Drama

Rima beranjak dari kursinya, menutup laptopnya begitu saja. Yulia menatapnya dengan pandangan bertanya dan resah.

"Rim, jangan pulang dulu. Pliss."

"Rima mendorong kursi yang di dudukinya dan menghela nafas.

"Rima, mau kemana sih?"

Suara Yulia bergetar dan matanya berkaca-kaca.

"Aku mau sholat dhuhur dulu."

Rima menatapnya dengan lelah.

"Sholat dimana?"

"Di mesjid dekat gang situ. Kamu ga sholat?"

Yulia menggeleng.

"Tunggu sampe Mas Dani dateng ya..."

"Engga Yul, ntar habis sholat aku balik."

Rima menggeleng. Sebenarnya dada nya pun sesak. Menyaksikan adegan mesra Yulia dan Adhi tanpa bisa mengingatkan keduanya. Rima merasa lemah dan berdosa. Dia ingin 'melarikan diri' sejenak dari kegilaan yang terpampang di depan matanya. Apakah sesulit ini ujian hijrahnya?

Rima melangkah tanpa menoleh, menundukkan wajahnya untuk menyembunyikan matanya yang penuh dengan air mata. Ada perasaan lain yang ga bisa di deskripsikan, semacam rasa cemburu.

😌😌😌

"Dhi, kamu..susul Rima aja deh."

"Kenapa?"

"Kalo mas Dani datang dan liat kita berdua di sini bisa gawat."

Yulia menopangkan satu tangannya ke kepala. Wajahnya sendu.

"Ya deh."

Adhi mengusap pipi Yulia dengan lembut dan melangkah meninggalkan kafe itu.

😌😌😌

Rima masih duduk di atas sajadahnya, terpekur dengan kelebatan kejadian hari ini. Dia tersadar ketika seseorang menepuk bahunya.

"Rima?"

Rima tertegun sejenak melihat Nanda yang berdiri di belakangnya dengan tatapan heran.

"Eh Nanda..ketemu disini kita?"

"Kok kamu di sini? Maksutku rumahmu kan jauh dari sini?"

"Aku..lagi ketemuan sama temenku di Arbanat kafe."

"Ohh..mampir ke rumahku yuk."

"Rumahmu deket sini?"

"Iya, di gang sebelah. Deket kok."

Rima tiba-tiba teringat Yulia. Menepuk dahinya pelan, dia beranjak dari duduknya.

"Maaf Nan, aku ditunggu temenku di kafe. Duh hampir lupa."

Rima buru-buru melipat sajadah.

"Lain kali inshaAllah aku mampir yaa."

Rima tersenyum dengan permohonan maaf. Disambut Nanda dengan senyuman dan anggukan kepala. Mereka berdua berjalan keluar masjid.

"Rim..ayo balik."

Suara bass seorang laki-laki membuat Rima menoleh. Adhi duduk di tangga mesjid, satu tangan memegang ponsel.

Nanda melirik Rima sambil tersenyum menggoda.

"Ehem..ehem..udah ditungguin tuh Rim."

Nanda menyenggol pinggang Rima dengan sikunya, satu tangan menutup bibirnya yang tersenyum.

"Iya bentar,"

Rima berpura-pura sibuk mengenakan sepatunya.

"Ngapain nyusul?"

Rima masih enggan menoleh pada Adhi yang menatapnya.

"Ck..banyak tanya. Udah cepetan."

Adhi sudah berdiri dan menatap Rima ga sabar.

"Rim, udah cepetan ditungguin sang pangeran tuh."

Rima diam saja, malas menanggapi candaan Nanda.

"Iya..aku duluan ya Nand. Assalamualaikum."

Nanda menjawab salam Rima dan membalas anggukan dari Adhi. Dalam hati bertanya-tanya kenapa Rima sepertinya sedang bad mood, padahal ada cowok ganteng bersamanya. Dan selama ini Rima juga ga pernah kelihatan berdua dengan laki-laki kecuali Hanif, adiknya. Nanda pun berlalu dari mesjid, berjalan pulang dengan kepala penuh tanya.

😌😌😌

"Rim..tunggu donk. Cepet amat jalannya."

Adhi setengah berlari menyusul Rima yang tak menoleh sedetik pun.

"Hei..kenapa sih?!"

Adhi meraih pergelangan tangan Rima, dan Rima sontak berhenti berjalan. Menarik tangannya dengan gugup.

"Eh..aku sudah bilang jangan sentuh-sentuh."

Rima melotot, menyembunyikan kegugupannya.

"Ck..jangan sensi gitulah."

"Aku ga sensi, aku capek, capek jadi alibi!"

"Rim..aku minta maaf. Tapi.."

"Tapi..kamu belum bisa melepaskan Yulia kan?! Bosen dengernya. Mikir Dhi, dia istri orang. Kamu ga ngerasa bersalah atau apa gitu ya?!!"

Rima bersedekap, memalingkan wajahnya. Matanya berkaca-kaca. Ada perasaan campur aduk di hatinya.  Kesal, kecewa, marah, capek dan mungkin juga...cemburu.

"Rim..kamu sudah kenal aku sejak SMP. Kamu paham banget gimana aku kalo sudah sayang sama seseorang."

"Kamu itu laki-laki, sampe kapan mau dibutakan perasaan?!"

Rima melangkah, menghentakkan kakinya kuat-kuat. Tak peduli beberapa orang menatapnya heran. Adhi setengah berlari mengejarnya. Mereka terlihat seperti sepasang lovebird yang sedang bertengkar. Manis tapi ga nyata.

😌😌😌

Rima melangkahkan kaki pelan memasuki kafe, menatap Yulia dan Dani yang sedang bercanda mesra. Rima menoleh menatap Adhi yang berdiri tercekat menatap Yulia dan Dani. Rima berbalik mendekati Adhi, kalah oleh perasaan ga tega yang tiba-tiba menyergapnya. Dia sungguh ga tega melihat Adhi bersedih.

"Dhi..duduk dulu."

Adhi menatap Rima dan mengangguk. Melangkah menuju kursi yang ditunjuk Rima. Kursi itu sudah dijauhkan sedemikian rupa, sehingga Rima dan Adhi ga perlu terlalu berdekatan.

"Mas, kenalin ini Adhi. Temen kami sejak SMP."

Dua lelaki itu berjabat tangan sambil menyebutkan nama masing-masing. Diiringi tatapan Yulia yang sulit diartikan.

"Rim..kok diem aja? Nervous ya ada gebetan."

Dani tersenyum, menggoda Rima yang diam saja. Rima hanya menarik satu sudut bibirnya, memaksakan sebuah senyum pahit. Rima menangkap tatapan memohon Yulia padanya. Paham Yulia memintanya berpura-pura sedang membangun kedekatan dengan Adhi. Permintaan yang bertolak belakang dengan suara hatinya. Rima menggeleng pelan, berusaha membuat Yulia paham.

"Rim..jadi kapan nih peresmiannya?"

Yulia memaksakan sebuah senyum.

"Peresmian apa?"

Rima merespon dengan nada datar, laptopnya sudah terbuka lagi.

"Ya hubungan kamu sama Adhi lah."

"Mmmm..ga tau."

"Ih kok gitu? Cepet diresmikan lah."

Yulia tersenyum menggodanya.

"Iya Rim, kita siap loh jadi panitia."

Sekarang Dani ikut-ikutan menyemangatinya. Adhi dan Rima saling memandang tanpa sengaja. Rima menelan salivanya, membasahi tenggorokannya yang tiba-tiba kering dan jantungnya yang berdetak ga karuan. Tangannya bergerak meraih gelas es cappucino. Dia ga sadar kalo tangan Adhi juga meraih gelas yang sama.

"Ehemmm..ehemm..jodoh tuh."

Dani melihat keduanya sambil tertawa lebar. Sedangkan Rima sontak menarik tangannya, pipinya langsung bersemu. Ah kenapa jadi begini?!

Adhi masih menatap Rima yang salah tingkah. Tersenyum tipis, menyadari bahwa jantungnya juga berdesir ketika jarinya tak sengaja menyentuh jari Rima di gelas es cappucino.

"Ya..maunya cepet diresmikan. Tapi Rima masih minta waktu. Belum siap katanya."

Adhi mengedipkan satu matanya pada Rima yang menatapnya dengan mata melebar. Ekspresi itu membuat wajah Rima semakin manis di mata Adhi. Sehingga tanpa sadar Adhi belum melepaskan tatapannya dari Rima.

"Tunggu aja tanggal mainnya Mas."

Sambung Adhi lagi. Tatapannya masih tertuju pada Rima, dan tersenyum semakin lebar melihat Rima cemberut.

Mereka tertawa kompak, hanya Rima yang diam.

Terpopuler

Comments

Die-din

Die-din

dani baik bgt. kasian istrinya gitu

2020-07-30

0

Die-din

Die-din

udah rima dan adhi pindah haluan aja

2020-07-30

1

Die-din

Die-din

nah mulai ni debar debar

2020-07-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!