"Hah, jahit sekali," kaget Weva sok dramatis.
"Yah, emang ini kenyataan kalau lo itu nggak bisa."
"Kenapa nggak?" Lirik Weva penuh sinis dengan bibirnya yang terlihat mengerucut.
Wiwi mendecapkkan bibirnya. Wiwi sangat bingung dengan Weva yang selalu memiliki tingkat kepercayaan yang begitu tinggi.
Sadar Weva!
"Wev, emang nggak ada gitu cowok selain dia?"
Weva menggeleng cepat membuat pipi gemuknya itu bergerak. "Nggak ada," jawab Weva cepat lalu kembali tersenyum lebar.
Wiwi kembali menghembuskan nafas berat lalu memeluk tubuh gendut Weva dan tak lupa ia menyadarkan kepalanya yang telah lelah itu.
"Terserah deh, Wev. Lagian gue yakin si otak cerdas itu nggak bakalan suka sama lo."
"Oh, ya?" Tatap Weva berpura-pura tak yakin.
Wiwi kini mengangguk lalu melirik ke arah depan dimana sosok pria idola Weva melangkah di koridor dengan gagahnya.
Dari kejauhan Wiwi bisa melihat dengan jelas belasan siswi-siswi yang kini mengikuti langkah Brilyan sembari saling berbisik dengan tatapan terpesonanya.
Wiwi menghela nafas berat.
"Lo yakin mau tetep ngejer si Brilyan, Wev?" tanya Wiwi sembari menatap Brilyan dari kejauhan.
"Tetap, dong. Brilyan itu seperti nafas bagi Weva."
"Nafas? Maksud lo?"
"Iya nafas. Weva itu nggak bisa kalau nggak ada Brilyan. Emang kenapa?"
"Tuh!" Tunjuk Wiwi ke arah Brilyan yang kini menjadi pusat perhatian semua orang.
Weva terbelalak lalu segera berlari dan bersembunyi di balik tubuh langsing Wiwi.
"Ih, lo kenapa?" tanya Wiwi keherangan.
Weva mengerang sembari terus berusaha menyembunyikan wajahnya. Ia sangat malu jika Brilyan melihatnya dihukum seperti ini.
"Ada Brilyan tuh di sana!" ujar Weva sembari terus menyembunyikan tubuhnya dari Brilyan.
"Lo apa-apaan, sih?"
"Jangan gerak, Wi! Nanti si Brilyan ngeliat Weva."
"Wev, udah deh! Lo mau sembunyi bagaimana pun pasti keliatan," ujar Wiwi memberi tahu.
Weva terdiam, ia menunduk menatap tubuhnya lalu kembali menggerakkan kepalanya menatap Wiwi.
"Aa? Emang Weva keliatan, yah?"
Wiwi mendecapkan bibirnya. Pertanyaan apa yang baru saja sahabatnya itu katakan kepadanya. Bahkan mata bakteri saja bisa melihat ini.
"Yah, iya lah lo keliatan, badan lo gede kayak gitu."
"Ah, Wiwi. Kejam banget sih ngomongnya."
Tatap Weva dengan tatapan yang dibuat sesedih mungkin.
"Sini! Sini!" Tarik Wiwi membuat Weva kini berdiri di samping Wiwi yang kini kembali menyandarkan kepalanya di bahu Weva.
"Wev!"
"Em," sahut Weva lemas karena telah termakan ujaran Wiwi yang terasa menyakitkan.
"Gue yakin deh lo nggak bisa ngedapetin si otak cerdas itu."
"Brilyan namanya!"
"Ah, terserah gue nggak peduli!"
"Tapi Weva peduli."
"Ya, gue tahu tapi kalau gue liat-liat dia itu nggak akan bisa lo dapetin."
"Kok gitu, sih?"
Wiwi mendecapkkan bibirnya menatap raut sedih pada wajah Weva.
"Yah, gue nggak yakin aja, Wev."
Weva mendecapkan bibirnya lalu segera menghentakkan bahunya membuat kepala Wiwi terbentur cukup keras.
"Ah!!!" aduh Wiwi sembari memegang pipinya yang terbentur.
"Lo itu sebenarnya sahabat Weva bukan, sih?"
"Sahabat, Wev," jawab Wiwi cepat.
"Makanya sama sahabat itu didukung, dong, Wi! Bukan malah ngejatuin."
"Emang siapa yang mau jatuhin lo, sih?"
"Wiwi," jawab Weva sambil menggulung ujung seragam putihnya dengan kesal.
"Gimana caranya gue mau ngejatuin lo, orangnya lo berat," ujar Wiwi dengan wajahnya yang dibuat sepolos mungkin.
