"Nak, bisa saya bicara sebentar?" Meta menghampiri Carmilla di kala Milla berjalan menuju rumahnya. Milla menoleh.
"Maaf, Anda siapa ya?" Milla merasa tidak mengenal wanita itu dan enggan untuk banyak bicara.
"Saya hanya ingin bertanya sesuatu tentang teman kamu tadi. Saya tidak sengaja melihat dia dengan seorang pria saling berselisih. Saya tertarik untuk memberikannya pekerjaan."
Milla tercengang dan juga senang ada orang yang ingin memberikan Bian pekerjaan dan ia antusias mengangguk.
"Boleh, kita bicara di sana saja!" Milla menunjuk tempat makan tak jauh dari sana. Meta mengangguk.
***********
"Bian terlahir dari keluarga yang sederhana. Seperti yang Tante lihat, kalau Bian hidup di lingkungan para pendosa. Ayahnya meninggal akibat kanker, dan Ibunya terpaksa menjadi seorang wanita malam sejak suaminya meninggal atas desakan Pamannya Bian. Saat ini Bian sedang berusaha mencari pekerjaan untuk membayar hutang Ibunya dan membebaskan dari Paman Austin."
"Aku kasihan kepada Bian dan Ibunya. Mereka harus terikat dengan mucikari itu. Aku juga takut jika mereka tidak bisa membayar lunas utangnya maka Bian lah yang akan di jadikan wanita malam oleh Paman Austin dan hasilnya Paman Austin sendiri yang menikmati," ucap Milla panjang lebar.
"Berapa utang mereka?"
"5 juta dolar. Uang itu di gunakan untuk berobat Ayahnya Bian."
Meta mengangguk mengerti, dia sedikit tahu mengenai cerita hidup Bian. Dan ia semakin mengerti kenapa orang tuanya Bian sampai menyembunyikan kecantikan putrinya di balik warna hitam.
**************
"Bagaimana, Meta. Kamu sudah mendapatkan informasi mengenai wanita itu?" tanya Abraham tak sabar ingin tahu siapa wanita tadi.
"Sudah, Pak." Meta menceritakan semua informasi yang ia dapatkan dari Carmilla tanpa ada yang di tutupinya.
"Jadi dia sedang membutuhkan uang. Hmmmm kalau gitu, kau suruh temannya mengajak Bian untuk menemui saya. Saya menginginkan gadis itu," ujar Abraham menyunggingkan senyuman di sudut bibirnya.
"Baik, Pak. Kalau gitu saya permisi dulu." Meta berdiri lalu pamit ke ruangan kerjanya setelah mendapat anggukan kepala dari Abraham.
"Mutiara di balik lumpur, itulah gadis itu," gumam dalam hatinya.
************
Keesokan harinya, Bian kembali bersiap untuk mencari lagi pekerjaan. Dia tak akan pernah menyerah sampai bisa membebaskan Ibunya dari jerat hutang.
Tok tok tok
Ceklek...
Bian membuka pintu rumahnya.
"Ibu." Ternyata Rebecca lah yang pulang. Terlihat gurat kelelahan di wajah sang Ibu dan itu membuat hati Bian sakit di rundung kesedihan.
Rebecca melangkah masuk membaringkan tubuhnya di ranjang, Bianpun mengikutinya. Lalu, duduk di tepi ranjang.
"Sampai kapan Ibu akan seperti ini terus?"
"Ibu juga tidak tahu."
Bian menghelakan nafas. Dia berpamitan pada Ibunya untuk kembali lagi mencari pekerjaan. Baru saja melangkah sudah terdengar pintu di ketuk, dan Bian kembali membukanya.
Tok tok tok
Ceklek....
"Milla."
"Bian, pasti kamu akan mencari pekerjaan lagi ya? kita berangkat bareng, yuk?"
"Memangnya kau tidak keberatan kalau aku ikut denganmu?"
"Tentu saja tidak. Kalau aku keberatan pasti tidak akan kemari. Kita berangkat sekarang saja." Milla merangkul pundak sahabatnya. Lalu, mereka beranjak pergi setelah berpamitan kepada Rebecca.
*********
Bian tak percaya kalau Milla membawanya ketempat yang kemarin.
"Mill, kenapa kau membawaku ke sini?" tanya Bian seraya turun dari motor.
"Saya yang menyuruhnya." Sahut seseorang ke luar dari dalam. Gadis itu menoleh.
"Tante Meta." Kata Bian, Meta tersenyum.
"Saya permisi dulu, Tante. Bian, ku pamit." Milla langsung saja melanjutkan perjalanannya. Bian menatap heran pada temannya itu.
