Nando asik dengan wanitanya, sementara saat ini Nia telah sampai di kampung halamannya.
Nia langsung tergopoh-gopoh masuk ke dalam rumah orang tuanya yang hanya terbuat dari gubuk bambu.
Mereka hidup miskin sejak usaha papahnya bangkrut. Kini mereka hidup seadanya asal bisa makan sudah cukup bagi mereka. Setiap bulan, Nando memang sering mengirim jatah bulanan buat orang tua, Nia.
"Mah, bagaimana kondisi papah? kenapa nggak di bawa ke rumah sakit?" Nia miris dan sangat iba saat melihat kondisi papahnya yang tergolong lemah tak berdaya.
"Kami benar-benar tidak mempunyai uang lagi, Nia. Pada saat mamah ingin meminta tolong pada suamimu, papahmu melarangnya dengan alasan kami sudah terlalu banyak merepotkan kalian," mata Mamah Nani berkaca-kaca.
"Ya ampun, mah. Seharusnya mamah ngomong saja, aku juga punya simpanan kok punya tabungan. Nggak harus minta sama, Mas Nando. Pah, kita ke rumah sakit sekarang ya."
Namun Papah Nano menolak.
"Nggak usah, Nia. Umur papah sudah nggak lama lagi, mana suamimu? papah sengaja meminta kalian datang karena ada yang ingin papah katakan."
"Pah, nanti saja ngomongnya. Sebaiknya kita ke rumah sakit saja dulu ya?" Nia mencoba membujuk papahnya untuk bersedia ke dokter.
"Nia, mana suamimu? papah ingin bicara penting bukan hanya denganmu, tetapi dengan suamimu juga."
"Maaf, pah. Mas Nando tidak bisa ikut datang karena dia sedang sibuk di kantornya."
"Padahal, papah ingin sekali bertemu dengannya untuk yang terakhir kali, ya sudah kalau begitu," ada raut wajah kecewa pada Nano.
"Katakan saja, pah. Sebenarnya apa yang ingin papah katakan?" Nia menjadi penasaran dengan apa yang ingin di katakan papahnya.
"Nia, papah menginginkan rumah tangga kalian langgeng untuk selamanya. Jangan ada kata talak atau perpisahan. Jika ada suatu permasalahan sebaiknya selesaikan dengan kepala dingin. Titip salam buat suamimu ya. Papah ingin tidur, mengantu sekali."
Nano pun memejamkan matanya, baik Nia mau pun Nani tak berpikir yang buruk. Mereka pikir, Nano memang sedang tidur nyenyak.
Namun sudah beberapa jam, Nano tak juga membuka matanya. Barulah ibu dan anak ini menangis histeris.
"Pah-papah, bangun dong pah. Mamah nggak mau di tinggal sendirian, tolong bangun pah," Nani terus saja mengguncang tubuh suaminya.
"Mah, sudahlah. Ikhlaskan kepergian papah, biar dia tenang di alamnya."
Nia mencoba menghibur mamahnya seraya mengusap pundaknya.
Nia pun tak kuasa menitikkan air matanya .
"Pah, aku minta maaf tak bisa mewujudkan permintaan terakhir dari, papah."
"Sekarang ini saja, rumah tangga kami sedang di ujung tanduk. Kemungkinan besar aku yang akan menggugat cerai, Mas Nando."
Nia merasa sedih karena tak bisa menuruti permintaan terakhir almarhum papahnya.
*******
"Nia, apa kamu sudah memberitahu suamimu jika, papah telah tiada?" tiba-tiba Nani mengagetkan, Niadi tengah lamunannya.
"Aduh bagaimana ini, apa lebih baik aku jujur saja pada mamah tentang rumah tanggaku yang sedang di ujung tanduk?" batin Nia bertambah gelisah karena dia sampai sekarang belum juga memberitahu pada, Nando tentang meninggalnya Nano.
"Nia, kenapa kamu diam saja? apa yang sebenarnya terjadi dengan rumah tanggamu?" Nani sepertinya telah mengetahui tentang apa yang sedang di rasakan Nia saat ini.
"Sebentar ya, mah. Aku akan telpon, Mas Nando."
Nia sedikit menjauh dari keramaian para pelayat yang datang melayat almarhum papahnya.
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments