Sesampainya di kafe Mentari, melalui bantuan Gmap, Mutiara pun memarkirkan motornya diparkiran motor. Tetapi saat melihat gedung kafe itu, dan melihat pengunjungnya, nyali Mutiara menciut. Dia tak berani masuk kafe megah itu sendiri, rasanya seperti kurcaci masuk istana.
"Duh, kayaknya, pengunjungnya orang orang gedean nih... apa aku telpon mas nya tadi aja ya?" gumam Mutiara sambil masih duduk di jok motor. Mutiarapun mencari kontak yang dinamai 'mas salah sambung'. Karena dia memang belum tau nama laki-laki yang dijemputnya tadi.
"Halo. Assalamualaikum. Maaf mas. Saya sudah diparkiran. Bisa keluar dulu ga?" tanya Mutiara.
"Wa'alaikum salam. Oh, ya nona. Saya kedepan sekarang." jawab Dzen.
Dzen pun segera berjalan menuju pintu masuk kafe, dia mencari sosok gadis diarea parkir motor. Ternyata disana sudah ada gadis berjilbab lebar yang melambaikan tangannya. Dzen tetap ditempat, menunggu gadis itu berjalan ke arahnya. Dzen tampak terpesona melihat gadis itu yang berjalan anggun terkena terpaan angin mengibarkan Jilbab lebarnya. Gamis hitam dipadukan dengan jilbab berwarna kuning kunyit, menambah paras ayu gadis itu tampak lebih alami. Sepersekian detik, Dzen terpana oleh wajah ayu gadis yang menjemputnya tadi pagi.
"Assalamualaikum. Maaf merepotkan." kata Mutiara menyapa.
"Wa'alaikumsalam. Ah, gapapa, santai aja. Mari, masuk dulu. Ga enak didepan pintu begini." kata Dzen yang sedang berusaha menguasai dirinya setelah mengalami keterpanaan pada bidadari dunia.
Dzen pun berjalan beriringan dengan Mutiara menuju tempat duduk yang sudah dipesan Dzen. Kemudian memanggil pelayan untuk meminta daftar makanan yang akan dipesan.
"Mari. Silakan duduk." kata Dzen kepada Mutiara sambil menarik kursi untuk Mutiara.
"Eh ga usah repot repot mas. Terimakasih." kata Mutiara sungkan.
Dzen pun duduk di kursi nya.
"Nona...ehm..." Kata Dzen hendak memulai. Tetapi dia baru sadar bahwa dirinya belum berkenalan dengan gadis dihadapannya.
"Mutiara Hati. Panggil aja Tiara." kata Mutiara yang mengetahui maksud lawan bicaranya dengan menangkupkan tangan didepan dada sambil melontarkan senyum tulusnya.
"Oh, ya. Nona Tiara." kata Dzen agak grogi. Karena ini kali pertama Dzen jalan dengan gadis yang baru dikenalnya, sendiri tanpa teman, dan berjilbab lebar.
"Eh, jangan pake nona. Panggil TIARA, gitu aja. Gak usah pakai nona." protes halus Mutiara dengan menekan ejaan namanya.
"Oh, ya... Tiara. Maaf maaf. Perkenalkan, nama saya Ahmad Zainuddin. Biasa dipanggil Dzen." kata Dzen sambil menangkupkan kedua tangannya di dada seperti yang dilakukan gadis dihadapannya.
"Oh,,, Dzen. Ya... mas Dzen. Salam kenal ya mas." kata Mutiara tulus sambil tersenyum.
"Ya, Tiara. Ehm... Tiara mau pesan apa?" tanya Dzen sambil mengulurkan daftar makanan dan minuman yang diserahkan oleh pelayan tadi.
"Saya ngikut mas Dzen saja." jawab Mutiara.
"Lhoh. kok ngikut sih? Ini makanan banyak, lho. Tiara tinggal pilih aja. Nanti saya yang bayar." kata Dzen.
"Engga mas. Mas Dzen aja yang milihin. Saya baru kali ini ke sini soalnya. Pesen apa aja, pasti saya mau kok." kata Mutiara meyakinkan.
Sambil menarik nafas panjang
"Ehm...Baiklah." kata Dzen sambil menuliskan beberapa menu yang dipesan. Lalu diserahkan pada pelayan.
"Ehm, oh ya. Ini helm nya saya kembalikan, Tiara. Maaf ya, tadi saya panik banget soalnya, sampai lupa ga dilepas helm nya." kata Dzen sambil memberikan helm putih pada Tiara.
