Nadia menatap pintu ruangan berkali-kali berharap permadi akan datang menemuinya, setidaknya suaminya datang menanyakan kabar ibunya tidak penting bagi dirinya Permadi menanyakan keadaanya sekarang. Ibu Laila menatap putrinya dengan tatapan sendu seakan tahu apa yang terjadi pada rumah tangga putri pertamanya, karena hampir dua hari Nadia di rumah sakit permadi tidak kunjung menemuinya.
Di rumah mama Dita, Permadi pamit untuk berangkat kerja mecium Fafa, menggendong serta mengajaknya bermain walau hanya sebentar sebelum ia pergi ke kantor.
"Permadi, sesibuk apa kamu di Kantor sampai tidak sempat menjenguk mertua dan istrimu di rumah sakit?" Suara bariton Sapto Cahyo menginterupsi langkah permadi yang akan masuk ke dalam mobil ia pun memutar tubuhnya bertemu pandang dengan papanya.
"Permadi memang bener-bener sibuk, Pah. Mengurus projek baru Permadi yakin mereka juga pasti mengerti. Nanti sore permadi usahakan ke sana." Sapto mendekati Permadi putranya dan bertanya masalah apa yang sebenarnya terjadi pada rumah tangga anaknya.
"Permadi Papa ini sudah tua ke inginan papa hanya satu. Menikmati masa tua Papa bersama cucu-cucu papa dan melihat kebahagiaan rumah tangga kalian. Masalah dalam rumah tangga itu biasa selesaikan masalahmu dengan Nadia secara baik-baik" Sapto menepuk pundak Permadi dan mereka sama-sama pergi dengan tujuan mereka masing-masing.
Mendengar pembicaraan dua laki-laki antara anak dan ayah. Dita baru tahu jika rumah tangga putranya dan Nadia sedang tidak baik baik saja. Ia pun masuk kedalam ingin menelpon dan memastikan jika di antara mereka tidak ada masalah apapun.
Nadia membasuh tubuh lemah ibunya dengan air hangat, mengusap lembut kulit tubuh yang dulu kencang kini telah berubah seiring berjalannya waktu. Di usianya yang memang sudah tak muda lagi kulit yang kendur dan di penuhi garis-garis halus yang sedikit keriput di wajah serta tubuhnya.
Selesai membersihkan tubuh ibunya kini ia memakaikan baju ganti dan merapikan semua peralatan yang berada di dekatnya ke tempat semula.
"Ibu Nadia tinggal mandi dulu sebentar, setelah itu ibu sarapan dan minum obatnya. Biar ibu cepat sembuh dan bisa secepatnya pulang kerumah, bapak pasti bahagia melihat ibu kembali ke rumah bapak pasti sudah kangen sama ibu." Nadia memeluk ratu yang tak bermahkota di hadapannya dengan air mata yang saling mengiringi keduanya.
Drrrrrtttt....!!
Tiba-tiba handphonnya berdering Nadia meraih benda pipih itu di dalam hand bagnya. Dan menekan tombol hijah dengan kontak nama Mama Dita, Nadia keluar ruangan untuk menerima telpon dari ibu mertuanya.
"Mama Dita? apa Fafa rewel ya, selama dua hari ini aku tingggal? pikir Nadia dalam hatinya.
~ Assalamualaikum mah!"
~ "Waalaikumsalam, Sayang! Bagaimana kabar ibumu hari ini, Nadia?
~ "Ibu masih lemah, Mah tadi pagi ibu masih kesakitan. Fafa baik-baik aja kan, Mah? Apa Fafa rewel?
~ "Fafa baik-baik aja sama mama. Biar nanti sore permadi yang menemanimu di rumah sakit."
Nadia terdiam tidak tahu harus bicara apa? terdengar dari sebrang telpon terdengar suara Fafa menangis. Nadia mengusap pipinya yang basah, jiwa keibuannya merasakan rindu pada putranya yang harus ia tahan demi menjaga ibunya yang terbaring sakit.
~ "Nadia sepertinya Fafa udah ngantuk nanti mama telpon lagi" Mama Dita mengakhiri panggilan telponnya. Nadia segera menutup aplikasi WhatsAppnya, dan segera masuk ke dalam ruangan untuk mandi.
Setelah selesai mandi Nadia pamit keluar pada ibunya ke kantin rumah sakit untuk membeli sarapan, namun Nadia melihat sosok tubuh yang mirip dengan suaminya ia pun menghampirinya dan mendekati di meja resepsionis.
"Mas Permadi?!" Tegurnya dengan mengembangkan senyum manis di wajahnya. "Aku senang mas. Akhirnya kamu datang jenguk ibu, Mas."
Permadi menatap wajah Nadia dengan tatapan piasnya dan menarik tangan Nadia ke tempat yang jauh dari keramaian orang yang berlalu-lalang di jam kerja.
"Mas, kamu nggak berangkat ke kantor? Kamu sengaja absen untuk menemaniku di sini 'kan Mas?" tanya Nadia masih dengan senyum bahagianya Permadi datang menemuinya. Tapi Nadia melihat wajah acuh tak acuh yang terkesan cuek yang ia tangkap dari bahasa tubuh suaminya.
"Nadia dengar ya! Aku kesini bukan untuk menemanimu. Aku sibuk dan aku akan berangkat ke Surabaya mengurus projek kerja baruku. Aku tahu kamu itu gak ada uang untuk bayar biaya rumah sakit ibumu, jadi kamu lebih baik menurut saja. Aku pergi selama tiga hari jadi aku harap siapkan dirimu setelah aku pulang nanti." ujar Permadi memperingatkan.
Permadi melangkah pergi meninggalkan Nadia di antara pohon-pohon rindang serta warna-warni tanaman hias di sekitarnya seorang diri. Memandang langkah lebar suaminya yang segera menghilang dari pandangan matanya.
"Iya mas aku selalu siap menantimu pulang aku akan merias diriku secantik mungkin. Agar kamu tidak akan memilih dia, tapi aku lah yang jelas istri sahmu yang selalu setia menunggumu di rumah. Kita akan melewati malam-malam panjang kita yang indah.
Gumam Nadia pada hatinya ia berharap hubungannya dengan permadi akan kembali menghangat seperti dulu. Wajahnya seketika merona mengingat awal-awal pernikahan-nya dengan permadi dan melewatinya dengan malam pertamanya yang pebuh kesan. Nadia menyelipkan anak rambutnya ke telinganya yang tersibak oleh angin pagi. Sepasang mata Elang memperhatikannya dari kejauhan menatap senyum wajah Nadia yang sangat menawan.
"Sangat manis dan imut ," Sayang sekali sudah bersuami. Lirihnya menatap punggung Nadia yang bergerak perlahan dan semakin jauh dari pandangannya.
Arshaka beranjak dari duduknya dan menutup buku tebalnya yang sudah hampir satu jam menemaninya di taman rumah sakit. Arshaka pun kembali masuk ke dalam ruangannya setelah petugas kebersihan selesai membersihkan ruangan Dokter tampan sekaligus pewaris utama di rumah sakit itu.
Nadia kembali ke ruang rawat ibunya dengan membawa dua kantong kresek berisi makanan serta air mineral yang di belinya di kantin, ia meletakkan kantong berisi makanan di atas kabinet. Laila memberi tahu putrinya jika tadi permadi datang menemuinya, serta meminta maaf karena baru sempat menjenguk karena sibuk di Kantor. Laila menyentuh tangan Nadia hingga membuatnya menoleh pada ibunya dan mendekat menarik kursi dan duduk di samping brankar.
"Ibu, mau Nadia suapin sekarang? tawar Nadia pada ibunya.
"Nanti saja Nadia. Tadi suamimu datang ke sini menemui ibu." ujarnya pada Nadia. Menceritakan perihal kedatangan Permadi menemuinya.
"Oh, ya! Jadi mas Permadi juga menemui ibu Syukurlah! Mas Permadi pamit ke Surabaya selama tiga hari, dan meminta Nadia bersiap setelah kepulangannya nanti dari Surabaya." ucap Nadia menyunggingkan senyuman, dengan wajah meronanya yang tidak bisa ia sembunyikan dari ibunya.
"Ibu mengerti, Nak. Tempatmu memang adalah di rumah suamimu biar Tantri yang mengurus ibu setelah suamimu kembali dari Surabaya."
Dengan senyum mengembangnya, tiba tiba rasa sakit kembali menyerang dada dan ulu hatinya. Ibu Laila meringis nampak menahan rasa sakit yang berusaha ditahannya. Nadia Nampak bingung dan gugup ia keluar mencari bantuan, dilihatnya dokter Arini yang biasa memeriksa kondisi ibunya datang mendekati ruangan Melati. Nadia berlari menghampiri Dokter Arini dan memintanya untuk datang ke ruangan ibunya terlebih dahulu sebelum masuk keruangan lain.
"Dokter, tolong periksa ibu saya dulu, Dok! Beliau menjerit kesakitan" pintanya dengan gugup dan rasa takut terjadi sesuatu pada ibunya.
Nadia menelpon Tantri untuk segera datang ke rumah sakit. Dokter Arini dan beberapa perawat masuk ke ruangan ibu Laila memeriksa kondisi pasien, setelah dokter memeriksa pasien dan suster mencatat apa yang Dokter Arini amati dari hasil pemeriksaannya, Dokter Arini meminta Suster dan petugas menyiapkan ruangan Rotgen untuk pemeriksaan lebih lanjut.
"Ibu Nadia! Nanti akan ada perawat yang membantu Anda membawa ibu Laila ke ruang Rotgen. Berdo'alah semoga semua akan baik- baik saja!" ucap Dokter Arini meremas lembut bahu Nadia. Dan pergi meninggalkan ruangan yang diikuti langkah beberapa perawat di belakangnya.
Mendengar ucapan Dokter Arini Dunia seakan berputar memikirkan tentang sakit yang dibderita ibunya. Sebenarnya apa yang terjadi pada ibunya? Nadia mengusap air matanya menatap wajah ibunya yang semakin pucat dan lemah, tubuhnya telah berubah menjadi lebih kurus bola mata serta seluruh kulit tubuhnya pun berubah menjadi kuning. Nadia hanya mampu menggenggam telapak tangan ibunya memberi kata penguat padanya. Untuk terus berdo'a dan berjuang hidup melawan penyakitnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
NNM
like mu adalah semangat ku
2023-02-08
0
Benazier Jasmine
lanjut thooor
2023-02-08
1