"Ayo masuk! Tuan Abraham menunggu mu," ajak Meta mempersilahkan. Meski gadis berkulit hitam itu terlihat bingung, ia tetap melangkah masuk.
Kini, mereka bertiga sudah duduk dengan posisi Abraham berada di depan kedua wanita berbeda usia hanya terhalang meja.
"Saya tahu apa yang sedang kau alami. Saya akan melunasi semua hutang Ibumu dan memberikannya modal usaha dengan syarat harus menikah dengan putraku," ucap Abraham langsung pada intinya sambil menatap serius pada Bian.
Sontak Bian mendongak terkejut, "Darimana Tuan Abraham tahu kalau aku sedang membutuhkan uang?" gumam batinnya.
"Saya tidak akan meminta jawabannya sekarang. Tapi, jika kau bersedia bisa datang lagi kemari. Pikirkan baik-baik tawaran saya atau Ibumu akan terus di jual oleh Pamanmu."
Deg...
Bian semakin terkejut saja, pasalnya ia tidak pernah memberitahukan perihal masalahnya pada orang lain selain Carmilla dan keluarganya yang tahu.
Meta melirik Bian, wanita berusia 38 tahun itu menggenggam tangan gadis di sampingnya.
"Pikirkanlah demi kebebasan Ibumu. Apa kau mau terus menerus melihat Pamanmu menjual Ibumu? apa kau tak ingin membebaskan Ibumu dari jerat hutangnya? semua ada di tanganmu! Percayalah, mungkin ini jalan takdirmu," ucap Meta.
"Beri aku waktu untuk memikirkannya, Taun." Bian belum bisa memberikan jawabannya sekarang. Dia harus memikirkannya dulu dan meminta pendapat dari Ibunya.
************
Sepanjang perjalanan pulang, Bian memikirkan ucapan Tuan Abraham.
"Apa aku harus menerima tawaran ini dan mengorbankan diriku? tapi, kalau aku tidak menerimanya, Ibu akan terus jadi wanita panggilan sampai utangnya lunas."
Bian berjalan menunduk sambil melamun. Di kala pikirannya kacau, dia mendengar teriakan Pamannya sedang memarahi Ibunya. Bian sedikit tergesa mendekati rumahnya.
"Saya lelah, Austin. Hampir semalam saya melayani pria yang menyewaku, dan sekarang kau meminta saya untuk kembali ke tempat itu. Saya itu manusia bukan robot yang seenaknya kau kendalikan," pekik Rebecca muak di paksa terus.
"Kau harus menuruti semua perintahku! Kau ingat dengan utangmu? kalau kau lupa maka akan ku ingatkan jika kau masih memiliki 5 juta dolar. Dan, kalau kau menolak, maka anakmu yang akan ku jual!" sentaknya mencak pingggang kesal pada Rebecca tak mau melayani lagi pria yang semalam.
"Stop! Paman. Ibuku tidak boleh lagi bekerja di tempat itu! Aku akan membayar semua utang Ibu beserta bunganya!" Bian memekik berdiri tepat di antara keduanya.
"Bian, apa yang kau bicarakan?"
"Ck, kau tak akan mampu membayarnya, anak hitam. Mana mungkin kau memiliki uang sebanyak itu." Austin menatap sinis pada gadis berkulit hitam itu.
"Besok, besok aku akan membawa uangnya. Tapi dengan syarat kalau Paman akan membebaskan Ibu. Jika tidak, maka aku tak segan-segan mempenjarakanmu atas kasus prostitusi." Ancam Bian menatap serius.
"Ok, saya tunggu uangnya besok. Kalau tidak, kau sendiri yang akan membayarnya dengan tubuhmu. Meski kau hitam, pasti ada yang mau membeli jasa mu." Austin pergi dari sana setelah membuat kesepakatan dengan Bian.
Bian menghelakan nafasnya.
"Darimana kamu akan mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu satu hari? lebih baik Ibu bekerja supaya kau terbebas dari jerat mucikari seperti Austin," Rebecca tidak mau putrinya terjerumus ke dalam lumpur dosa. Biarlah dia yang terjun asalkan putrinya selamat.
"Aku mau bicara sama, Ibu." Bian mengajak Rebecca masuk kedalam. Mendudukan Ibunya di kursi, dan dia sendiri duduk di bawah di depan Ibunya.
"Ada orang yang akan melunasi semua utang Ibu dengan syarat bersedia menikah dengan putranya."
"Apa?!"
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Novianti Ratnasari
epek teh anak nya teh Nathan yg udh punya istri
2022-10-13
0
💕KyNaRa❣️PUTRI💞
tuh bian masa nikah ama pak abraham sih kan udah tua juga umur udah 48 tahun ...atau sama anaknyaa yaa
2022-07-30
1