3. Guild Red Raven

Matahari masih bersinar dengan terik. Pria berusia dua puluh empat tahun yang sedang berjalan disebuah jalan kota harus mati-matian menahan rasa panas dari sorotan langsung cahaya emas sang Surya. Ia melihat dengan jelas bayangan dirinya yang bergerak mengikutinya tepat dibawah langkah kakinya yang masih saat ini terus bergerak, menuju sebuah tempat yang telah dijanjikan bersama komplotannya.

Ia berharap Liza, Fyon dan juga Fyerith sudah berada disana setelah bergegas angkat kaki dari keramaian yang penuh kesesakan itu. Sejak pagi dirinya bersama komplotan Aegis of the Sun itu pergi dari Guild mereka demi menjalankan sebuah pekerjaan yang mereka ambil sejak dua hari yang lalu.

Juildith lebih memilih merampok sebuah bank di luar kota, yang ditemani oleh Horald lima hari yang lalu. Edgar berharap mereka berdua juga berhasil.

Pria itu berjalan sembari menengadah kepalanya ke langit. Memandangi cerahnya keadaan cakrawala siang ini. Padahal ini bukanlah musim panas, tapi keadaan sangat terasa pengap dan membuatnya sangat kehausan. Ia berjanji pada dirinya sendiri jika telah tiba di Guild, hal yaang akan pertama kali ia lakukan adalah meneguk segelas air putih demi menghilangkan rasa dahaganya yang menyerangnya.

Pandangannya kembali terfokus pada sebuah kantung kain yang berisikan Ruby yang lumayan banyak didalamnya. Edgar bisa merasakan hal itu ketika mencengkeram kantung tersebut ditangan kirinya. Orang itu adalah target yang tepat bagi dirinya. Tidak, sebelumnya memang Fyerith lah yang mengusulkan padanya. Bahwa pria yang telah menjadi korban pencurian dipasar siang hari ini adalah orang yang cukup kaya rupanya.

Atau jangan-jangan orang itu hanya seseorang yang berasal dari keluarga peternak atau petani yang memang kebetulan telah mengumpulkan uang untuk modal bisnis kecilnya, mengembangkan usaha dari hasil usahanya selama ini. Namun sialnya orang itu harus mengalami kesialan hari ini. Edgar tersenyum puas, dan pria berambut cokelat gelap tersebut sama sekali tak peduli tentang dugaannya yang sempat melayang bak angin lalu.

Edgar kembali memasukkan kantung itu kedalam saku celananya. Dan pandangannya kembali terpaku pada langkahnya. Wajahnya benar-benar menghadap kedepan, kedua matanya menangkap keadaan yang tenang dijalan itu. Ia pun juga sejak tadi telah melihat adanya aktivitas dari orang-orang yang tinggal disekitar tempat ini.

Edgar saat ini berada disebelah timur Ortania. Ia sangat sudah tak asing dengan semua keadaan yang terjadi pada kota ini. Sudah sejak kecil dirinya menjelajah tempat kumuh seperti itu, demi memuaskan keinginannya dalam mencuri. Bersama seseorang yang pernah ada dalam hidupnya kala itu. Dan saat ini, sekarang rasanya malah begitu janggal, dan memang harus ada sesuatu yang bisa mencungkil kembali semua kejanggalan tersebut.

Edgar seperti telah melupakan sesuatu yang semu. Pria itu menarik nafasnya sembari menghembuskan dengan berat. Dia pun merasakan rongga dadanya telah dipenuhi oleh angin musim semi disekitarnya.

Setelah berjalan cukup lama, Edgar akhirnya melihat sebuah pohon yang lumayan besar berdiri dibibir jalan yang ia pijaki saat ini. Dan kedua matanya mengibas pandangan disekitar tempat itu seperti mencari sesuatu. Ketika dirinya sempat menduga bahwa sama sekali tak ada orang satu pun yang berada disana, namun di detik berikutnya dugaannya telah tersangkal karena ada seorang gadis dengan rambut kuncir kudanya yang tak asing bagi Edgar.

Dan ia pun melihat ada seorang anak berambut pirang yang tengah berjongkok memainkan sebuah ranting kecil diatas tanah seraya menopang dagunya dengan malas. Sedangkan seorang pria yang berdiri tak jauh dari keduanya itupun tengah bersandar dibalik pohon, membelakangi jalan.

