Hari pertama kerja

Hari ini adalah hari pertamaku untuk bekerja di sebuah kantor. Tidak lain adalah kantor suamiku sendiri. Walaupun aku tidak punya ijazah tetapi aku bisa bekerja disini sebagai sekretaris suamiku sendiri. Didampingi oleh pegawai yang dikhususkan untuk mendampingiku untuk mengajariku bagaimana caranya untuk bekerja di kantor dan mengoperasikan komputer. Memang rasanya aneh dan sangat canggung untukku. Aku yang tidak punya pengalaman apapun bisa bergabung di perusahaan ini. Aku juga tidak menyangka bahwa Mas Randi adalah pemimpin di kantor ini. Ada sedikit keraguan dalam menerima tugas ini. Aku yang tidak bisa apa-apa harus berdiri disini menghadap komputer yang aku sendiri bingung caranya untuk mengoperasikannya. Aku yang sedang kebingungan dengan apa yang akan kulakukan disini hanya diam terpaku di ruangan yang sangat besar ini. Maklum saja rumahku saja tidak seluas ini bahkan ini hanya satu ruangan yang sangat besar bagiku. Entahlah aku yang norak atau bagaimana tapi jujur saja ini adalah pertama kalinya aku menginjakkan kakiku di kantor yang sebagus ini.

"Ibu rasanya aku tidak bisa mengerjakan tugas ini, tugas ini terlalu berat untukku Bu. Akupun juga tidak bisa menjalankan komputer yang ada di depanku ini."

"Nora kamu akan didampingi oleh asisten kamu namanya Nirmala. Dia yang akan mengajari kamu bagaimana cara dan tata cara bekerja di kantor ini." Ibu memperkenalkan aku dengan Nirmala. Dia tersenyum kepadaku dengan manis akupun juga membalasnya dengan senyuman. Nirmala adalah orang yang sangat cantik dia juga seksi dan pintar.

Setelah memperkenalkan aku dengan Nirmala Ibu meninggalkan kita berdua di dalam ruangan ini.

"Ibu Nora mari saya bantu." ucap Nirmala kepadaku.

"Ehm tidak usah memanggilku dengan sebutan Ibu rasanya aku sangat tidak enak, panggil saja aku mbak."

"Tapi kan Ibu istrinya Pak Bos?"

"Sudahlah jangan perlakukan aku seperti Ibu Bos karena aku bukan Bos kamu. Mulai sekarang anggap saja aku ini teman kamu bukan atasan kamu."

"Baiklah Bu eh Mbak Nora." ucap Nirmala sembari mengajariku cara mengerjakan tugasku.

Setelah berjam-jam Nirmala mengajariku cara mengoperasikan komputer, akhirnya ada sedikit pengetahuan yang aku dapat. Aku mulai bisa menjalankannya walaupun masih banyak kesalahan.

"Mbak Nora ini sudah jam makan siang, Mbak mau makan apa biar aku yang belikan?" tanya Nirmala kepadaku.

"Memangnya biasanya disini makan apa?" tanyaku penuh kepolosan.

"Ehm menunya banyak terserah Mbak Nora mau makan apa?"

"Kamu makan saja dulu nanti aku nyusul." jawabku.

Nirmala pergi keluar dari ruanganku, aku berjalan menuju ruangan Mas Randi. Aku melihat dia sedang makan sendiri di ruangannya. Aku mengetuk pintunya dan dia menjawab aku disuruh untuk masuk. Aku masuk ke dalam ruangannya dan bertanya kepadanya.

"Mas aku ganggu gak?" tanyaku padanya.

"Enggak." jawabnya singkat dengan melanjutkan makan.

Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulutnya. Entahlah aku memang bukan istri yang diharapkan olehnya tapi setidaknya hargailah aku yang sedang berdiri disini. Aku tidak pernah menyangka orang yang menikahiku adalah orang yang sangat angkuh bahkan cuek sekali. Tidak ada rasa iba sedikitpun yang ada di dalam hatinya. Aku menghela nafas panjang dan kembali ke ruanganku. Bahkan untuk menawarkanku untuk makan saja dia enggan. Apa yang aku harapkan dari pernikahan seperti ini. Akankah aku sanggup untuk menghadapi sikap Mas Randi yang terus menerus seperti ini. Aku keluar dengan meneteskan air mataku. Aku kembali ke ruanganku dan duduk di atas meja kerjaku. Kubolak balik buku yang ada di depanku. Aku mungkin bisa jika harus mempelajari pekerjaan ini tapi untuk menghadapi sikap dingin kamu rasanya aku tidak sanggup.

