5. Hujan Diwaktu Musim Semi

Setelah berada didalam kamarnya, Edgar terdiam sejenak sembari berdiri membelakangi pintu. Ia pun melangkah perlahan menuju tempat tidurnya, duduk dipinggir ranjang jerami itu menghadap kearah jendela yang tertutup rapat. Cahaya hangat dari lampu minyak pun memenuhi penerangan kamar itu. Dirinya pun menjadi teralihkan dengan benda tersebut yang berada diatas meja disamping tempat tidurnya.

Kedua mata cokelatnya kini bertabrakan dengan cahaya api itu. Ia lupa untuk mematikan lampu minyak tersebut ketika dirinya terakhir kali keluar dari kamarnya karena terburu-buru. Biar bagaimanapun juga, pekerjaan Guild adalah tugas utama bagi dirinya, maupun untuk para Aegis of the Sun lainnya.

Tangan kanan pria itu pun menyentuh sebuah kenop kecil yang berwarna kelabu bak awan mendung dilangit. Edgar memutarnya hingga api yang menyala diatas sebuah sumbu yang terbakar tadi sampai benar-benar sudah padam. Kemudian keadaan selanjutnya menjadi gelap.

Edgar pun bangkit dari tempatnya, berjalan kearah jendela yang tertutup rapat, lalu merentangkan kedua tangannya, membuka jendela kayu itu lebar-lebar, membiarkan penerangan dari sang Surya memenuhi kamar yang terasa kosong ini.

Angin panas yang sebelumnya ia rasakan ketika keluar dari pasar siang tadi, kini sudah tak bisa ia rasakan ketika sudah tiba di Guild. Bukan karena ia berada disebuah atap yang sama bersama para komplotannya yang lain. Melainkan keadaan langit yang mendadak berubah menjadi suram.

Kedua mata pria itu menatap kearah angkasa yang telah di kepung segerombolan awan berwarna kelabu legam, menutupi langit Ortania seolah menyembunyikan kota kecil itu dari cakrawala. Menandakan bahwa hujan sebentar lagi akan tiba. Edgar bersyukur bahwa ia sudah tiba di Guild tepat waktu. Ia sama sekali tak ingin repot-repot berlari dalam lebatnya guyuran air hujan yang menimpa tubuhnya sebelum tiba di tempat ini.

Angin yang mendadak berubah juga telah meninggalkan rasa dingin kemudian. Menerbangkan dedaunan kering yang telah membusuk yang berserakan tepat dibawah jendelanya setelah pria itu menundukkan kepalanya keluar. Dia lupa kapan terakhir kali membersihkan halaman itu.

Pemandangan luar kamarnya, merupakan seperti sebuah pembatas antara keadaan luar kota dengan keheningan jejeran pohon yang langsung mengarah kesebuah hutan yang berada dibelakang halaman Guild. Edgar sudah terbiasa dengan pemandangan itu.

Langit kelabu semakin bergerak menyelimuti kota kecil yang terletak didekat perbatasan itu. Hujan akan turun kapan saja. Ini seharusnya musim semi, musim semi yang panjang setelah berbulan-bulan lamanya musim dingin meninggalkan Ortania.

Jujur saja, Edgar sama sekali sangat membenci dengan musim yang berubah mendadak seperti ini. Tapi sepertinya, akhir-akhir ini hujan datang tak pernah terprediksi kapan awan kelabu menumpahkan ton air ke kota kecil itu. Ortania bak kota yang suram jika harus diguyur oleh hujan yang deras. Dan sepertinya ini akan terjadi lagi dikala langit sedang cerah siang tadi.

Kedua telinganya mendengar suara samar orang-orang di Guild. Mereka seperti tikus yang terbuang, dan tidak akan aneh jika Dryzell mau memungut mereka semua. Dan kebetulan tumben sekali pria tua itu tak terlihat saat ini. Horald dan Juildith pun belum pulang. Kalau mereka berdua itu, pria berambut cokelat gelap tersebut sudah tahu alasan mereka berdua meninggalkan Guild untuk pergi luar kota.

Disaat Edgar melamun, tenggelam dalam keheningan didalam kamar mungil miliknya, gerimis pun datang tanpa ia pinta, dan berselang beberapa detik kemudian, tetesan air yang berjatuhan dari langit itu pun berubah menjadi hujan yang deras. Edgar sudah menduga itu.

Pria berwajah tampan itu pun menarik nafasnya panjang, dan ia merasakan Petrichor memenuhi rongga dadanya dan membuat ia menyukai aroma tersebut. Tanah yang kering diseberang luar kamarnya kini akhirnya basah karena guyuran hujan. Edgar menghembuskan nafasnya dengan lega. Tak ada bau matahari yang menyengat lagi yang tercium.

Sejak tadi ketika pagi mulai pergi, dan matahari kian meninggi. Disitulah Edgar harus menahan kulitnya yang terbakar sinar matahari. Kulitnya pun memerah karena telah sekian lama.

Pria itu menoleh kearah belakang Guild, pepohonan seolah bahagia ketika semesta memberinya kehidupan. Hujan ini bagaikan sebuah Element alam yang tak bisa dipisahkan dari seluruh makhluk yang ada di benua ini.

"Apa kau merasa lelah, Edgar?" Tanya seseorang yang mengejutkannya. Edgar berbalik, dan punggungnya membelakangi jendela. Dia berniat untuk mengetahui siapa yang baru saja berkata sesuatu padanya, namun setelah pandangannya menatap seluruh ruangan mungil itu, dia benar-benar tak melihat siapapun disana selain dirinya sendiri. Pintu kamarnya juga masih dalam keadaan tertutup rapat sejak ia memasuki kamarnya tersebut.

Darimana suara itu? Pikirannya terus berasumsi, ia berharap bahwa ia hanya salah dengar dan hanyalah sebuah halusinasi karena memang tubuhnya membutuhkan waktu untuk beristirahat.

Dia bergumam dalam benaknya bahwa tidak mungkin ia bisa salah dengar hanya karena dirinya kelelahan saja. Apa itu hantu? Atau cuma sebuah angin yang berhembus memasuki jendela kamarnya, dan kebetulan sekali ia dalam keadaan melamun? Semua pertanyaan itu melintas dikepalanya tentang suara misterius yang sangat jelas sekali terdengar.

Disaat pikirannya terbang karena hal aneh yang baru saja ia alaminya, tiba-tiba saja seseorang datang masuk kedalam kamarnya tanpa mengetuk pintunya terlebih dahulu. Jantung Edgar berdegup sesaat sampai akhirnya kembali lega begitu tahu kalau itu hanyalah sosok Fyerith.

Bocah berambut pirang itu memang sudah terbiasa seperti itu, dan Edgar pun sama sekali tak mempermasalahkan ke lancangannya. "Fyerith? Kau sungguh membuatku sangat terkejut." Desis Edgar pada bocah itu yang sebenarnya sudah beberapa langkah berjalan ketika pintu kamarnya terbuka.

"Um, maafkan aku, Edgar." Kata Fyerith kemudian. "Itu bagus. Sudah lama sekali sejak kau masuk begitu saja ke kamarku tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu." Jawab pria berusia dua puluh empat tahun itu membuang pandangannya asal.

"Apa yang membuatmu sampai terkejut begitu? Apa kau merasa baik-baik saja?" Tanya bocah itu bersikap peduli dengannya. Edgar menggeleng pada akhirnya. "Tidak ada. Aku hanya, um. Kau tahu? Hujan ini membuatku larut pada ketenangan di musim semi." Kata Edgar berasalan.

"Begitu rupanya." Jawab bocah itu yang kemudian telah berdiri dihadapan Edgar. Pria itu masih memunggungi jendela yang terbuka lebar. "Jadi," Kata Edgar kembali menoleh kearah luar jendela. "Apa yang membuatmu sampai kau masuk begitu saja ke kamarku, Fyerith?" Kini giliran pria berambut cokelat gelap itu yang bertanya pada bocah berusia sebelas tahun yang masih dalam posisi yang sama.

"Aku hanya ingin bertanya padamu. Apa benar kau tidak akan lagi tinggal di Guild? Liza baru saja memberitahukan hal itu padaku tadi. Makanya aku lekas menemui mu untuk bertanya soal itu." Ucap Fyerith menatap kearah Edgar, namun pria itu tak menggubris pandangan bocah tersebut.

"Memang." Jawabnya singkat. "Jadi, itu artinya kau akan meninggalkan Aegis of the Sun juga?" Tanya Fyerith dengan semua rasa penasaran itu. "Kau terlalu berpikir berlebihan. Mana mungkin aku mau meninggalkan rumah ternyaman bagiku ini. Aku sudah menjelaskannya pada mereka, kan? Hanya malam hari saja aku akan pergi ke tempat tinggal ku yang baru nanti. Guild ini akan tetap menjadi rumahku. Kau mengerti?" Jelas Edgar pada bocah itu.

......................

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!