"Ah, Wiwi rese banget, sih."
Wiwi cemberut lalu kembali menatap Brilyan yang masih diikuti oleh para belasan siswi-siswi.
"Lo liat dong, Wev, tuh!" Tunjuk Wiwi membuat Weva kembali menatap ke arah Brilyan.
"Yang cantik dan langsing aja nggak dilirik sama Brilyan," ujar Wiwi lalu melirik Weva dari ujung kaki sampai ujung rambutnya.
"Nah lo, gimana mau dilirik sama Brilyan?"
Weva menghembuskan nafas berat seakan kalimat Wiwi telah berhasil merasuki pikirannya.
"Tapi Weva suka, Wiwi. Serius, Weva nggak bohong. Kalau Weva bohong beneran, deh Weva mau, kok disambar gledek sampe hangus," cerocos Weva dengan nada yang begitu cepat.
"Sadis banget."
"Yah, biar Wiwi percaya."
Wiwi mendecapkan bibirnya lalu mempererat pelukannya dengan kepalanya yang masih terbaring di bahu weva.
"Ah, ya ampun, Weva. Lo tahu nggak kalau gue meluk lo kayak gini gue jadi ngantuk tahu nggak."
"Kok bisa?"
Wiwi nyengir sambil memejamkan kedua matanya.
"Lo mirip kasur gue, empuuuuuk banget," ujar Wiwi.
Weva mendecapkan bibirnya lalu segera tertawa dan menyenggol pelan tubuh Wiwi dengan pelan.
Bruk
Tubuh Wiwi yang langsing itu kini terhempas cukup keras ke lapangan upacara. Weva terbelalak kaget, ia tak berniat untuk membuat Wiwi terjatuh hingga meringis kesakitan di sana.
"Astaga naga, demi para dewa Mahabarata, Weva nggak sengaja. Wiwi nggak apa-apa kan, Wi?" tanya Weva yang begitu sangat khawatir lalu segera membantu Wiwi untuk segera bangkit.
Wiwi yang sudah bangkit itu hanya mampu memasang wajah datarnya. Tubuhnya terasa remuk setelah disenggol oleh tubuh gemuk Weva.
Ini sebuah penyiksaan yang sering dilakukan oleh Weva kepadanya. Mungkin senggol itu tak ada apa-apanya bagi Weva. Hanya sedikit candaan, tapi tidak bagi tubuh langsing Wiwi yang nyaris disebut kuris bahkan ada yang pernah mengatakan jika separuh lemak Wiwi semuanya lari ke tubuh Weva.
"Wiwi nggak apa-apa kan, Wi?" tanya Weva lagi.
"Biasalah," ujar Wiwi santai sambil mengibaskan rambut hitam sepinggangnya itu.
Weva mengkerutkan keningnya lalu sedikit tertawa namun, tawa ini masih bingung. Weva tahu tubuh Wiwi itu sakit setelah ia senggol tadi. Ini pasti lebih menyakitkan dibandingkan diseruduk oleh seekor induk gajah yang mengamuk.
Weva menepuk pelan bahu Wiwi dengan kesan hangat. Wiwi tersenyum pasrah tepukan ini seperti pukulan pemain tinju yang handal, sungguh sakit. Lihat saja jari-jari gemuk Weva yang nampak terlihat bengkak menepuknya. Ini bukan jari-jari tangan manusia, Ini kaki gajah!
"Makasih, yah, Wi," Bisik Weva sambil membaringkan kepalanya yang penuh lemak itu di bahu Wiwi.
Wiwi membulatkan matanya ketika sesuatu yang berat menempel di bahunya. Dengan sekuat tenaga Wiwi memperkuat pondasi tulang bahunya. Ini seperti sebuah bola besi yang begitu berat lalu diletakkan di bahu Wiwi bahkan Wiwi merasa jika bahunya itu ingin terlepas begitu saja dan jatuh ke permukaan tempat ia berdiri.
"Weva! Weva!" Pukul Wiwi cepat ke lengan weva yang gemuk
Rasanya bobot kepala Weva tak mampu ia tahan. Wiwi takut jika bahunya terlepas di detik ini juga.
"Apa?" jawab Weva.
"I-i-ini terlalu ringan, Wev!" ujar Wiwi.
Weva mengigit bibirnya lalu dengan cepat menjauhkan kepalanya itu dari bahu Wiwi. Weva tahu jika Wiwi nyaris mati dengan beban itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 220 Episodes
Comments
vj'z tri
🤣🤣🤣 Mahabarata uttaran .jangan lupakan Gopi Thor 🤭🤭🤭
2024-09-23
0
Siska Ika
ap benar weva bisa dapetin brilian ?
😳
2022-07-07
1