01 : Aku Suka Bibir Kamu

"Kak Dewa!"

Dewa hanya diam tidak merespon gadis imut yang ada di sebelahnya.

"Marah, ya?"

Raut menggemaskan itu terus menatapnya tanpa dosa.

Sialan! Dewa mengumpat dalam hatinya. Kenapa gadis itu sangat menggemaskan. Rasa-rasanya Dewa ingin menghabisinya saat itu juga.

Jangan lupa, Dewa merupakan playboy pada masanya.

"Nggak, biasa aja," jawab Dewa.

"Kalau gitu, kenapa dari tadi diam aja?" tanya gadis itu mulai berani menyentuh tangan Dewa.

Hentikan gadis kecil. Kamu tidak tahu siapa yang kamu sentuh.

Dewa sontak menatap mata gadis itu yang tengah menatapnya ragu-ragu. "Coba pejamkan mata kamu," pintanya.

Dengan sepolos kertas putih yang belum dikotori oleh coretan sama sekali. Gadis itu menuruti kata-kata Dewa. Ia segera memejamkan matanya.

Dewa tersenyum. Bentuk bibir merah nan tipis, hidung mancung dengan bentuk yang manis, bulu mata lentik yang amat menggoda sejak pertama kali ia memandang.

Ah, Nirmala, kamu sempurna.

Dewa tidak tahu jika keputusan maminya pindah ke Bandung akan sangat menguntungkan baginya.

"Mala."

"Ya, Kak?"

"Lo udah pernah liat bidadari belum?"

"Hah? Bidadari?" sahut Mala bingung dengan pertanyaan Dewa.

"Iya, bidadari. Udah pernah liat, belum?" tanya Dewa lagi.

Mala menggeleng polos. "Belum pernah. Emang Kakak udah pernah?"

Dewa tersenyum lagi. "Udah, ini lagi ada di depan mata."

Mala menggerakkan kepala masih sambil memejamkan mata. "Ah, masa sih?"

"Iya. Mala mau liat juga?"

Mala dengan semangat menganggukkan kepala. "Mau!"

"Coba nanti kalau Mala udah sampai rumah. Mala ngaca, ya."

"Mala ngaca?" ulang gadis itu memastikan. Tapi kenapa dia harus ngaca? batinnya.

"Iya. Mala ngaca, setelah itu Mala akan liat ada bidadari di pantulan cermin nya."

Mala terdiam beberapa saat. Ah kenapa Dewa membuatnya pusing, batin gadis itu.

"Iya deh, nanti Mala ngaca," jawabnya lagi-lagi sepolos itu.

Dewa mengusap puncak kepala Nirmala dengan gemas. "Lucu banget sih kamu. Jadi pengen makan deh."

***

Semenjak kejadian aneh yang menimpanya perihal kutukan yang dilontarkan Bianca, mantan kekasihnya. Dewa jadi lebih berhati-hati untuk mengutarakan perasaannya pada lawan jenis. Apalagi sampai ingin mengajak berpacaran.

Sama halnya yang ia lakukan sekarang terhadap Nirmala.

Gadis itu masih duduk di kelas dua belas SMA. Mala panggilan akrabnya. Awalnya dia gadis yang pendiam, tidak disangka gadis itu merupakan tetangganya di Bandung.

Dewa pindah dari Jakarta ke Bandung karena daddy-nya harus bekerja di sana. Tadinya Dewa tidak mau pindah ke Bandung. Dia memiliki banyak teman di Jakarta, sedangkan di Bandung, dia harus menyesuaikan diri lagi.

Namun semuanya berubah semenjak ia bertemu dengan Nirmala. Gadis itu ternyata tidak sependiam itu ketika sudah akrab. Sekarang justru Dewa tidak bisa lepas dari gadis itu. Keduanya benar-benar seperti sepasang kekasih, walau lebih mirip disebut—hubungan tanpa status.

"Kak Dewa masih marah?"

"Enggak, Cantik." Dewa menggeleng sambil fokus menyetir. Dia baru saja menjemput Mala pulang sekolah. Ya, itu adalah rutinitasnya setiap hari Senin sampai Jumat. Kadang-kadang hari Sabtu pun begitu, kalau Mala ada ekskul dan Dewa sedang tidak ada kelas di kampusnya.

"Maafin Mala, ya." Gadis itu tertunduk menyesal.

Dewa menoleh sedikit lalu mengelus pipi gembil gadis itu. "Kenapa? Kok minta maaf?"

"Hem, Mala tahu, Kakak nggak suka kalau Mala deket sama cowok lain di sekolah," ujarnya pada Dewa.

Dewa menghela napas panjang. Perkataan Nirmala memang benar. Dewa tidak suka siapa pun coba mendekati gadisnya.

"Terus? Kenapa kamu masih deket-deket sama cowok itu?" tanya Dewa mendadak serius.

Mala meneguk ludah. Dia melirik takut-takut, kalau sudah serius begitu, pasti Dewa benar-benar marah.

"Tadi Mala cuma main game aja kok," jawab Mala seadanya.

Dia memang bermain game jujur atau tantangan. Mala tidak mau berkata jujur, jadi dia memilih tantangan. Kebetulan tantangannya, Mala harus menembak salah satu teman cowoknya. Kebetulan juga Dewa melihatnya sewaktu Mala menembak cowok tersebut.

Memang sudah biasa. Dewa seringkali masuk ke kelas Nirmala ketika jam pulang sekolah sudah berakhir. Jujur Dewa kaget, sebelum akhirnya Mala menjelaskan semuanya secara detil.

"Ya udah, Cantik, kalau memang cuma game. Tapi kalau bisa sih ...."

"Kalau bisa kenapa?" sahut Mala..

"Kalau bisa, jangan lakukan itu walau hanya game. Nggak perlu lah main game yang begitu," jawab Dewa tegas.

Mala tersenyum. Dia memainkan jari-jari kecilnya sambil menggigit bibir. "Kak Dewa cemburu, ya?"

Dewa langsung menghentikan mobil yang dikendarainya seketika.

"Astaga, Kak!" sentak Mala sambil memegang dadanya kaget. Dewa mengerem mendadak membuat jantungnya nyaris lepas.

Pipi Mala menggembung sambil menatap Dewa dengan mata membulat. "Kak Dewa kok ngerem mendadak sih!"

"Kamu barusan ngomong apa, Mala?" tanya Dewa, ia ingin gadis itu mengulangi kata-kata nya barusan.

"Yang mana?"

"Yang kamu nanya ke kakak," jawab Dewa.

Mala terlihat berpikir sebelum ia menatap Dewa lagi. "Oh, waktu Mala tanya apa kakak cemburu?" ucap gadis itu.

Dewa masih menatap Mala dengan tatapan tajam, sangat serius. Kalau ditatap begitu, jantung Mala jadi tidak aman. Dia terus berdebar-debar tidak karuan.

"Kenapa Kakak natap Mala begitu, sih?" tanya gadis bermata bulat itu.

"Mala, boleh Kakak cium kamu?"

"Hah?" Mata Mala membulat sempurna begitu Dewa melepas sabuk pengaman yang ia kenakan. Kemudian Dewa mendekati Mala hingga wajah keduanya tidak berjarak sama sekali.

Mala gugup, dia menahan napas karena tidak tahu apa yang akan dilakukan Dewa dengan jarak sedekat itu.

Dewa mengusap perlahan permukaan bibir Mala. Sangat tipis dan merah merona. Dewa meneguk ludah susah payah. Apa yang akan dia lakukan pada gadis sepolos Nirmala?

Mata Mala masih membulat dan mulai terasa pedih karena gadis itu bahkan lupa mengedip.

"Mala, kamu jangan menahan napas," kata Dewa.

Mala mengangguk dua kali kemudian ia mengembuskan napas panjang dengan wajah berkeringat.

Dewa meraih pipi Mala dengan telapak tangannya yang mulai hangat. Gadis itu kontan memejamkan mata begitu benda lembut menyentuh tepat di bibirnya.

Dewa menggerakkan bibirnya perlahan dengan teramat lembut dan halus. Mala tidak tahu harus berbuat apa. Badannya terasa kaku, dia bahkan membeku seketika.

Kecupan ringan itu mulai berubah menjadi ciuman yang sedikit panas sewaktu Dewa menurunkan kursi yang diduduki Mala menjadi posisi berbaring. Tubuh Mala mengikuti gerakan tangan Dewa membawanya.

Dewa melepaskan pagutan itu sambil menatap bola mata indah Mala yang membulat lagi.

"Mau lagi?"

Mala meneguk Saliva. Dia bingung harus menjawab apa. Hanya saja ciuman Dewa terasa bagaikan candu hingga ia tidak ingin mengakhirinya terlalu cepat begitu.

"Hem? Mau lagi nggak?" ulang Dewa.

Mala malu-malu mengangguk. Dewa tersenyum lalu memberikan kecupan kecil di pucuk hidung Mala.

"Aku suka bibir kamu."

Terpopuler

Comments

Anonymous

Anonymous

seruuuu

2022-07-18

0

Anonymous

Anonymous

nexttttt dong

2022-07-18

0

🌞Aline☀️

🌞Aline☀️

Waduh awas ketauan 🤣

2022-07-18

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!