01.17 pm
Tadinya kaki Selma sudah terasa lelah. Sangat lelah. Ditambah hati yang kecewa dan sakit. Namun, sesaat Selma merasa langkah kakinya menjadi lebih ringan lagi. Malah kelewat ringan. Kakinya berjalan dengan sangat cepat. Begitupun nyeri di dadanya. Rasanya setingkat lebih baik.
Siapa yang mengira hari yang pahit membawamu sampai ke Central Park. Iya! Central Park yang terkenal itu. Yang kau tahu hanya Norfolk, tapi sekarang kau sudah menapakkan kaki di Spot yang terkenal sedunia ini! Ya Tuhan! Teriaknya sendiri dalam hati. Matanya yang bulat itu semakin berbinar dan melebar. Dadanya yang sesak sudah tidak begitu menghimpit seperti kemarin malam.
Selma berjalan di antara pohon-pohon dan orang yang berjalan sendiri atau bersama pasangannya. Bergandengan tangan, berbicara, dan tertawa bersama. Melihat itu ia berdecak. Ya. Mellow lagi. Ia pun menyumpal telinganya dengan earphone putihnya. Musik dari playlist-nya berputar secara acak.
You think I'm still the same
In every single way
But I changed
Sialan! Pekiknya pelan. Kenapa lagu ini yang berputar sih?! Seakan lagu ini menambah dan memperjelas rasa kecewanya. Dasar playlist tidak bersahabat! Tapi, Selma tetap saja mendengarkan lagu Day Wave yang berjudul Gone itu.
You think I need something
To make this go away
But I changed
And I feel this way
I feel this way alone
And you're gone
But you're gone
You're gone
Things I'll never say
Keep them tucked away
Cause I changed
And the things you want to hear
They all disappear
They're not here
And I feel this way
I feel this way alone
And you're gone
You're gone
Do I belong
And you're gone
Selma memutuskan berhenti. Ia mengistirahatkan kakinya sejenak. Ia menatap ke arah depan. Tanpa sadar ia sudah tak jauh dari sebuah jembatan yang katanya paling panjang di antara jembatan di taman kota ini. Bow Bridge.
Ia mendekat dan menuju ke sana. Dari jembatan yang berdiri di atas The Lake itu, ia bisa lihat beberapa bangunan tinggi dan Plaza Hotel yang juga familiar. Ia menikmati pemandangan menenangkan di sana. Menyenangkan. Tenang. Sesuatu hal yang harus benar-benar ada di tengah hiruk-pikuk dan padatnya kota besar ini. Matanya menyisiri sekitar. Oh... Ya ampun! Pekiknya dalam hati. Ia baru sadar. Di sinilah salah satu scene film kesukaannya dan Danny berada. Spiderman. Saat MJ dan Peter Parker bertemu, dan perempuan yang diperankan Kristen Dunts itu berkata dengan sangat menyakitkan, "There's someone else."
Dan setelah menahan berjam-jam akhirnya air mata itu keluar deras. Selma pun mengingat kejadian kemarin.
***
Sudah satu jam lebih sejak tiba, akhirnya Selma menemukan apartemen Danny. Namun, laki-laki itu tidak ada di sana. Selma memutuskan untuk menunggu di sebuah kafe, di seberang apartemen itu. Selma duduk di dekat jendela. Sengaja supaya jika Danny datang dan lewat ia langsung tahu. Dua jam ia menunggu. Lalu tiga jam lebih. Dan sosok yang ia tunggu akhirnya muncul. Danny turun dari sebuah mobil. Laki-laki itu terlihat lebih rapi dan tampan dari Danny yang dulu. Selma sedikit terkejut. Ia tersenyum dan lega. Sudah tidak sabar ingin bertemu dengannya.
Namun, ketika hendak berdiri. Tubuhnya membeku. Melihat Danny berputar dan membukakan pintu untuk seseorang. Wanita berambut pendek yang... cantik. Sangat terawat dan cantik. Mereka berdua bergandengan tangan dan masuk ke apartemen itu.
Bagaikan ditampar. Ia syok. Sangat syok. Selma hanya bisa mematung di kursinya. Dadanya tiba-tiba terasa teriris-iris.
Beberapa saat kemudian wanita itu keluar membawa sebuah kucing persia. Lalu ia pergi dengan menggunakan mobil yang dikendarai Danny tadi.
Selma nampak ragu. Ia takut kecewa. Dan rasanya tidak siap jika harus naik ke lantai empat lagi dan meminta penjelasan pada Danny.
Tapi, jika tidak sekarang lalu kapan. Ia tak mau terus-menerus berada di bawah bayang-bayang Danny dan sesuatu yang tak pasti.
Ia pun membayar makanannya dan beranjak dari sana.
Selma mengatur nafas dan memencet tombol bel pintu. Danny keluar. Betapa ia sangat terkejut melihat wajah Selma tibs-tiba ada di hadapannya.
"Aku mencarimu. Dan banyak yang ingin ku tanyakan."
Danny gelagapan.
"Apa kau menghindariku? Apa kau berusaha menghilang?"
"Kau... kau... kau tidak mengerti, Sel."
"Aku memang tidak mengerti. Bagaimana bisa aku mengerti kalau kau menghilang dan tidak berkata apa-apa!" pekik Selma semakin tinggi karna tak tahan. "Aku memang tidak mengerti. Makanya aku mencarimu dan jelaskan padaku sekarang!"
Danny menghela nafas berat, "Ada orang lain yang..."
Selma menampar wajah di hadapannya itu. Sangat keras. Ia tahu ia tak boleh terlihat lemah lagi di hadapan orang yang sekarang ia rutuki sebagai si brengsek itu.
"Seharusnya kau bilang terus terang di hadapanku. Bukan seperti ini! Jadi, begini caramu menghargai seorang wanita?! Kau pengecut!"
"Selma! Please... Bukan begitu..."
"Untuk apa kau melamarku kalau hanya seperti ini pada akhirnya? Kau pikir aku perempuan macam apa?! Asal kau tahu, Dan, Aku Bukan Mainanmu!"
Selma akan bebalik pergi, namun Danny menarik tangannya.
Selma menatapnya dalam-dalam. Ia meradang. Tapi, mata di hadapannya itu memancarkan kepedihan dan penyesalan. Selma tahu ia tak tahan ingin menciut. Ia pun menggelengkan kepala. Menyadarkan diri.
"Terima kasih banyak untuk semua. Tapi, yang terpenting adalah aku belajar untuk tidak jadi pengecut sepertimu! Kau tahu... sudah cukup, Dan! Kita selesai! Lepaskan aku sekarang!"
Danny masih mencengkram lengan Selma. Namun, Selma menghentakannya. Dan sebelum ia pergi, ia mendengar Danny berkata, "Selma maafkan aku..."
Namun, ia sudah tak ingin peduli dan pergi. Perasaannya begitu lega, tetapi juga sekaligus sakit. Perih dan sesak menjalarinya. Ia hanya terus berjalan tak tentu arah. Berjalan sendiri dengan kekecewaannya yang sangat besar, di antara keramaian kota. Ia salah karena sudah berharap terlalu tinggi.
***
Selma memandangi danau itu dengan merasakan kepedihannya. Pipinya benar-benar basah. Ia melepaskan rahangnya yang tadinya selalu mengeras. Ia melepaskan gejolak emosinya. Sesaat kemudian menarik nafas dan berusaha mengendalikan diri lagi. Diliriknya jam.
02.00 pm
Ia teringat, iake taman ini bukan tanpa alasan. Ia akan bertemu dengan seseorang. Bukankah seharusnya Ian sudah ada di sini. Tapi, Ian belum juga menghubunginya lagi. Ia menghela nafas dan membuang sisa-sisa air matanya. Berpikir apakah kali ini ia akan sendiri lagi. Selma menghela nafas lagi, lelah. Merutuki diri sudah berada di tempat ini. Apa memang Bow Bridge diciptakan khusus untuk orang patah hati?!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments