Mobil sedan mewah putih itu melaju membelah jalanan Ibukota. Queenza sedikit kesal karena jalanan yang sangat macet.
"Sial! Kenapa Jakarta semakin macet begini!" gerutu Queenza kesal. Ia terus mengumpat sebab mobilnya seakan merayap.
"Ahhh! Kapan sampainya kalau begini!"
Setelah menggerutu selama hampir dua jam, sampailah ia ke tempat yang dituju. Ia menghela napasnya secara perlahan. Saat merasa sudah baik-baik saja ia keluar dari mobilnya. Ia melangkah masuk melalui jalan setapak, lalu tak lama sampailah ia di salah satu nisan. Ia berjongkok mengusap batu nisan yang terbuat dari marmer terbaik itu dengan hati yang masih terasa sakit. Tanpa terasa air matanya terjatuh.
Charlotte Weber.
Itulah nama yang tertulis di batu nisan tersebut. Seorang wanita yang telah melahirkan dan memberi banyak cinta untuk Queenza. Air matanya semakin berlinang saat mengingat betapa bahagia masa lalunya bersama sang mama.
"Ma, I miss you," lirih Queenza. " Maafkan Queen yang baru mengunjungi Mama," ujarnya lagi. "Mama pasti bahagia ya di sana? Bahkan kini sudah jarang sekali mengunjungiku dalam mimpi."
"Ma, aku kangen banget sama Mama. Kangen dipeluk Mama, kangen dicium Mama, kangen segalanya bersama Mama bahkan kangen senyuman manis Mama." Wanita cantik itu mulai terisak.
"Ma, aku sakit. Sangat sakit melihat mereka begitu bahagia di atas kematian Mama. Darahku seakan mendidih saat melihat tawa mereka. Ma, aku akan balas apa yang mereka lakukan pada kita. Aku akan membuat mereka merasakan apa yang kita rasakan. Aku janji, Ma."
Setelah selesai, ia kembali berjalan menuju mobil. Ia berencana mencari jalan lain karena pasti akan macet jika kembali menggunakan jalan sebelumnya. Ia masih cukup ingat jalan tikus menuju mansion utama. Akhirnya, ia lajukan mobil mewah tersebut dan mengarah ke jalan belakang. Seingat dia, menggunakan jalan tersebut tak terlalu macet bahkan terkesan sepi.
Benar saja, jalanan sangat sepi dan ia cukup bersyukur sebab tak terkena macet.
"Sepertinya akan hujan," gumam Queenza menatap awan yang terlihat gelap pekat.
Hingga tiba-tiba Queenza memekik kesal saat mobilnya berhenti.
"****! Baterainya habis! Bisa-bisanya mereka memberiku mobil yang habis baterai! Sialan! Akan aku pecat kalian jika sampai rumah!" umpat Queenza kesal.
Ia meraih ponselnya hendak menelepon Maryam. Namun, tiba-tiba ponselnya mati karena baterainya pun habis.
"Apes banget sih! Bagaimana aku pulang?" desahnya kesal.
Akhirnya Queenza keluar dari mobil dan berencana menghentikan taksi. Awan semakin gelap yang menandakan sebentar lagi akan hujan deras, membuat Queenza khawatir sebab ia sangat tak suka dengan hujan.
"Ke mana para taksi, sih! Kalau begini caranya akan kehujanan!" rutuknya kesal.
Dan benar saja, awan menurunkan air dengan begitu derasnya membuat Queenza memekik berlari. Ia sungguh benci dengan hujan. Namun, karena menggunakan heels, ia tersandung dan terjatuh.
"Aahh! Sial sekali sih!" umpatnya emosi. "Tahu gini mending tadi dijemput Maryam. Sopir sialan! Gara-gara dia lupa mencarge baterai, aku jadi apes begini."
Saat tengah menggerutu, tiba-tiba seseorang memayinginya.
"Miss Queenza?"
Queenza mendongak. Ia terkejut melihat siapa yang kini memayunginya.
"A-Abian?"
"Miss kenapa hujan-hujanan begini? Mari saya bantu." Abian menarik tangan kakak iparnya itu untuk kembali berdiri. "Miss, kenapa mobilnya ditinggal di sana?" tunjuk Abian ke arah mobil. "Apa ada masalah?"
"Sopir sialan itu memberi saya mobil yang habis baterai. Mana ponsel juga lowbet. Saya mencoba cari taksi pun tidak ada. Memang sial sekali saya hari ini," gerutu Queenza.
"Sejak taksi online laris, memang sudah jarang ada taksi yang offline," kata Abian. "Ya sudah, Miss bisa pulang dengan saya. Ayyara bilang, Miss akan kembali ke mansion utama, kan?"
Queenza hanya mengangguk, lalu Abian membawanya masuk mobil.
"Saya tidak biasa duduk di depan." Queenza membuka pintu jok belakang saat Abian membuka pintu depan.
"Maaf, Miss."
Setelah Queenza masuk, Abian pun berlari kecil masuk ke jok pengemudi. Tak lama, mobil sport putih itu melaju.
"Miss, di kursi sebelah Miss ada tas gym saya. Di dalamnya ada handuk. Miss bisa gunakan untuk mengeringkan rambut Miss yang basah. Tenang saja, itu baru belum saya gunakan," ujar Abian.
Akhirnya Queenza membuka tas gym milik adik iparnya itu, lalu meraih handuk di sana. Sebelum mengeringkan rambut, ia lepas blazernya yang sudah basah kuyup. Ia paling benci dengan baju basah.
Tiba-tiba Abian merasa gugup karena tak sengaja saat menatap ke belakang melihat kemeja putih Queenza dengan dalaman yang tercetak di sana. Ia mencoba mengalihkan pandangannya dan kembali fokus ke jalanan. Dadanya berdebar hebat entah mengapa melihat pemandangan itu padahal ia sering melihat wanita berbikini ketika di Eropa bahkan di Bali dan biasa saja. Tapi saat melihat Queenza tampak begitu berbeda dengan pakaian basahnya. Ia terkesan sangat ... seksi.
"Astagfirullah," gumam Abian mengusap wajahnya.
Tak begitu jauh, sampailah mereka di mansion utama. Para pelayan telah menunggu nona mudanya. Abian sendiri memang mengabarkan bahwa ia bertemu Queenza di jalan dan kini bersamanya. Saat turun, Maryam menutup tubuh sang bos dengan bathrob.
"Pecat sopir sialan itu! Karena dia aku kesusahan! Untung aku bertemu dengan Abian. Jika tidak, aku bunuh sopir sialan itu!" umpat Queenza kesal berjalan masuk mansion.
"Kak Queen—"
"Diam! Jangan ada yang membuka mulut!" Queenza berjalan menuju kamarnya. ia di berhenti di depan kamar yang sudah delapan tahun ia tinggalkan. Kamar dengan pintu bercat putih dengan desain ala kerajaan Eropa itu masih terlihat sama meski sudah 20 tahun terpasang di sana.
"Tidak, aku tidak boleh masuk kamar ini dengan keadaan buruk seperti sekarang," ujarnya. Lalu Queenza memanggil sang asisten.
"Ada apa, Nona?" tanya Maryam.
"Ambil piyamaku di dalam dan bawa ke kamar tamu."
"Tapi, bukankah tidak boleh ada yang masuk kamar ini selain Nona dan Tuan Aarav?" tanya Maryam.
"Ya kamu panggil lelaki tua itu untuk mengambil pakaianku dan kamu antar ke kamar tamu itu." Queenza menunjuk kamar yang tak begitu jauh dari situ.
"Ba-baik, Nona."
Queenza berjalan ke kamar yang dia tunjuk, sedangkan Maryam pergi menemui sang tuan besar dan menjelaskan permintaan Queenza. Aarav pun berjalan menuju kamar itu, lalu meraih piyama milik anak perempuannya. Tiba-tiba ia berhenti di depan foto mendiang istrinya.
"Sayang, lihatlah anakmu. Dia benar-benar mencintaimu hingga membenciku selama sepuluh tahun itu. Bahkan ia sudah tak memanggilku Papa," ujarnya bersedih. "Semoga dengan ia menempati kamar ini, sifat baikmu akan membuatnya berubah kembali seperti Queenza kita yang dulu."
Setelah itu, Aarav memberikan piyama itu pada Maryam.
"Ada-ada saja Nona ini. Bahkan ayahnya sendiri dijadikan pelayan. Dia benar-benar seorang ratu yang kejam," ujar salah satu pelayan yang kebetulan melihat Aarav memberikan pakaian pada Maryam.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 86 Episodes
Comments
El Ajjha
Waduh,, biar tergoda sama Kakak iparnya sendiri nih 😌
2022-07-03
0