Tiba-tiba Nirmala masuk ke dalam ruanganku dan melihat aku yang sedang menangis.

"Mbak kamu kenapa? sudah makan?" tanya Nirmala cemas.

"Nir kamu tau gak sifat Mas Randi sehari-hari?"

"Iya aku tau memangnya kenapa?"

"Tolong beri penjelasan kepdaku tentang sifat yang dimiliki olehnya?"

"Ehm kalau menurut aku Pak Randi itu orangnya cuek bahkan sangat cuek."

"Apa dia pernah bicara sama kamu?"

"Bisa dihitung sih kalau bicaranya, paling cuma 3 kali dalam setahun."

"Apa? kamu serius?"

"Iya mangkanya sebenarnya aku kasihan melihat Mbak menikah dengannya, eh maaf aku keceplosan."

"Iya aku mengerti lagian aku bukanlah orang yang dia harapkan kita menikah karena dijodohkan. Dan aku juga yakin dia terpaksa menikahiku sama seperti aku."

"Loh jadi benar kamu tidak suka dengan Pak Randi?"

"Bahkan untuk mengenalnya saja aku tidak sama sekali. Kita betemu pas di hari dia melamarku."

"Astaga dia sih memang kaya tapi kok tega sih orang tua Mbak Nora menikahkan dengan Pak Randi."

"Itu juga yang aku tidak habis pikir Nir."

"Sabar ya Mbak Nora mungkin ada hikmah dibalik ini semua."

"Iya makasih ya." jawabku sambil menghapus air mataku.

Nirmala adalah asistenku dalam bekerja tapi sekaligus teman bicaraku selama ini. Sejak saat itu hubunganku dengan Nirmala menjadi dekat. Kita sering chat kalau di malam hari tidak ada yang mengajakku untuk berbicara. Aku dan Mas Randi memang sekamar. Tapi kita tidak pernah menanyakan apapun tentang kepribadian kita masing-masing. kita hidup seatap tetapi rasanya kita itu tidak tinggal serumah. Aku hanya berbicara dengan Ibu dan Ayah mertuaku saja.

Sampai pada suatu hari aku demam dan tidak ada yang menjagaku. Aku hanya terbaring di kamar tanpa mengeluh.

"Nora kamu sakit badan kamu panas?" tanya Ibu.

"Iya Bu sepertinya aku tidak bisa pergi ke kantor hari ini.

"Iya sudah kamu tidur saja biar Ibu panggilkan Dokter untuk kamu."

"Tidak usah Ibu nanti juga sembuh dengan sendirinya."

"Yakin kamu tidak apa-apa?"

"Iya Bu aku cuma butuh istirahat saja."

'Sebenarnya aku itu capek dengan sikap Mas Randi yang tidak pernah berubah, tidak peduli bahkan tidak wajar menurutku'

"Randi istri kamu sakit temani dia jangan pergi ke kantor." ucap Ayah di depan.

Tidak ada jawaban yang keluar dari mulut Mas Randi. Aku melihat Mas Randi kembali ke dalam kamar dan menaruh tasnya di kursi.

"Ayo pergi ke Dokter?" ajaknya kepadaku yang membuatku terkejut. Ternyata dia masih peduli denganku.

"Tidak usah Mas aku baik-baik saja."

"Kamu demam harusnya kamu periksa agar mendapat obat." ucapnya lagi.

"Aku tidak kuat Mas untuk berjalan sekarang, nanti saja ya kalau sudah enakan." pintaku,

Tiba-tiba dia melepaskan jas yang sedang dikenakannya. Dia berdiri disampingku dan menggendong tubuhku. Betapa terkejutnya aku ketika melihat sikapnya kepadaku. Aku kira dia tidak peduli apapun yang terjadi denganku, ternyata dia membopongku menuju mobil dan mengantarkan aku ke Dokter.

"Tidak usah berpikiran yang gak-gak aku cuma tidak mau dianggap suami yang tidak bertanggung jawab." ucapannya mematahkan semangat yang hampir saja singgah di dalam hatiku.

Terpopuler

Comments

Kurnia Eka

Kurnia Eka

up donk thor

2022-08-25

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!