Plak!
Suara tamparan menggema di salah satu kamar mansion mewah milik seorang pengusaha cantik. Lelaki paruh baya itu menatap penuh amarah pada wanita muda yang kini tersenyum sinis padanya dengan tubuh polos yang ditutupi selimut.
"Bagaimana rasanya?" tanya wanita cantik itu menatap sang ayah yang kini menahan amarah.
"Apa yang kamu lakukan! Dia suami adikmu!" bentak Aarav dengan geram.
Wanita dengan rambut panjang sepunggung itu tersenyum penuh kemenangan menatap lelaki di sampingnya.
"Aku suka permainanmu, Bian. Kamu benar-benar menggairahkan." Wanita cantik itu mencium rahang lelaki tersebut.
"Queenza!" Kembali Aarav menampar pipi anak perempuannya dengan amarah yang memuncak.
**
3 bulan lalu ....
Seorang wanita cantik melangkah turun dari pesawat jet keluaran terbaru. Dengan barang serba bermerek di tubuhnya, ia melangkah dengan begitu anggun.
"Selamat datang, Nona Queen." Seorang wanita berblazer menunduk hormat pada gadis cantik yang menatapnya.
Queenza melepas kacamatanya. Ia tersenyum pada wanita yang diutus oleh sang papa untuk menjemputnya. "So, kamu kacung yang diutus lelaki tua itu?" tanyanya tersenyum mengejek. "Namamu siapa?"
"Nama saya Maryam, Nona."
"Oke, kita lihat seberapa patuhnya kacung kiriman seorang Aarav Kusuma," ujar wanita berusia dua puluh lima tahun tersebut masuk ke mobil sedan mewah putih yang kini pintunya telah terbuka. Setelah sang nona masuk, mobil pun melaju.
Queenza menatap ke arah jendela. Sudah delapan tahun lamanya ia tak kembali ke tanah air. Banyak sekali perubahan yang dilihat, tetapi tidak dengan perasaannya.
Rasa sakit hati itu masih melekat bahkan setelah sepuluh tahun lamanya. Tangannya mengepal kuat jika membayangkan pengkhianatan tersebut.
'Aku kembali ... bersiaplah menebus dosa-dosamu!' batin Queenza.
Setelah menempuh perjalan selama satu jam, sampailah ia di salah satu mansion mewah dibilangan Jakarta Selatan. Wanita cantik itu keluar dari mobil dengan anggunnya. Ia menatap rumah di mana ia dilahirkan dan tumbuh sampai remaja di sana. Bayangan-bayangan masa kecil terlintas saat dirinya menatap halaman di mana dulu sering menghabiskan waktu bersama orang tuanya.
"Ma, aku kembali," ujarnya tersenyum.
"Queenza."
Wanita itu menoleh menatap sosok yang memanggil dirinya. Senyumnya hilang, berubah menjadi dingin saat melihat dua orang yang kini berjalan menghampirinya.
Queenza pun berjalan melewati dua orang yang adalah orang tuanya.
"Astaga, anak itu! Masih saja tak acuh pada kita," ujar Aarav menatap punggung anaknya yang berjalan masuk.
"Sabar, Mas." Sarah mengusap lembut dada suaminya.
Langkah Queenza terhenti menatap sepasang anak manusia yang tengah bercanda di ruang keluarga. Tangannya mengepal kuat melihat penamdangan itu.
" Kak Queen, kamu sudah kembali. Aku sangat—"
Ayyara menghentikan ucapannya saat tangan Queenza bergerak ke atas yang menandakan sang adik tak boleh meneruskan ucapannya. Wanita dengan sorot mata tajam itu menatap lelaki di samping Ayyara yang tersenyum padanya. Setelah itu, Queenza kembali berjalan menuju kamar yang sudah ia tinggal delapan tahun lamanya. Ia begitu rindu kamar yang dulu menjadi tempat ternyamannya. Dengan hati sedikit tenang, ia buka pintu bercat putih tersebut. Namun, ia terkejut dengan apa yang dilihat.
Betapa emosinya Queenza saat melihat isi kamarnya yang telah berubah, belum lagi foto pernikahan Ayyara terpajang menggantikan foto dirinya bersama sang ibu dulu. Dengan penuh amarah, ia berjalan masuk, meraih foto berukuran besar itu dan keluar kamar. Ia lempar foto itu di hadapan Ayyara.
"Berani kamu menggunakan kamarku!" bentak Queenza menyalang.
"Kak, a-aku cuma—"
"Cuma apa? Kurang cukup apa yang kalian curi dariku, hingga sekarang kamu curi juga kamarku, hah!"