Wajah lelah Edgar berubah seratus delapan puluh derajat begitu melihat siapa sosok ditempat itu tersebut. Dia pun akhirnya mempercepat langkahnya untuk segera tiba disana.

Seorang gadis yang terlihat menyapu pandangannya kesekitar baru menyadari kehadiran pria berusia dua puluh empat tahun itu.

"Akhirnya kau tiba, Edgar." Katanya yang membuat kedua orang didekatnya seketika mengalihkan pandangannya pada sosok yang memang sejak tadi ditunggu kehadirannya. "Maafkan aku membuat kalian menunggu terlalu lama.

Bocah berambut pirang yang baru bangkit dari tempatnya itu menggeleng kearah Edgar. "Enggak, kok. Kami juga sebetulnya baru tiba disini lima menit yang lalu." Katanya.

"Bagaimana kau bisa lolos dari kejaran orang-orang dipasar tadi, Edgar?" Tanya seorang pria yang satu tahun lebih muda darinya. Edgar menjawab sembari menyunggingkan senyumnya. "Itu gampang, Fyon. Mereka sebetulnya memang bukan apa-apa bagi kita, iya kan?" Katanya dengan menyombongkan diri.

Gadis berkuncir kuda yang berdiri dihadapannya juga itu ikut tersenyum, "Baiklah, coba lihat apa yang telah kami dapat disana tadi." Katanya sembari memamerkan sebuah benda yang mengkilap seperti cahaya fajar dipagi hari yang menyilaukan mata. Gadis itu memegang dua buah perhiasan ditangannya.

"Itu bagus sekali, Liza!" Seru Edgar memuji gadis itu. "Kalau bukan berkat kegaduhan tadi, aku dan Fyon juga tak akan bisa mendapatkan benda ini." Jawab gadis itu. "Aku hanya dapat ini." Balas Edgar. Pria itu melempar sebuah kantung yang berisikan Ruby tadi yang telah ia rogoh dari dalam sakunya, melemparkan benda itu kearah Fyon. Pria itu sempat terkejut, namun untungnya ia berhasil menangkapnya meskipun nyaris saja mengenai wajahnya.

"Ini?" Kata pria berambut hitam kusam tersebut. Edgar mengangguk. "Itu lebih dari cukup." Sambar Fyerith. "Kau benar." Timpal Edgar sembari mengacak-acak rambut pirang Fyerith gemas. Bocah itu sebetulnya sudah tumbuh dengan cepat. Dulu Edgar mengira kalau Fyerith adalah bocah yang cengeng. Ia bahkan sempat lupa kenapa Fyerith bisa mengalami perkembangan dengan cepat seperti itu. Apa karena didikan dari Horald atau memang pengaruh orang-orang di Guild. Kalau Dryzell sudah pasti.

Pria itu tak akan memandang siapapun orang yang tinggal didalam Guild, jika bandel ataupun bersikap manja, pria yang tak muda lagi itu pasti tak akan segan-segan menghajar siapapun habis-habisan. Edgar sebetulnya tersenyum getir mengingat kejadian itu. Namun disaat situasi yang berbeda ada kalanya Dryzell memainkan perannya seperti seorang ayah pada anak-anaknya. Pria itu terkadang sangat perhatian dalam mewujudkan kasihnya pada anggota Guild Red Raven itu.

"Baiklah, kita harus segera kembali ke Guild sekarang." Perintah Edgar pada komplotannya. Semua orang didekatnya itu langsung menuruti perkataannya tanpa harus menjawab ucapan Edgar.

Mereka berempat beranjak dari tempat mereka, untuk segera bergegas menuju rumah tua yang menjadi tempat mereka berteduh.

Guild Red Raven berada dibelakang pusat kota yang langsung berdekatan dengan pepohonan yang menjadi penghias tempat itu. Ditambah dengan hutan belukar yang berjarak beberapa ratus meter dari halaman belakang Guild, kemudian jika siapapun yang menerobos tempat itu, maka pemandangan selanjutnya yang dilihat adalah sebuah hamparan danau dengan perairannya yang tenang disana.

Edgar pernah melihat diseberang danau bahwa ada sebuah desa yang sama sekali belum pernah ia pijaki seumur hidupnya. Desa itu bukan Hold Widden yang pernah ada dalam ingatannya selama hidupnya ini.

......................

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!