Rima menarik tangannya dari genggaman Adhi yang terus nyengir. Sedangkan Rima sudah merasa panas dingin dengan debaran jantung yang semakin ga beraturan.
"Dhi, jangan ngawurr!"
Rima melotot, sementara Adhi tetap nyengir. Nina yang melihat adegan itu tersenyum.
"Rimaa..Rima..masak dipegang tangan aja jadi nerpess."
"Ga lucu!"
Rima berhasil menarik tangannya dan beranjak dari kursinya.
"Ehh..mau kemana?"
Adhi menarik pergelangan tangannya.
"Pulang!"
Lagi-lagi terjadi tarik menarik antara Adhi dan Rima.
"Rim, duduk dulu donk."
"Lepasinn Dhi!"
"Dengerin aku dulu."
Rima berhenti menarik tangannya karena sekarang Adhi menatapnya. Entah apa maksud tatapan itu. Yang jelas Rima merasakan detak jantungnya melompat-lompat dengan gugup.
"Aku mau duduk, tapi ga ada nyentuh-nyentuh ya."
Suara Rima sedikit bergetar. Dan Adhi melepaskan pegangan tangannya. Nina hanya diam menyaksikan dua orang dewasa di hadapannya.
"Maaff."
Suara Adhi melembut.
"Iya."
Rima memalingkan wajahnya menatap kejauhan, entah apa yang dipandangnya. Mungkin dia hanya ingin mengenyahkan wajah Adhi dari benaknya.
🌿🌿🌿
Yulia POV
Hari minggu, bayangan wajah Adhi berkeliaran di dalam kepalaku. Sudah dua hari dia libur dan aku sudah ga sabar banget pengen ketemu. Aku dan Adhi dulu pernah saling suka ketika masih SMP, tapi ga berlanjut. Aku sendiri lupa karena apa. Kami ketemu lagi di reuni SMA dan...rasa itu muncul lagi. Entahlah,semua tanpa rencana.
Aku sadar banget aku ini sudah menikah dan Mas Dani, suami yang baik. Tapi aku sering merasa kesepian dan kurang perhatian. Mas Dani tipe orang yang serius dan jarang bercanda. Bahan obrolan kami kalo ga kerjaan ya hal-hal serius lain. Yang membuat aku semakin kesepian adalah kami belum punya anak, sudah dua tahun menikah tapi belum ada tanda-tanda aku hamil.
Aku mengutak atik ponselku, membaca lagi chat dari Adhi. Dia ngajak ketemuan. Aku langsung ingat untuk mengajak Rima. Ya Rima, dia sahabatku sejak SMP. Teman yang bener-bener selalu ada untukku.
"Halo Rim,"
"..."
"Ada acara ga hari ini?"
"..."
"Oh kajian, pulang jam berapa? Temenin aku yuk."
"..."
"Yaa, nemuin Adhi. Plisss."
"..."
"Iya..iya, habis dhuhur kamu pulang. Tapi mau ya nemenin aku."
Ah akhirnya Rima setuju nemenin, walaupun aku memaksa dia. Aku tahu Rima ga akan sanggup nolak untuk 'membantuku'. Sejak SMP dia selalu mau membantuku. Aku tersenyum membayangkan akan ketemu Adhi hari ini. Adhi dan Mas Dani beda banget. Adhi selalu bisa memperbaiki mood ku dengan candaan dan cerita-ceritanya. Dia juga penuh perhatian dan suka ngirimin aku kata-kata rayuan lucu. Perempuan memang aneh, sudah tahu cuma rayuan tapi tetep aja suka dirayu. Ya gitu lah...
❤️❤️❤️
Kafe di daerah pinggir kota itu ga terlalu rame. Suara musiknya juga ga bising, sehingga pengunjung yang ingin ngobrol ga terganggu. Aku memilih tempat di area smoking, menghadap taman yang dihiasi berbagai tanaman hijau. Dan tempat duduk ini juga membelakangi pintu masuk, jadi aku ga kuatir ada orang yang melihatku.
"Yul.."
Seseorang menepuk pundakku.
"Eh Rim, duduk yuk. Pesen apa?"
Rima duduk di kursi yang aku tunjuk. Mengeluarkan laptopnya dan mulai fokus menatap layar laptop.
"Pesen dulu sana, baru kerja."
Rima hanya melirikku sekilas dan memanggil waiter. Aku tahu Rima ga nyaman. Dia memang berubah banyak saat kuliah, jilbabnya jadi lebar banget. Celana jeans dan blus panjang sudah ga pernah dia pakai, sekarang semua bajunya model gamis yang longgar. Aku ga ngerti apa sebenernya yang bikin dia gitu. Padahal Rima itu manis banget loh. Tapi ga taulah sekarang jadi ga modis gitu.
