Sore hari yang sendu diiringi gemiricik hujan membasahi semua yang tertimpah olehnya, melengkapi hati seseorang yang sedang tak menentu perasaannya. Saat ini Alva sedang menyimak obrolan Ayah dan Ibunya, entah kenapa sepasang paruh baya itu tampak bersemangat menceritakan seorang gadis yang katanya bakal calon istrinya.
"Apa gak terlalu cepet Ayah sama Ibu ngobrolin ini sama aku?" tanya Alva meng-intrupsi ditengah pembicaraan.
"Ya enggak dong Bang, Ibu seneng banget apalagi pas liat wajahnya dan sikapnya dia beneran anak baik loh.." Arinda membayangkan sang calon menantu kebanggaan.
"Gak usah terlalu melebih-lebihkan deh Bu"
"Semoga Ashana mau ya penuhi amanat mendiang Ayahnya sama permintaan kita" Arinda sama sekali tak menggubris sindirian putra kesayangan malah lebih mengkhawatirkan jawaban Ashana nanti.
Ayah Harry hanya menggeleng gelengkan kepalanya tak punya komentar untuk anak sulung yang masih keras kepala dan sang istri yang sifat randomnya sedang kumat.
"Anak gadis Ayah mana nih, kok orang pada kumpul disini malah gak ikutan juga?"
"Di perpus" Jawab Alva yang beranjak dari sofa.
"Banyak pengetahuan itu sangat penting, tapi kenapa anak gadis aku gak bisa gaul kayak anak sepantaran dia sih..?" keluh Ayah Harry menyayangkan kebiasaan anak gadisnya Ameena yang lebih suka berjam-jam membaca buku tebal dari pada main sekedar menikmati suasana kota seperti anak seusianya.
"Ya bagus deh, berarti Ameena bukan anak yang neko-neko, mungkin anak kita gak ada temen ngobrol yang bisa sekoneksi sama dia makanya Ibu semangat banget kalo seandainya Ashana sudah masuk kerumah ini" ibu membayangkan betapa serunya nanti ada teman mengobrol atau sekedar jalan-jalan bareng dan shopping impian para ibu.
Selama ini Ameena selalu ogah-ogahan bila diajak Ibu ke Mall untuk girls day-out, jadi rasanya punya anak sepasang saja rasanya seperti punya dua anak laki- laki.
*
Sementara Alva memasuki kamar lalu membuka lemari es dan meneguk air mineral yang ia ambil. Tiba-tiba saja tubuhnya kegerahan efek dari ucapan Ayah dan Ibu tadi tentang perjodohannya nanti.
Cukup kesal dengan keputusan Ayah yang tanpa kompromi mengadakan rencana yang seharusnya belum ada di planningnya tahun ini. Jangankan mengira-ngira akan terjadi hal ini diwaktu dekat membayangkannya saja..
"Aargh!" Alva kembali meneguk air mineral dengan rakus.
Nyatanya air dingin tak juga mengademkan suasana hati.
Lalu tangannya meraih remote control menyalakan music player. mengalunlah lagu favoritnya dari Tulus- seorang penyanyi dengan karyanya yang sesuai nama sang penyanyi.
Membuka Laptop dan mengerjakan pekerjaan yang sebenarnya masih belum tanggal deadline adalah satu-satunya cara menetralisir setressnya. Alva yang memang workaholic akan lebih menikmati hari-harinya dengan bekerja, kesenangan yang menguntungkan bukan ?
"Ah sial! belum juga ketemu, belom tau ciri-cirinya bahkan namanya aja gue gak tau!"
Bisa-bisanya setelah mencoba fokus dalam pekerjaan tapi masih saja perbincangan tadi mempengaruhi moodnya. Apa-apaan ini ?!
Akhirnya Alva memutuskan untuk tenggelam dalam mimpinya di atas kasur seusai melaksanakan kewajiban terlebih dulu.
**
Sejak semalam daripada terlarut dalam fikirannya yang tak bisa dikendalikan, Alva memilih tidur lebih cepat. Rupanya tak ada sedikitpun yang berubah dalam moodnya pagi ini. Ia malah terpangun lebih pagi dari biasanya dan disinilah sekarang.
Jam belum menunjukkan pukul tujuh pagi tapi Alva sudah berada di dalam ruangan kebesarannya. Menatap jendela besar yang mengarah ke jalan raya, berlalu lalang kendaraan dengan kesibukan masing-masing.
"Ah pasti cewek itu juga punya pendirian yang sama kayak gue kan? "
Bisa saja cewek yang dijodohkan itu punya keinginan yang sama seperti Alva, mungkin saja seperti itu atau malah dia lebih ingin menolak ketimbang menerima usulan orangtua mereka.
Alva berusaha tak terlalu dalam memikirkan ini, karena perusahaan lebih penting untuk sekarang. Ia kembali duduk di kursinya dan bersiap mengerjakan pekerjaannya seperti biasa.
Tok.. tok.. tok..
"Masuk!"
Seorang pria berkacamata berbalut setelan jas yang rapi sedang menenteng tablet memasuki ruangan Alva dengan hati-hati.
"Maaf Pak, saya kesiangan "
"Enggak, saya yang kepagian. Jadwal saya hari ini ?"
"Riz, tolong belikan kopi seperti biasa di cafe depan ?"
Fariz menyerahkan tablet kepada Alva dan menyimak permintaan si Bos.
"Apa anda sudah sarapan Pak?"
"Belum, sekalian saja beli sandwich salmon, kamu juga"
Alva menyodorkan sebuah debit card yang sudah biasa diketahui pinnya oleh Fariz si sekertaris.
"Terimakasih Pak, saya sudah sarapan tadi" Fariz kemudian berjalan keluar dan melaksanakan tugas pertamanya.
Tak berselang lama satu cup kopi espresso dan seporsi sandwich terhidang di meja yang biasa dipakai untuk menerima tamu, tak jauh dari meja kerja Alva masih di ruangan yang sama.
Beberapa orang dari berbeda Divisi bergiliran masuk untuk meminta tandatangan Alva, ada juga yang meminta pandangan untuk divisi perencanaan. Tak lupa dengan Jadwal meeting dengan beberapa perusahaan untuk melakukan kolaborasi yang akan menunjang bisnis yang kuat untuk kedua belah pihak.
Sampai akhirnya jam menunjukkan pukul 17.05 sudah waktunya pulang kerja.
"Pak apa ada yang harus saya kerjakan ?"
"Tidak ada, kamu boleh pulang" Alva mengizinkan sekertarisnya itu untuk pulang.
"Saya permisi"
Alva hanya mengangguk, lalu merebahkan punggungnya di atas sofa sekedar mengistirahatkan tubuhnya yang cukup lelah.
drrrt.. drttt.. drrrtt...
Sebuah nomor baru tertampil dilayar
"Hallo"
"Alvaaa!!!" pekik seseorang dari sebrang sana
Alva menjauhkan handphone dari telinganya
"Siapa?"
"Ini gue Lady! Masa lo gak kenal sih sama gue".
Alva menghela nafas dan memejamkan mata malas sekali. Cewek yang gak pernah bosen mengejar-ngejarnya sejak SMA. Cewek overprotektif padahal Alva tak memiliki hubungan apapun dengan makhluk satu itu. Beberapa tahun belakangan Lady berada di inggris untuk kuliah dan itu kesempatan yang baik untuk Alva mengganti seluruh nomor kontaknya.
"Hmmm" Alva hanya menyahuti sekenanya.
"Alva lo kok tega sih sama gue, lo ganti semua kontak lo biar apa coba ? Gue jadi kehilangan lo tapi gue coba tanya tanya sama temen deket lo gak ada yang tau tapi akhirnya gue bisa tau nomor lo dari Om gue hehe"
Haaah.. Alva sudah tidak ada semangat untuk meladeni kebawelan gadis itu. Lalu siapa Om nya apa jangan- jangan salah satu relasi bisnis nya?
"Hallo Va, lo dengerin gue ngga sih?"
"Yaa.. apa kabar lo?"
"Gue baik, eh gue gak baik! Karena gak ada kabar lo selama gue di London, gue kangen banget tau sama lo dan bentar lagi gue mau pulang! Gue bakalan segera ketemu sama lo" dari nadanya saja cewek itu kegirangan sekali berbeda jauh dengan lawannya.
"Oh" tanpa banyak bicara Alva segera mematikan ponselnya.
Bukan tidak menghargai tapi Alva sedang malas menimpali makhluk satu itu.
Bagaimana caranya menghindar dari si Lady yang selalu membuat tak nyaman hidupnya dulu? Kalau saja ganti kontak lagi lalu bagaimana dengan relasi bisnis yang biasa menghubungi lewat nomor itu?
Lebih baik ia pulang bertemu dengan kasur kesayangan untuk melupakan penatnya hari ini. Lalu Alva segera pargi dari kantor dan bergegas mengendarai mobilnya yang tinggal terparkir sendiri.
~tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments