“Satu… Dua… Tiga…”
Pintu terbuka dan alangkah terkejutnya Nakula serta Sadewa melihat cuplikan adegan di film dewasa namun dengan pemerannya adalah orang tua mereka sendiri.
“AAAAAAAAAAA”
Sontak tangan Sadewa lemas membuat benda canggih yang ada di genggamannya jatuh membentur lantai.
Mereka membelalakan mata, berteriak kencang, dan segera berbalik badan menghadap pintu yang kini sudah tertutup kembali.
Jantung Nakula dan Sadewa berdebar selaras dengan teriakan mereka. Tidak menyangka akan apa yang baru saja mereka lihat.
Sang Mama yang biasa dikenal sangat anggun, kini berada di bawah kungkungan Papa yang tak memakai sehelai kain memamerkan badan kekarnya.
Alexa yang menengok ke arah pintu juga ikut berteriak tak kalah kencang. Hanya Balin saja yang tampak tenang, dia memutarkan kedua bola mata, menghela napas jengah dan mengumpat dalam hati.
“Papa, apa kami sudah boleh berbalik?” tanya Nakula yang masih menghadap ke pintu.
“Belum,” jawab Balin sambil membantu membenahi baju Alexa.
“Kalau sekarang?” kini Sadewa yang bertanya sedikit menengok ke belakang.
“Jangan mengintip!” pekik Alexa.
Secepat kilat Sadewa kembali mengarahkan kepalanya menghadap pintu.
Alexa selesai membenarkan pakaiannya, tinggal Balin yang belum mengenakan kemeja.
Setelah itu, mereka duduk santai di sofa dan Balin menyisir rambut Alexa sebelum akhirnya dia mengizinkan si kembar untuk membalik badan mereka.
Nakula dan sadewa bernafas lega, melangkah menuju sofa yang ada di depan orang tua mereka, dan menghempaskan bokong untuk duduk di sana.
“Kalian mau apa kemari? Jangan bilang kedatangan kalian hanya untuk bertanya di antara kalian berdua mana yang lebih tampan?” ucap Balin melipat tangan di depan dada dan menatap sinis pada kedua anak kembarnya.
Nakula dan Sadewa hanya bisa terkekeh karena tebakan ayah mereka sangat tepat sekali.
“Jadi, menurut Papa dan Mama, mana yang lebih tampan? Aku atau Sadewa?”
“Kalian menanyakan itu terus setiap tahun. Memangnya kalian tidak bosan dengan jawaban dari Papa?” Balin balik bertanya sangat jengkel.
“Iya kan, Pa. Siapa tahu dari tahun ke tahun ada perubahan di wajah kita. Siapa tahu tahun ini aku yang lebih tampan dari Nakula,” ucap Sadewa mengelus dagu dan tersenyum percaya diri.
“Kalian berdua itu kembar, dan sama-sama tampan,” Alexa tersenyum pada kedua anak yang sudah dia lahirkan itu.
“Nah, itu. Itu jawaban yang paling tidak kami suka. Aku dan Sadewa harus ada pembeda.”
“Ya, bagaimana kalau nanti kita punya istri dan tidak dapat membedakan kita berdua. Bisa bahaya, Ma,” timpal Sadewa.
Balin bangun berdiri berkacak pinggang. Dia memberikan kuliah tujuh menit pada si kembar agar mereka sedikit bersikap dewasa.
Balin juga menumpahkan keluh kesah selama ini karena dari ketiga anaknya tidak ada yang dapat menjalankan perusahaan Irawan Group.
Kirana yang berhak atas perusahaan warisan dari kakeknya, justru mendirikan perusahaan robotik bernama Red Riding Hood yang berpusat di Negeri Matahari terbit.
Sedangkan Nakula dan Sadewa masih senang bermain-main, daripada harus berjibaku dengan urusan perusahaan.
Si kembar hanya bisa menunduk, saling lirik, dan mendesah pasrah.
“Papa, bukankah kita harus pulang? Kirana pasti sudah ada di rumah,” ucap Sadewa sengaja menyela agar Balin menyudahi ceramahnya.
Balin melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan. Dia berdecak dan memijat keningnya.
“Bagaimana aku bisa lupa kalau Kirana pulang hari ini? Tunggu sebentar, aku perlu memberi beberapa tugas untuk sekretarisku.”
Balin duduk di kursi kerja, menelepon sang sekretaris untuk datang ke ruangannya. Sementara si kembar tersenyum penuh kemenanga karena terbebas dari ceramah dari sang ayah.
“Kak Kira, pulang hari ini, Ma?” tanya Nakula yang dibalas angukan oleh Alexa.
“Aku tidak sabar bertemunya, ingin mendengar cerita Kak Kira secara langsung yang katanya memiliki koneksi dengan para Yakuza selama di Jepang.”
Tak lama, pintu diketuk dan masuklah Raka, sang sekretaris yang baru beberapa bulan ini bekerja di kantor Irawan Group.
Meskipun Raka adalah sekretaris baru, namun, Balin harus mengakui kredibelitas Raka yang dapat diandalkan.
Raka menyerahkan obat yang tadi dipesan oleh Balin, lalu pria muda itu melangkah keluar setelah mendapatkan beberapa perintah selama bosnya pulang ke rumah.
***
Di halaman depan sebuah rumah besar bergaya Eropa, para pelayan dan juga penjaga yang jumlahnya puluhan itu tengah berbaris rapi untuk menyambut kedatangan Nona Muda Kirana.
Mereka mendengarkan intruksi singkat dari Juan, sang kepala pelayan, lalu tak lama dua mobil masuk melewati gerbang.
Balin dan Alexa turun dari mobil, diikuti oleh si kembar yang juga turun dari mobil yang satu lagi.
Serempak Juan dan para bawahannya menunduk hormat pada Tuan mereka yang mengukirkan kerutan di dahi.
“Kenapa Kirana belum datang?” tanya Balin yang langsung tahu putrinya belum sampai ke rumah, begitu melihat jumlah penjaga yang belum lengkap.
“Maaf, Tuan. Para pengawal kehilangan jejak Nona Kirana saat menjemput di bandara,” lapor Juan menundukan kepala.
“Apa? Kirana hilang?” Alexa terperangah.
“Tuan dan Nyonya tidak perlu khawatir. Para Pengawal adalah orang-orang handal yang mampu menemukan kembali Nona Kirana hanya dalam hitungan jam.”
“Aku harap begitu,” ucap Balin yang sedikit menunjukan rasa kesal.
“Papa, tenanglah! Kak Kira jago bela diri, dia juara di ajang MMA tingkat internasional. Jadi dia pasti bisa menjaga dirinya sendiri,” kata Nakula mencoba menenangkan ayahnya.
“Begitu Kirana sampai, katakan kalau aku menunggu di ruang baca!” titah Balin.
Kemudian keluarga kecil itu melangkah masuk ke dalam rumah.
Beberapa menit setelah itu, iringan mobil yang ditugaskan menjemput Kirana berhenti tepat di depan barisan para pelayan.
Akhirnya Juan dapat bernapas lega, dia melengkungkan senyuman dan menunduk saat Nona Muda Kirana melangkah turun dari salah satu deretan mobil di depannya.
Kirana membalas menganggukkan kepala dan tersenyum pada kepala pelayan yang telah setia pada keluarga Mahendra sejak Kirana masih kecil.
“Selamat datang kembali, Nona Kirana,” sapa Juan yang diikuti oleh para pelayan.
“Pak Juan, apa kabar?”
“Kabar saya baik, Nona. Tuan Balin sudah menunggu Nona di ruang baca.”
“Baik, terima kasih, Pak Juan.”
Juan tersipu akan sikap Nona Mudanya yang memiliki prestasi setinggi langit tapi sikapnya tetap membumi.
Kepada para pelayan pun Kirana membalas anggukan mereka.
“Sungguh paket komplit Nona Kirana itu, kan?” bisik seorang penjaga pada teman di sampingnya setelah Kirana berjalan melewati mereka.
“Iya, aku tidak percaya dia seorang CEO, padahal usianya masih sangat muda.”
“Sudah cantik, pintar, jago bela diri, dan tentu saja kaya raya. Kapan aku bisa menikah dengannya ya?”
Teman si penjaga mendengus, “Hah? Mimpi kamu.”
Suara bisik-bisik kedua penjaga itu berhenti ketika Juan berdehem keras sambil melirik tajam.
***
Kaki Kirana bergulir cepat menaiki anak tangga. Ia tak sabar menuju ruang baca, tempat favorit nomor dua di rumah.
Begitu membuka pintu, empat pasang mata langsung menyorot ke arahnya.
Kirana melengkungkan senyuman, menatap satu per satu anggota keluarganya. Ada Papa, Mama dan kedua adik kembar Nakula dan Sadewa.
Mereka membalas senyuman Kirana dengan binar mata melepas rindu.
Kemudian, langkah kaki Kirana menuju sang ayah yang telah berdiri untuk menyambutnya dengan sebuah pelukan.
“Kirana,” sapa Balin.
Seketika senyuman Balin berubah menjadi ringisan menahan sakit, menjadikan Kirana yang siap menerima pelukan sang ayah mendadak membeku di tempat.
“Papa, ada apa?”
Balin menggelangkan kepala, tapi raut wajahnya menunjukan bahwa dia semakin tak kuasa menahan sakit.
Dengan dibantu Alexa yang cemas luar biasa, Balin menghempaskan diri ke sofa. Tangan kanannya mencengkeram dada sebelah kiri.
Nakula dan Sadewa juga ikut panik. Mereka mengerumuni Balin yang meringis kesakitan.
“Papa, Papa kenapa?”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
Anonymous
koplak...mae ma pae jebul maen nya di kantor.../Chuckle/
2025-01-17
0
Sweet Girl
Kena serangan Jantung, Pak Balin.
2025-01-10
0
Erlina Purwanty Moe
lanjut
2022-11-30
1