"Ibu, Bian sudah memasakan makanan buat Ibu. Bian pamit dulu mau cari kerjaan bareng Carmilla. Doakan Bian semoga Bian dapat kerjaan supaya bisa cepat-cepat bayar utang Ibu dan Ibu tidak bekerja lagi," tuturnya seraya menyematkan tas ke pundak.
"Tapi, Bi. Ibu takut mereka malah jijik dan takut melihatmu. Ibu tidak ingin kamu di perlakukan tidak baik oleh mereka." Rebecca khawatir Bian akan mendapat hinaan orang-orang.
Bian berjongkok di depan Ibunya yang sedang duduk. Tangannya mengambil kedua tangan sang Ibu lalu ia genggam menatap lekat-lekat mata Ibunya.
"Kalau Bian berdiam diri terus, yang ada Bian merasa bersalah membiarkan Ibu terus-terusan menjadi wanita panggilan. Dan, Bian harus berani menghadapi kekejaman dunia karena tidak mungkin selamanya Bian akan bersembunyi terus."
"Maka dari itu, Bian mau mencari kerjaan ke luaran sana. Tak mengapa mereka mau menghina Bian ataupun menatap jijik, akan Bian hadapi."
"Kamu yakin?" tanya Rebecca memastikan berharap anaknya membatalkan niatnya.
"Aku yakin, Bu." Bian melepaskan genggamannya lalu berdiri.
"Bian..." panggil seseorang.
"Tuh, Carmilla sudah menjemputmu. Aku pamit dulu, Bu." Bian menyalami Ibunya dan mencium kening Ibunya.
"Kamu hati-hati ya, semoga segera dapat kerjaan." Doa Rebecca tulus sedih melihat anaknya harus berjuang di saat keadaannya seperti itu.
"Iya, Bu."
*********
Di saat menaiki motor milik Carmilla, mata Bian tak lepas memandangi pemukiman tempat dia tinggal. Untuk pertama kalinya dia keluar dari zona nyamannya dan kemungkin-kemungkinan hal tak terduga akan ia dapatkan di luaran sana.
"Mill, apa mereka akan menerima ku bekerja di sana?" tanya Bian was-was.
"Pastilah, Bi. Bos sendiri yang menyuruhku mencarikan karyawan. Gajinya juga cukup lumayan 400 dolar Amerika."
Tak berselang lama, mereka sampai di sebuah restoran mewah. Bian terkagum melihat bangunan bertingkat empat itu. Namun, banyak pasang mata yang menatap aneh terhadapnya.
"Lihat deh, kulitnya hitam banget ya."
"Iya, ini jauh sangat hitam bagaikan orang negro."
Bian dan Carmilla bisa mendengar bisikan-bisikan dari mereka.
"Bian," Carmilla menggenggam tangan sahabatnya memberikan dukungan kalau dia bersamanya.
"Aku tidak apa-apa, ini pasti terjadi." Bian tersenyum dan memperhatikan mereka yang juga memperhatikan dirinya.
Carmilla membawa Bian ke dalam.
"Bos nya agak galak, dia sudah menikah, kamu harus kerja yang benar supaya dia tidak marah."
"Bos nya sudah tua ya?" bisik Bian seraya memperhatikan sekitar.
"Masih muda, sekitar 26 tahunan lah. Dia baru menikah 2 bulan yang lalu."
"Mill, siapa yang kau bawa? hitam banget kulitnya?" sindir salah satu teman kerja Carmilla.
"Dia teman saya, tidak mengapa kulitnya hitam asalkan dalamnya putih," bela Carmilla merangkul lengan Bian.
"Hitam gini mana ada dalamnya putih. Kalau dalamnya hitam pasti ada. Eh, dalamnya putih juga ada, tulangnya. Hahahaha..." Mereka tertawa menghina warna kulit Bian.
Bian memejamkan mata, dia berusaha bersabar. Dia sudah janji untuk tidak terbakar emosi, dan dia sudah mengetahui bahwa ini pasti akan terjadi.
"Hei! Kalian jangan menghina dia, dia itu emang putih, cantik, dan dia itu mutiara di balik lumpur. Asal kalian tahu..."
"Milla," perkataan Carmilla di potong oleh Bian. Bian tidak mau membuat masalah dengan orang-orang.
"Biarkan mereka berkata apa, mendingan sekarang kamu ajak aku untuk bertemu dengan HRD nya."
"Astaga, hampir ku melupakan itu. Ayo!" Carmilla membawa Naya bertemu kepala HRD.
Tok.. tok.. tok..
"Masuk!"
"Permisi, Pak." ucap Milla dan pria itu mendongak.
"Oh, kau rupanya. Ada Milla?"
Carmilla memberikan kode kepada Bian supaya ikut masuk. Bian mendadak takut, takut di tolak. Tapi, Milla sedikit menyeret Bian.
"Pak, saya membawa teman saya yang ingin bekerja di sini sesuai yang Anda minta."
Pria itu kembali mendongak, namun matanya sedikit terkejut melihat wanita di sebelah Carmilla.
"Siapa orang hitam ini, eh, sorry. Maksud saya wanita di sebelah kamu ini?"
"Ini Bian yang akan melamar pekerjaan di sini, Pak."
Pria itu manggut-manggut mengerti. "Baiklah, kalau gitu kamu boleh bekerja di sini berhubung kami memamng sedang membutuhkan banyak tenaga kerja. Jadi kau boleh bekerja sekarang juga!"
"Terima kasih, pak. Saya akan bekerja dengan bersungguh-sungguh." Bian tersenyum membungkuk hormat merasa senang bisa mendapatkan pekerjaan.
"Mill, kau kasih tahu apa saja yang harus ia kerjakan!"
"Baik, Pak." Carmilla pun membawa Bian ke bagian belakang restoran.
"Bian, tugasmu melayani pembeli, mengantarkan pesanan, membersihkan meja yang telah di pakai. Dan sekarang kau antarkan pesanan ini ke meja no 11!"
"Baik, makasih kamu sudah membantuku, Mill."
"Sama-sama, kamu kan temanku jadi kita harus saling membantu."
"Orang hitam ini kau jadikan teman, Mill? gak salah tuh? apa kau tidak malu berjalan beriringan dia? kalau kita mah pasti malu. Kulitnya saja jauh berbeda dengan kita.
"Hei..!"
"Sudah, Mill." Bian menggelengkan kepala untuk tidak membuat keributan.
"Aku antar kan ini dulu kedepan." Bian mengambil nampan berisi makanan dan minuman ke depan.
Dia berjalan menunduk tanpa menghiraukan pasang mata yang menatapnya dengan tatapan aneh. Bian tak peduli dengan tatapan itu yang ia pedulikan adalah Ibunya.
Namun, dia malah tak sengaja menabrak seseorang.
Bruuukkk... prang...
"Astaga...! Maaf, maaf, saya tidak sengaja!"
"Dasar pelayan tidak punya mata, kalau jalan tuh pakai mata. Lihat, bajuku sampai basah karenamu. Siapa sih yang sudah memperkerjakan orang hitam ini di restoran ini?" pekik Pria marah bajunya terkena tumpahan air.
Bian menunduk takut, baru pertama kali kerja sudah kena masalah.
"Pelayan! Pelayan!" teriak wanita di sampingnya.
Para pelayan di sana tergesa-gesa menghampirinya.
"Iya, Bu.'
"Siapa yang sudah memperkerjakan wanita hitam ini? lihat, baju suamiku kotor gara-gara dia," pekiknya.
"Ma maaf, Bu. Dia pelayan baru bawaan Carmilla." Jawab salah satu dari mereka yang tadi melihat Milla membawanya.
"Hei, pelayan baru, kau tidak bisa kerja disini. Mulai saat ini kau ku pecat. Bisa-bisanya HRD memperkerjakan wanita hitam dekil bagaikan kacang kedelai hitam ini di restoran ku," sentak Pria yang mengaku bos seraya mengelap baju yang terkena jus.
"Emangnya Anda siapa sampai berani memecat saya? Anda bukan bos di sini jadi jangan seenaknya memecat saya!" jawab Bian mendongak menatap wajah pria itu.
"Kau.. Kau berani melawanku! Pak Darko..." teriaknya menggema menyebutkan nama HRD.
Orang yang di panggil tergesa-gesa menghampiri sebab ia di beritahukan oleh salah satu pelayan yang melihat keributan.
"Iya, Pak Nathan."
"Kau yang menerima wanita jelek ini?" tanya nya memekik membuat gendang telinga mereka tegang.
"I iya Pak. Di dia butuh pekerjaan."
"Kau tidak becus mencari pelayan. Saya tidak mau dia bekerja di restoran saya lagi. Pecat dia! Bilang padanya kalau saya adalah bos di sini!" ujarnya pergi meninggalkan mereka.
"Pecat dia!" pekik wanitanya dan mengikuti suaminya.
"Pak, jangan pecat saya, Pak."
"Saya pecat kamu! Kau sudah mengusik bos disini dan saya tidak mau pekerjaan saya jadi sasarannya kalau tidak memecatmu. Sekarang kau pergi dari sini sebelum bos kembali marah."
"Tapi, pak..."
Pak Darko mengangkat tangan menyerah, diapun beranjak pergi.
Bian menunduk lesu. Baru saja masuk kerja sudah di pecat lagi.
"Bian, aku minta maaf tidak bisa membantumu," tutur Carmilla tidak bisa melawan bosnya.
"Tidak apa-apa, kamu lanjut kerja lagi! Nanti kena marah lagi," kata Bian tersenyum.
"Tapi kamu.."
"Aku baik-baik saja, ku langsung pulang kok."
"Langsung pulang ya! Aku tidak bisa mengantarkanmu." Carmilla merasa tidak enak hati.
"Tidak apa-apa. Aku bisa sendiri." Dan, Bianpun berpamitan. Namun, sebelumnya ia mengganti seragam pelayannya.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 72 Episodes
Comments
Novianti Ratnasari
belum tau aj klw dia itu putih. cuman mau melindungi diri dari paman nya
2022-10-13
0
CewekTauruz30
Aku rasa pura-pura hitam supaya dia gak dijadikan sasaran sama pamannya. 🤭 Sabar Bian 🥺
2022-09-06
1
💕KyNaRa❣️PUTRI💞
itu dia pura pura jelek ataw dia emg aslinya jelek , itam ataw hanya nyamar saja
2022-07-30
0