Bahkan ada temen kerjaku yang terang-terangan menunjukkan kalo suka sama Rima, tapi Rima malah jaga jarak. Ketika aku tanya kenapa dia begitu, dia cuma bilang maunya taaruf. Aku juga ga paham apa sih taaruf. Masak iya orang bisa memutuskan untuk menikah setelah kenal sebentar lewat CV dan ketemu sekali. Riskan banget menurutku. Aku yang udah pacaran lama sama Mas Dani aja masih sering berkonflik.
Suara gemerisik di meja Rima menyadarkan lamunanku. Melihat arloji di pergelangan tangan yang menunjukkan jam 10.45 aku kembali mengecek ponsel, berharap ada pesan dari Adhi.
"Udah makan?"
Aku mencoba mengalihkan perhatian Rima.
"Belum."
"Pesen makan gih.."
Rima hanya mengangguk tetap menatap laptopnya.
Aku mendengar langkah seseorang dan sebelum aku sempat berbalik, suara Adhi menyapaku. Dan jantungku tiba-tiba melompat dengan perasaan rindu.
"Hai sayang."
Adhi mencium pipiku. Aroma tubuhnya yang maskulin membuat aku berdesir.
"Hai, lama banget sih sayang."
Aku menyapa Adhi manja.
"Sorry, macet banget jalannya. Kangen ya?"
"Engga, ga salah."
Kami berdua tersenyum saling menatap mesra.
Aku membelai pipi Adhi dengan sayang. Kemudian menatap Adhi yang juga menatapku. Dia menggenggam tanganku. Kami saling diam, ga sanggup mengucapkan lebih banyak kata rindu.
"Ehemmm..ehemm."
Aku menoleh pada Rima. Dia sedang melirik kami gelisah.
"Yul, aku..mau pulang."
Duh gawat, Rima kayanya ngambek. Tapi aku ga mau dia pulang. Yaa...gimana ya. Dia alibiku.
"Jangan pulang dulu Rim, bentar deh satu jam lagi."
Rima memutar bola matanya. Menghela nafas.
"Tapi ga usah mesra-mesraan ya!"
Duh nada bicara Rima tegas banget.
"Eh si ukhty sensi amat."
Adhi tergelak, sambil melirik Rima. Yang dilirik langsung balas menatap dengan judes.
"Sebaiknya kalian ga usah ketemuan lagi. Akhiri hubungan ini. Aku ga mau terlibat lagi. Aku capek!"
Rima menatapku dan Adhi, suaranya tegas tapi aku melihat matanya yang berkaca-kaca. Aku memang salah menempatkan Rima dalam masalahku, tapi cuma dia satu-satunya teman yang bisa aku percaya.
"Rim, nanti deh kita bahas. Sekarang aku mau ngobrol sama Adhi. Satu jam aja ya."
Aku menatap Rima lembut dengan nada suara memohon. Aku tahu Rima ga akan tega sama aku.
"Rima cantik..tolong kami yaa. Pliss."
Adhi ikut-ikutan membujuk.
Rima diam dan ga lagi menatap kami. Entah apa yang dia kerjakan dengan laptopnya.
Maafkan aku Rim.
Suara ponsel Rima mengalihkan perhatianku dari Adhi. Aku melihat Rima yang seperti salah tingkah.
"Kenapa Rim? Kok telponnya ga dijawab?"
Rima menunjukkan layar ponselnya dengan wajah ragu. Nama Mas Dani tertera di situ. Aku berusaha menutupi ketakutanku. Mungkin mas Dani menelponku, tapi aku sengaja meninggalkan ponselku di mobil.
"Yul, aku harus bilang apa?"
"Bilang aja kamu sama aku, hapeku ketinggalan di mobil."
Rima hanya mengangguk lemah dan mulai menjawab telponnya.
"Iya mas, ini Yulia sama saya. Mas Dani mau bicara?"
"..."
"Eh hapenya ketinggalan di mobil katanya mas."
"..."
"Mmm kami di kafe mmmm di Arbanat mas, deket apartemen yang baru."
"..."
"Mas Dani mau kesini? Eh ini Yulia mau ngomong mas."
Rima cepat-cepat memberikan ponselnya padaku. Sepertinya dia kehabisan ide untuk menjawab. Aku juga paham Rima ga biasa bohong, pasti langsung ketauan kalo dia bohong. Duh dasar anak ini polos banget.
"Iya mas? Ke Arbanat aja ya. Aku tunggu."
"..."
"Ini aku nemenin Rima ketemuan sama Adhi."
Aku melihat Rima yang langsung melotot ke arahku. Sorry Rim, aku ga tau lagi mau bilang apa sama Mas Dani.
"Mas Dani mau kesini Rim, jangan pulang dulu."
Aku menggenggam tangan Rima dengan erat. Menatapnya lembut meminta dia menolongku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 39 Episodes
Comments
Dewi Nurani
rima seorang muslimah yg taat beribadah kenapa mau membantu perselingkuhan yg nyata² dosa besar
2024-05-10
0
Winwinaddict
aku mah risih kalau dirayu😂
2020-08-02
2
Winwinaddict
anak smp kan masih cinta monyet😂
2020-08-02
1