslyn?"

"Iya, aku kangen Kakak aku," jawab gadis itu yang akhirnya menangis. "Kakak aku yang udah meninggal."

Dewa terkejut. Pantas saja dia sedih, batin Dewa.

"Jangan nangis, doakan aja supaya Kak Jesslyn di sana bahagia."

Entahlah, kenapa juga Dewa malah menemani gadis itu, gadis ceroboh yang begitu rusuh tadi. Tapi melihat gadis itu murung membuat sisi sensitif Dewa muncul begitu saja.

"Makasih yah, boleh nggak aku kenalan sama Kakak, siapa nama Kakak?"

Sambil mengulurkan tangan dengan senyuman tipis nan manis. Dewa membalasnya dengan senyum samar.

"Dewa." Lalu ia meraih tangan kecil di depannya. "Kamu siapa?"

"Kak Dewa, beneran kan dari namanya aja udah kayak malaikat, dewa penolong Mala." Mala masih menampakkan senyuman cerianya, dan masih menganggap Dewa sebagai malaikat penolongnya.

"Oh nama kamu Mala?"

Gadis itu mengangguk. "Nirmala Cheryl Lesmana."

"Hm, nama yang bagus," angguk Dewa.

Sejak saat itu Dewa dan Mala menjadi semakin akrab. Kepribadian Mala yang ceria, terlebih mereka itu ternyata adalah tetangga. Sebab itulah Mala dan Dewa kian akrab, sampai orang tua mereka pun saling dekat seperti satu keluarga.

Dewa selalu ada di sisi Mala, gadis itu juga tidak bisa jauh dari Dewa. Padahal sebelumnya Mala sempat menjadi gadis pemurung, setelah kehilangan kakak perempuannya yang meninggal disebabkan kanker darah. Mala yang ceria pun kini kembali lagi. Itu semua karena bertemu dengan Dewa.

...******...

"Dewa, bangun Sayang." Nayra mengetuk pintu kamar anak laki-laki nya itu.

"Iya, Mam." Padahal dia masih mengantuk, tapi suara ketukan pintu membuatnya mau tidak mau harus bangun.

"Ada apa Mam?" Dewa masih menguap, sambil menggaruk kepalanya.

"Cepetan mandi, ganti baju yang rapih. Ada Mala, dia ngambek tuh, mana nangis-nangis."

"Hah? Mala kenapa?" tanya Dewa yang langsung segar seketika.

"Mami nggak tahu, kamu mandi aja buruan terus temuin dia, ada di ruang tv."

"Oke deh, Dewa mandi sekarang Mam."

Nayra kembali menghampiri Mala yang masih menangis. "Sayang, jangan nangis lagi ya. Dewa udah Tante panggilin. Dia lagi mandi, sebentar lagi juga turun kok."

"Iya Tante, makasih yah." Mala mengusap air matanya.

"Emangnya Mala kenapa sih nangis?" tanya Nayra sambil mengusap pipi Mala. "Tuh, cantiknya nanti ilang loh kalau nangis terus. Cup cup," hiburnya.

"Kak Dewa jahat, Tante." Mala masih sesenggukan.

"Jahat? Dia bikin kesalahan apa? Coba deh Mala cerita sama Tante." Nayra bersyukur Maxime sudah berangkat ke kantor, kalau tidak suaminya itu pasti akan memarahi Dewa setelah tahu kalau Mala sampai menangis seperti ini karena Dewa.

"Kak Dewa semalam ninggalin Mala. Padahal kan Mala sendirian," ucap Mala.

"Maksudnya ninggalin Mala tidur di kamar Mala?"

Mala mengangguk. "Iya, pas Mala bangun tuh Kak Dewa nggak ada. Mala tanya bibi katanya Kak Dewa semalam langsung pulang setelah Mala tidur," tangis Mala pecah lagi, kali ini bahkan suara tangisnya sampai terdengar oleh Dewa yang baru turun dari kamarnya.

"Mala, kamu kenapa, hei?" tanya Dewa panik. "Mam, Mala kenapa?"

Nayra mengusap wajahnya. Ia sekarang paham kenapa Mala menangis seperti itu. Padahal sudah seharusnya Dewa pulang ke rumah semalam, mana mungkin juga Dewa ikut tidur satu kamar dengan Mala, pikir Nayra.

"Mala Sayang, udah ada Dewa. Kamu langsung aja kasih tahu Dewa yah. Cup cup jangan nangis, Tante mau lanjutin masak dulu, oke Sayang."

Mala mengangguk, lalu menajamkan matanya pada Dewa.

Nayra menahan tawanya, menurutnya tingkah Mala sangat menggemaskan. Padahal tadi dia sempat berpikiran kalau Dewa bertindak jahat, rupanya sebaliknya.

"Mala, kamu kenapa? Duh, sayangnya Kakak kok nangis sih," ucap Dewa sambil menghapus air mata Mala.

"Kakak bohong, Kakak nggak sayang sama Mala!"

"Loh, kok Mala bilang gitu? Kakak salah apa?"

Mala memanyunkan bibirnya. "Kak Dewa nggak sadar kesalahan Kakak?" Mata bulat Mala berkaca-kaca, dia menangis sungguhan.

Dewa terdiam, lalu menggeleng. "Emangnya Kakak buat salah sama Mala?"

"Kakak jahat! Mala marah sama Kakak!" tekan gadis itu yang langsung beranjak dari duduknya.

Dewa menarik tangan Mala, lalu berdiri. "Gimana Kakak bisa tahu salah Kakak, coba Mala kasih tahu Kakak, dimana salah Kakak?"

Mala menatap Dewa masih dengan tatapan kesal. "Semalam kenapa Kakak ninggalin Mala? Kan Kakak bilang mau nemenin Mala!"

Dewa kaget sambil menghela napas panjang. "Ya ampun Sayang, jadi karena itu Mala marah sama Kakak?" Padahal memang sudah seharusnya begitu. Hanya saja Dewa lupa, kalau pasti Mala akan komplain karena tidak menemukan dia di sebelahnya saat bangun.

"Terus menurut Kakak itu bukan kesalahan?" tanya Mala balik.

"Ya Tuhan, Sayangku, manis ku, permata hatiku. Mala ku tercinta, Kakak bukannya jahat. Tapi itu demi kebaikan Mala, ngerti nggak?"

Mala menggeleng. "Nggak ngerti, demi kebaikan apa?"

"Sini sini, Mala duduk dulu," titah Dewa menepuk pahanya.

Mala pun duduk di pangkuan Dewa.

"Mala, inget nggak waktu Daddy bilang kita nggak boleh berduaan dalam satu kamar?"

Mala mengangguk. "Iyah, emang kenapa?"

"Nah, semalam tuh hampir aja Kakak berbuat jahat sama Mala, karena Mala terus memancing iman Kakak yang tipis, tipis banget."

Mala masih tidak paham dengan kata-kata Dewa. "Gimana gimana."

Dewa tersenyum, berusaha sabar menghadapi Mala yang terlalu polos, seperti kertas putih, meski kadang-kadang Mala juga terlihat seperti setan kecil, iblis penggoda iman Dewa.

"Mala cantik."

Mala bingung, kenapa Dewa malah memujinya cantik. "Kok malah bilang Mala cantik?" 

"Hm, Mala cantik, kalau deket-deket Mala tuh apalagi kalau di dalam kamar, berduaan. Kak Dewa pengennya cium Mala, terus peluk Mala, terus melakukan hal yang lain-lain. Yang bikin Daddy marah dan menghukum Kakak kayak waktu itu, Mala ingat, kan?"

Mala tertunduk. Ia akhirnya paham maksud Dewa.

"Tapi, Mala nggak keberatan kalau Kak dewa ngapa-ngapain Mala, bagi Mala itu bukan kejahatan, Kak Dewa nggak jahatin Mala," kata Mala dengan polosnya.

Sabar Dewa, tahan Dewa. Nirmala ibarat malaikat tanpa dosa, sedangkan kamu manusia yang dipenuhi dosa dan kesalahan. Sabar, tahan, jangan tergoda.

Dewa mencium pipi Mala, lalu tersenyum lagi. "Kak Dewa juga maunya ngapa-ngapain sama Mala, tapi belum boleh. Jadi jangan diperdebatkan lagi ya, sekarang kesayangan Kakak ini jadi nggak ke bioskop? Katanya mau nonton?"

Mala langsung tersenyum dan menganggukkan kepalanya dengan penuh semangat. "Jadi. Mala mau nonton berdua sama Kakak," ucapnya sambil melesakkan wajahnya ke leher Dewa.

Sumpah demi apapun, berada di dekat Mala seperti sekarang adalah godaan terberat bagi seorang Dewa Adrian Nichole, cowok paling tampan satu kampus yang digilai banyak cewek populer.

"Oke, kalau gitu Kakak ganti baju dulu yah."

Mala menggelengkan kepalanya. "Nanti dulu, aku punya permintaan lagi."

"Hm, permintaan apa?"

Mala tercengir. "Pakai jaket couple yang waktu itu Mala kasih buat Kakak, please..."

Dewa menepuk keningnya. Kalau saja jika bukan karena terlampau sayang, mana mungkin Dewa mau memakainya. Jaket berwarna merah muda dengan tulisan ala-ala pasangan alay. OMG Dewa ingin menangis sekarang.

"Sayangku, jaketnya kayaknya ketinggalan di rumah temen deh."

"Ih, kok bisa? Ngapain Kakak bawa ke rumah temen sih?"

Melihat raut wajah Mala, Dewa sudah tahu kalau gadis kecilnya itu akan kembali merajuk.

"Eh eh, tapi Kakak cek dulu di lemari yah."

"Ya udah cepet, aku kan udah bawa jaketnya, kita harus pake barengan."

Dewa terpaksa mengangguk. "Iya iya, jangan cemberut ya."

Mala kembali tersenyum. Dewa mencium hidung Mala sebelum ia naik ke atas kamarnya untuk mengambil jaket tersebut.

"Cuman lo Mala, yang bisa bikin gue jadi bucin kek gini. Dalam sejarah, mana pernah gue mau pakai baju couple-an."

**

"Sayang, besok anniversary kita loh. Kamu mau nggak pakai baju couple gitu kayak lucu deh."

"No."

"Hem, pasti kamu mikirnya kayak anak kecil ya?"

"Kita putus aja."

"Loh kok putus? Kamu marah karena aku ajak pakai baju couple?"

"Nggak."

"Terus karena apa?"

"Udah bosen aja."

Plakk!

Dewa tersenyum sambil memegang pipinya. "Gue cabut, ya. Makasih."

"Kamu jahat Dewa!!"

Dewa meremas jaket couple yang diminta Nirmala sambil teringat kenangannya dulu dengan para mantannya. Kemudian dia tersenyum geli. "Mala lo pakai pelet apa sih?"

Terpopuler

Comments

NR

NR

aduh Dewa 😌

2022-07-18

0

Nana

Nana

ternyata Dewa dulunya pakboy 😲

2022-07-18

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!