"Ya mas. Terimakasih. Gapapa mas, santai aja. Kebetulan tadi saya juga buru-buru, jadi saya juga lupa. Ingetnya sudah sampe jalan lumayan jauh juga, mau balik lagi, males, karena udah keburu telat juga." kata Mutiara sambil menerima helm dari Dzen.
"Tiara." panggil Dzen sambil menatap Mutiara.
"Ya mas?" jawab Mutiara dengan menunduk.
"Ehm...Terimakasih banyak ya, tadi berkenan jemput saya di stasiun. Maaf banget, ternyata tadi tu salah sambung ya." kata Dzen.
"Oh, iya. Gapapa mas." jawab Mutiara singkat.
"Tadi tu, setelah membantu mengobati pasien, saya di telpon teman saya, pak Jaka namanya. Dia yang tadinya mau saya mintain tolong untuk menjemput. Dia telpon saya, tanya saya dimana. Ya saya bilang, kalau saya di ruang IGD, lagi ngurus pasien. Terus dia tanya, lha yang jemput saya siapa? Saya jadi tambah bingung, ya saya ceritain aja ke pak Jaka. Ternyata, kata pak Jaka, saya tu salah sambung. Karena ternyata, nomer telponnya pak Jaka itu mirip sama nomer kamu, bedanya di angka 2 nya, pak Jaka harusnya nomernya 728, tapi aku nulisnya 228." Cerita Dzen tentang kejadian salah sambung tadi pagi.
"Owh... pantesan, tadi mas Dzen nanyain pak Jaka, ya saya ga tau. Saya ga kenal." komentar Mutiara.
"Itu dia, makannya, saya minta maaf sama kamu ya Tiara, atas kecerobohan saya." kata Dzen.
"Gapapa mas Dzen." jawab Mutiara sambil tersenyum. Dan senyuman itu tertangkap oleh pandangan Dzen, yang membuat hati dokter single itu berdebar.
"Ehm, tapi, tau salah sambung kenapa kamu tetep jemput saya?" tanya Dzen penasaran.
"Jadi, tadi mas Dzen kan bilang, kalau mas harus segera menangani pasien, jadi ya persepsi saya, mas Dzen ini dokter yang harus segera mengurus pasien nya, jadi ini krusial, dan akhirnya saya tidak mempermasalahkan kejadian salah sambung tadi." kata Mutiara.
"Owh, gitu. Alhamdulillah lho Tiara, berkat kamu berkenan jemput saya, dan naik motor, saya bisa ngebut, ditengah kemacetan kota, hingga sampai di IGD tepat waktu. Wah tadi ga kebayang deh, kalau kamu ga jemput, atau tadi naik mobil. Pasien saya bisa ga tertolong, dan reputasi saya akan turun, Serta kesempatan saya untuk lanjut study spesialis juga terancam." kata Dzen panjang lebar.
"Ehm ...gitu? Alhamdulillah, berarti memang ini tu yang terbaik ya mas bagi Allah." kata Mutiara.
Saat sedang berbincang, pesanan pun datang .
"Silakan Tiara. Dinikmati ya." kata Dzen mempersilakan.
"Terimakasih mas Dzen." jawab Mutiara sambil mengambil sendok dan garpu.
"Kita makan dulu ya. Kamu pasti lapar, karena abis kuliah." kata Dzen.
"Hehehe, tau aja mas. Tadi juga belum sempat sarapan." kata Mutiara.
"Ya ampun, jadi tadi kamu belum sarapan?" tanya Dzen kurang percaya.
"Belu. Tapi, udah biasa juga kok mas." kata Mutiara.
"Jangan dibiasakan Tiara, itu kurang baik." kata Dzen.
"Hehehe, ya pak dokter, terimakasih sudah diingatkan." kata Mutiara bercanda.
Mutiara dan Dzen pun mulai akrab, dan saling bercanda. Diam-diam Dzen mencuri pandang pada gadis dihadapannya itu, yang kecantikannya begitu alami. Senyumannya meneduhkan dan manis. Seketika jantungnya berdebar cukup kencang, sepertinya Dzen mulai merasakan jatuh cinta pada pandangan pertama.
Tak berbeda dengan Mutiara, yang sejak kecil hidup sederhana, dan mandiri, kini dia diperlakukan bak putri raja. Cara bicara dokter muda dihadapannya telah mencuri perhatiannya. Dokter muda ini begitu ramah dan bersahabat, meski baru saja kenal. Dan tentunya berwajah rupawan bak pangeran raja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 138 Episodes
Comments
Herry Murniasih
walaupun br ketemu mereka tdk canggung ya, semoga berlanjut, lanjut Thor ceritanya
2022-11-20
0