"Maaf, Kakak sudah lama tidak pulang dan aku pikir—"
"Ini rumahku! Aku bebas pulang atau tidak. Apa hakmu menggunakan kamarku!"
"Ada apa ini?" Tiba-tiba Aarah dan Sarah menghampiri anak-anaknya yang tengah bertengkar.
Queenza menatap sang papa.
"Berani-beraninya kamu mengizinkannya menggunakan kamarku bahkan dia singkirkan semua yang berada di kamarku!" katanya menatap penuh amarah pada lelaki di depannya. "Oh, mungkin kalian tak pernah ingin aku kembali, kan?" tanya Queenza tersenyum sinis.
"Queenza, tidak seperti itu," ujar Sarah.
"Diam! Jangan pernah membuka mulutmu di depanku, wanita murahan!"
"Queenza! Jaga ucapanmu!" bentak Aarav. "Papa pikir setelah kamu kembali, kamu akan berubah lebih dewasa dan semaki bijak. Tapi sekarang kenapa kamu justru semakin arogan?"
Queenza melangkah mendekati sang papa. "Kau pikir aku tidak akan pernah melupakan itu semua? Kau salah, Tuan Aarav. Aku tidak akan lupa atas apa yang kamu lakukan! Dan ingatlah, aku diam bukan berarti menerima. Aku akan buat kalian merasakan apa yang aku rasakan selama ini!"
"Queenza, dengan cara apa lagi untuk Papa menjelaskan padamu?" tanya Aarav frustasi.
"Cukup diam dan lihat apa yang akan datang padamu," ujar Queenza. "Oke, karena tidak ada tempat untukku di sini, aku akan pergi. Tak ada gunanya juga aku tinggal di rumah yang kini terasa asing untukku."
"Kak, jangan pergi. Kakak baru pulang setelah delapan tahun. Maafkan aku yang menggunakan kamar Kakak. Aku akan pindah sekarang. Jangan pergi, Kak, kasihan Papa. Papa begitu merindukanmu," ujar Ayyara menahan wanita yang lebih tua tiga tahun darinya itu.
Queenza tersenyum sinis padanya dengan melepas paksa genggaman tangan Ayyara. "Kamu pikir aku sudi menempati kamar yang sudah ditempati oleh wanita licik sepertimu? Jangan sok baik di depanku! Kamu dan ibumu sama saja, sama-sama ular tak tahu diri!"
Plak!
Satu tamparan melayang di pipi mulus Queenza.
"Mas!" pekik Sarah terkejut.
"Cukup! Kamu sudah keterlaluan, Queenza!" bentak Aarav.
Queenza hanya tersenyum sinis sembari mengusap ujung bibirnya yang mengeluarkan darah. Bukan hal mengejutkan lagi untuknya. Ini bukan kali pertama Aarav menampar dirinya.
"Sudah puas? Baiklah kalau begitu aku pergi dulu." Queenza melangkah keluar dari mansion itu.
"Kak, jangan pergi." Ayyara mengejar kakak sambungnya itu. Entah mengapa hatinya sangat sakit melihat Queenza. Ia tahu seberapa hancur perasaannya selama ini.
"Kak Queen!" teriak Ayyara saat mobil sedan mewah putih itu berlalu meninggalkan mansion. "Ya Allah, kenapa dia masih saja menyimpan dendam," gumamnya.
"Ay ...."
Ayyara menoleh. Ia menghela napasnya berat. "Mas Bian."
"Itu, Queenza kakakmu?" tanya lelaki penuh kharisma itu pada istrinya.
"Iya, Mas. Aku pikir ia sudah berubah setelah delapan tahun ini. Nyatanya ia masih sama bahkan lebih parah," gumam wanita cantik itu bersedih. "Padahal aku sayang sama dia, Mas. Dia sudah aku anggap kakak kandung sendiri."
Abian mengusap bahu istrinya, mencoba menenangkan. "Ya sudah, kita masuk, ya. Lihat, angin begitu kencang." Lelaki tampan itu membawa sang istri masuk rumah.
Ayyara masih menatap gerbang dengan perasaan sedih sebelum masuk.
Dalam mobil, Queenza mengepalkan tangannya dengan begitu kencang. Ia benar-benar geram dengan mereka semua, apalagi dua wanita ular yang telah menghancurkan keluarga bahagianya itu.
"Kalian tunggu saja apa yang akan terjadi," gumam Queenza dengan tatapan bencinya.
Akan tetapi, tiba-tiba Queenza mengingat lelaki di samping saudara sambungnya tadi. Sosok yang begitu tampan dan berkharisma. Tiba-tiba ia menyeringai, seakan menemukan ide.
'Akan aku buat kalian merasakan apa yang aku rasakan!'
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
El Ajjha
Lanjutkan
2022-07-03
0