4. Keputusan

Begitu tiba di depan pintu Guild, Edgar meraih gagang pintu itu. Berharap tidak ada sosok yang menakutkan yang berdiri tepat dibalik pintu tua berwarna hijau pucat seperti itu. Dia pernah mengalami hal seperti itu ketika dirinya kembali bersama Liza lepas mereka berdua pergi ke lembah Nylon untuk sekedar bersantai, menghabiskan waktu libur mereka sebelum akhirnya tenggelam kembali pada kesibukannya sebagai seorang perampok atau pencuri.

Edgar larut dalam kehangatan hamparan Padang rumput yang begitu luas itu. Ia hanya merasa tenang ketika berada disana, bahkan dirinya sendiri juga tanpa sadar telah terbawa oleh sebuah mimpi yang begitu nyata. Mimpi yang seakan dirinya telah terbang ke masa depan, kemudian pudar begitu dirinya terbangun dan mengingat semuanya.

Pria berambut cokelat gelap pun melangkah masuk kedalam Guild, yang langsung menampakkan sebuah ruang utama yang memang sudah terbiasa dipenuhi oleh orang-orang yang memang sudah tinggal disitu. Belakangan ini, dirinya merasa kalau ada yang salah. Ia merasa ada sebuah kekurangan yang rasanya tak bisa ia ungkapkan secara langsung, namun dadanya begitu sesak jika harus terus-menerus memikirkan hal tersebut.

Dia berdecik pelan sembari mengibaskan pandangannya ke sekitar. Dia pun mencari sebuah tempat duduk yang kosong untuk menghilangkan rasa lelahnya setelah hampir seharian berada diluar Guild, melakoni pekerjaannya demi Dryzell. Pria tua itu belum nampak batang hidungnya sejak ia memasuki tempat itu.

Edgar bergumam pelan dalam hatinya. "Tumben," Katanya berbicara pelan, namun tanpa sadar, rupanya Liza menyusul langkahnya dibelakang, lalu ikut duduk didekatnya, yang berhadapan dengan sebuah meja dituangkan utama itu. Suara orang-orang di Guild memang sudah biasa ia dengar, tapi sayangnya hanya ada satu suara yang hilang.

Edgar memejamkan kedua matanya perlahan kemudian membukanya kembali. Dan dirinya masih melihat sebuah keadaan yang sama, tidak berubah. Ia pun menghembuskan nafasnya malas.

"Karena Dryzell tak ada disini?" Ujar Liza yang rupanya mendengar suara Edgar tadi. Pria berkaos lengan pendek tersebut mengangguk kemudian. "Aku sempat khawatir ketika baru membuka pintu Guild tadi ketika hendak masuk." Katanya. Liza terkekeh pelan.

"Kau pasti berpikir kalau Dryzell akan melototi mu sambil mengomel tak karuan seperti waktu itu?" Tebak gadis itu. Berharap Liza tak mengerti ucapannya, justru Edgar mengangguk pasrah karena apa yang dikatakan oleh gadis berambut cokelat itu benar.

"Tapi memang begitulah kenyataannya. Dryzell adalah orang tua yang bodoh." Ketus Edgar sembari membuang pandangannya asal. Namun Liza segera mengikuti pria itu bertujuan supaya Edgar segera menarik perkataannya kembali.

"Jika Dryzell mendengar mu, kau akan mati." Kata Liza. Edgar tak menjawab apapun lagi. Bukan karena takut dengan ucapan Liza barusan, hanya saja ia memang merasa malah jika harus berhubungan dengan orang tua itu.

"Tapi, memang benar, sih. Coba kau pikirkan lagi. Sejak kapan Dryzell bersikap menyenangkan? Wajahnya saja tak pernah berubah sejak aku pertama kali melihat orang itu." Timpal Liza yang malah menjadi ikut memihak kepada ucapan Edgar.

Disela pembicaraan mereka itu, tiba-tiba saja Fyon datang sembari membawa ketiga gelas minuman, lalu menaruhnya diatas meja dihadapannya Liza dan Edgar. Mereka berdua pun segera meraih gelas tersebut yang berisikan sake yang memang sengaja sudah disediakan pria itu.

Ada ketiga gelas kayu dengan warna yang senada, Fyon duduk kemudian diantara mereka berdua. "Terimakasih." Ucap Edgar singkat setelah meneguk minuman itu. Fyon mengangguk pelan, "Tidak masalah." Katanya.

"Jadi, apakah kau betul-betul akan menyewa sebuah kamar, Edgar?" Tanya Fyon padanya. Baru sekali rasanya minuman keras itu mengalir melewati tenggorokannya, kini Edgar harus mendengarkan sebuah pertanyaan seperti itu lagi.

"Hah? Kau akan menyewa sebuah kamar?" Tanya Liza yang juga sebetulnya terkejut mendengar ucapan Fyon barusan. "Dia pernah bercerita padaku kemarin bahwa dia akan menyewa sebuah kamar, kupikir itu hanya sebuah omong kosong, makanya aku tadi menanyakan hal itu lagi." Jawab Fyon seraya menatap kearah Edgar. Sedangkan pria itu bergeming, ia mengumpulkan semua alasan di kepalanya sehingga terdengar kuat ditelinga mereka.

Edgar memang pernah memikirkan hal itu sebelumnya. Lebih tepatnya ketika Dryzell telah memarahinya habis-habisan hanya karena ia pulang dari lembah Nylon. Dan bukan itu saja, Edgar juga sempat terganggu dengan isi kepalanya setelah itu. Itulah yang membuat dirinya lebih memilih untuk menyewa sebuah kamar sebagai tempat tinggalnya kedepan. Disisi lain juga pastinya Dryzell tak akan pernah mengizinkan hal tersebut.

"Ya, begitulah. Aku hanya ingin memberikan kamarku untuk Fyerith. Bocah itu telah membantuku banyak." Kata Edgar beralasan. Sayangnya ucapannya itu tak menggugurkan rasa penasaran mereka berdua. Itu artinya ia gagal dalam berbohong.

Melihat Liza dan Fyon saling bertukar pandang, Edgar menjadi membatu melihatnya. "Ada apa? Apa ada yang salah?" Kata pria berusia dua puluh empat tahun itu. "Kenapa kau memberikan kamarmu untuk bocah itu? Harusnya kau mempertahankannya karena Dryzell telah memberimu tempat yang nyaman, kan?" Ucap Fyon.

"Aku tahu, Fyon. Untuk itu aku tahu. Keputusan ku ini bukan berarti aku meninggalkan Red Raven. Tentu saja aku akan kemari setiap hari, dan kembali ketempat tinggal baruku saat sore." Jelas Edgar.

"Lagipula bukankah Emily dan Drake juga memiliki tempat tinggal mereka? Bahkan mereka masih menampakan batang hidungnya disini, kan?" Kata Edgar ketika mengingat kedua orang itu.

Fyon dan Liza mengangguk. "Dan kau?" Kata Liza.

"Aku akan mencari sebuah kamar saja. Kudengar itu sebuah Kost." Kata Edgar. "Tempat tinggal yang hanya menyediakan sebuah kamar saja?" Kata Liza menebak. Edgar mengangguk.

"Kau benar." Jawab Edgar. "Itu artinya kau harus membayar uang sewanya setiap bulan, begitu?" Timpal gadis berambut cokelat itu lagi. Dan lagi-lagi Edgar mengangguk sembari meneguk minumannya yang sisa setengah gelas. Pria itu meminumnya sampai habis.

"Darimana kau mendapatkan uang untuk itu semua?" Kini giliran Fyon yang balik bertanya. "Itu mudah, aku akan bekerja lebih keras lagi. Lagi pula ini semua untuk memulihkan pikiranku. Entah kenapa belakangan ini pikiranku selalu kacau." Jelas Edgar beralasan lain. Alasan itulah yang akhirnya membuat mereka berdua penasaran.

Namun Edgar sudah menduga akan hal itu, dia pun berdiri dari tempatnya kemudian beranjak menuju kamarnya, demi menghindari raut wajah kedua rekannya tersebut. "Aku harus segera berisitirahat." Kata pria itu tanpa menatap kearah mereka berdua lagi.

Edgar menyusuri beberapa anak tangga yang terbuat dari kayu untuk menuju kamarnya yang berada dilantai atas. Ada banyak kamar disana, namun Dryzell telah menempatkan dirinya pada sebuah kamar yang kecil dengan dua kasur yang tersedia.

Edgar meraih gagang pintu setelah tiba didepan pintu yang yang sangat tak asing. Pria itupun membukanya perlahan, dan kedua matanya kini menatap sebuah keadaan yang berbeda dari sebelumnya.

Tempat itu lebih hening dan tenang daripada ruang utama Guild yang terkadang tak teratur. Edgar pun segera menutup pintu kamarnya rapat-rapat dan berniat untuk menenggelamkan dirinya pada situasi yang tenang itu.

......................

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!