Sudah pukul sebelas malam, Ashana masih terjaga fikirannya penuh dengan pertanyaan yang masih membuatnya kalut. Apa yang akan ia hadapi nanti dengan status sebagai istri orang? hidup dengan orang asing yang sampai sekarang pun belum pernah ia jumpai, wataknya seperti apa parasnya bagaimana.. Ah!
Tuhan memang selalu punya kejutan untuk hambaNya. Tapi kesanggupan kita untuk menjalaninya akan menjadi tolak ukur prosesnya nanti.
Ashana pergi keluar kamar ingin sekedar mengalihkan kejenuhannya sekalian mengambil minum ke arah dapur.
Tampak sesosok bayangan duduk di kursi mini bar sekat antara dapur dan ruang makan sedang sibuk dengan laptopnya. Ashana melangkah mendekati sosok itu.
"Bang Andre" sapanya saat tau ternyata Andre sedang mengetikkan sesuatu diatas keypad laptop.
"Kamu belum tidur Sha?" tanya Andre menoleh agak kaget dengan kemunculan Ashana dari belakang.
"Susah tidur" Ashana duduk di samping Andre
"Mikirin yang tadi sore ya ?"
Ashana mengangguk lesu.
"InsyaAlloh Abang masih mampu kok biayain kamu sama adek, Alhamdulillah Abang abis menangin tender besar dan dapet kenaikan jabatan juga, Abang tadi pulang cepet buat ngabarin hal ini tapi ada Om Harry yang sudah menunggu diteras rumah kita" Andre menceritakan saat sore tadi Ia yang harus terkaget menerima tamu orang asing.
"Makasih ya.. Abang udah mau menanggung beban dari kami, Abang hebat dan gak pernah ngeluh" Ashana merasakan haru yang mendesak lalu airmatanya keluar tanpa kendali.
"Jangan nangis Sha, ini udah kewajiban Abang.. dengan izin Alloh Abang akan mengusahakan yang terbaik buat adik- adik Abang, maaf mungkin Abang belum pernah membahagiakan kalian "
Ashana memeluk Sang kakak tertua dengan penuh haru.
"Abang engga boleh bilang gitu, kita bangga sama Abang yang begitu kuat menjalani ini sebagai kakak dan orangtua hiks..hiks.."
Andre menepuk-nepuk pelan punggung adik gadisnya itu untuk menenangkan.
Mereka akan selalu kuat bila saling mengerti dan Andre merasa adik-adiknya ini sangat pengertian,tak pernah sekalipun mereka meminta macam-macam diluar keperluan sekolah. Walaupun Andre sangat tidak keberatan dengan permintaan apapun selama dalam batas wajar.
"Oiya, kamu tahu Barra kenapa?"
"Hemm Barra memangnya ada apa Bang?"
"Engga, tadi Abang lagi nonton di ruang tivi terus Barra malah bolak balik gak karuan, Abang sih yakin pasti ada yang mau diomongin"
Ashana tersenyum sambil mengusap sisa airmatanya.
"Abang emang peka" Ashana mengangkat dua jempol untuk Andre.
"Memangnya apaan sih, ditungguin rengekannya malah menghindar terus tuh anak" Andre gemas dengan tingkah adik bungsunya itu.
"Tadi Barra bilang di sekolahnya mau diadakan studytour ke Jogja dan yang gak ikut harus kumpulkan tugas"
"Kok gak bilang?"
"Katanya gak mau ngerepotin dan ganggu abang karena dia lihat abang kayak lagi banyak pikiran"
"Ada-ada saja tuh anak, biar nanti abang pites juga tuh gengsi"
Ashana malah tertawa dengar kekonyolan abangnya ini, moment seperti ini yang membuat Ashana merasa hangat dan berat untuk meninggalkan kebersamaan ini nantinya.
*
Seperti biasa tepat pukul 6.45 pagi Ashana sudah sampai sekolah. Ucapan Om Harry kemarin masih terngiang ngiang di kepala Ashana membuat gadis itu kurang bersemangat dengan rutinitas hari ini.
Yuri yang baru saja memasuki kelas langsung menyadari raut wajah sahabatnya itu. Ashana tertunduk menyorat nyoret bukunya tak beraturan.
"Pagi Sha" sapa Yuri lengkap dengan senyum cerianya.
Berbeda dengan Ashana yang sama sekali tak menyahut sapaan Yuri
'Ada masalah apa nih? si Sha gak biasanya kayak gini' gumam Yuri mendekatkan wajahnya ke telinga Ashana.
"Sha"
"Ya ampun Ri!" sontak Ashana menegakkan badan tiba-tiba, untung Yuri langsung menghindar jika tidak kepala mereka sudah beradu keras.
"Ih disapa juga tadi kok engga nyautin, lo lagi mikirin apa sih Sha?" Yuri memicingkan matanya penuh curiga
"Emm engga kok Ri, kamu emang nyapa aku? aku gak denger tuh" Ashana mulai gugup dengan pertanyaan Yuri yang langsung to the point.
"Gue mah gak bisa dibohongin Sha, udah cerita aja sama gue, atau.. Lo gak percaya ya sama gue?" Yuri mencebikkan bibirnya pura-pura kecewa agar Ashana mau curhat padanya.
'Apa aku cerita aja ya sama Yuri, tapi.. ah! aku yakin Yuri gak akan bocor'
"Nanti ya ceritanya setelah jam pulang sekolah nanti"
"Oke deh, tapi lo udah bikin gue penasaaaraaan.. " Yuri harus bersabar pada sahabatnya itu, karena Ashana memang selalu agak risih dengan cerita pribadinya.
Delapan jam pelajaran dan diselingi jam istirahat pun berlalu untuk hari ini. Yuri sudah tak bisa menahan rasa penasarannya untuk mendengar cerita Ashana. Segera ia mengajak ke area lapangan basket, mereka pun duduk dibangku tribun paling atas.
"Jadi jadi jadi?" tanya Yuri memburu.
Ashana menghela nafas sebelum memulai cerita.
"Kemarin aku didatangi sepasang suami istri seumuran Almarhum Ayah Ibuku"
"Siapa?"
"Aku juga engga tahu awalnya karena kami sama sekali belum pernah bertemu,mereka mengaku teman karib Ayah..
Mereka juga bercerita tentang masa muda Ayahku yang selalu kompak dengan mereka sampai akhirnya kesibukan merenggangkan hubungan pertemanan mereka"
Yuri masih mendengarkan dengan seksama.
"Suatu ketika mereka bertemu lagi disebuah acara dan tak melewatkan kesempatan itu untuk saling bernostalgia dan menceritakan pengalaman masing-masing selama tak ada kabar satu sama lain, sampai akhirnya mereka memutuskan untuk.. Saling menjodohkan anak mereka"
Yuri menutup mulutnya sedangkan matanya terbelalak.
"Jangan bilang kalo lo.."
Ashana mengangguk meng-iyakan sangkaan Yuri terhadapnya.
"Aku dijodohkan dengan anak mereka, dan itu adalah amanat dari Ayahku juga" Ashana menghela nafas menahan gemuruh didalam dada.
"Terus lo gimana, lo terima?"
"Aku minta waktu sama mereka."
Yuri lalu memeluk Ashana ikut prihatin dengan yang sedang dialami.
"Ternyata masalah gue gak sebesar masalah lo, sabar ya Sha gue siap jadi temen curhat lo".
"Makasih ya Ri.."
Di bawah sana tepat di lapangan Basket Deva sedang memerhatikan seorang gadis yang selalu merebut perhatiannya selama ini.
Tanpa sadar Deva melangkah mendekati Ashana dan yuri yang tengah berpelukan.
"Hai sha, Ri"
"Eh Dev" duo sahabat itu saling melepas pelukan dengan wajah yang kaget.
"Udah duapuluh menit yang lalu jam pulang sekolah kok kalian tumben masih disini?" tanya Deva.
"Biasalah cewek, yaudah kita duluan ya " Yuri langsung menarik tangan Ashana untuk meninggalkan tempat itu
"Mau gue anterin Sha?" tawar Deva tak ingin menyia-nyiakan kesempatan sekecil apapun.
"Makasih Dev, aku bareng Yuri" sahut Ashana membuat Yuri seketika mengangkat alisnya namun segera mengangguk meyakinkan.
"Dia bareng gue "
"Oh oke hati-hati!" Deva terpaksa agak berteriak karena lawan bicaranya sudah berjalan menjauhinya.
'Kenapa ya?' gumam Deva yang masih penasaran dengan sikap Ashana.
Sampai di pintu gerbang sekolah
"Kenapa, lo lagi menghindari Deva?" tanya Yuri
"Kata siapa?"
"Itu tadi pake bohong segala mau pulang bareng gue"
"Aku lagi gak mood Ri buat interaksi sama orang lain"
"Lah gue?"
"Hehehe kamu mah orangaring"
"Ih malah ngelucu dia hahahaha"
Mereka menunggu supir jemputan Yuri baru kemudian Ashana pulang menggunakan angkutan umum berlawanan arah.
~tbc
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments