"Assalamualaikum!"
"Pak! Bapak!" Nadia membuka pintu mencari keberadaan orangtuanya.
Membuka pintu kamar, serta mencarinya ke dapur namun tak menemukan sosok pria yang selama 23 tahun ini menjaganya. Semenjak Nadia menikah ia hanya main kerumah orang tuanya beberapa kali saja itu pun tidak pernah sampai menginap.
Selain Fafa yang tidak kerasan tidur di rumah kakeknya. Permadi selalu menolak jika Nadia ingin menginap dengan alasan tidak bisa bebas berduaan di kamar, selain kamarnya yang kecil kamar Nadia bersebelahan dengan kamar Tantri suara sekecil apa pun pasti terdengar dari kamar sebelah.
Nadia mencoba mencari pak Nurdin di halaman belakang dan benar Pak Nurdin berada di belakang sedang menjemur pakaian sepertinya pakaian yang bekas ia pakai dan di cucinya sendiri. Nadia melangkah menghampiri sosok pria tua yang ia panggil bapak dengan hati penuh iba dengan keadaannya yang tidak bisa melihat akibat katarak yang di deritanya.
Sesekali pak Nurdin meraba-raba ember yang berada di depannya meraih kaos oblong yang biasa di pakainya sehari hari.
"Bapa!" Panggilnya seraya mendekati pak Nurdin dan mencium punggung tangannya.
"Nadia?!" Pak Nurdin menoleh ke arah sumber suara yang memanggilnya.
"Iya, Bapak ini Nadia bapak sedang apa di sini? tanya Nadia sedih. "biar Nadia yang jemur, Pak." meraih pakaian dari tangan Pak Nurdin yang di tolak halus olehnya dan menjemur sisanya yang masih ada di ember.
"Tidak usah, Nak biar Bapak yang jemur cuma sedikit." Tolaknya sambil meraba-rabakan tangannya ke udara yang hendak meraih tangan Nadia.
"Bapak sudah sarapan belum? Nadia bawakan makanan untuk Bapak sebelum ke rumah sakit Nadia mampir ke sini dulu biar bapak bisa sarapan Nadia suapin ya, Pak!" bujuk Nadia sambil menuntun serta memapah tubuh bapaknya menuju ruang dapur. Membantunya duduk di kursi menyiapkan nasi serta lauk yang di masak dari rumahnya.
"Sudah Nak, biar Bapak makan sendiri saja, kamu jenguk saja ibumu kasihan Tantri sendirian sejak kemarin. Tadi kamu ke sini dengan siapa dan di mana cucu Bapak Fafa?" Tanya Pak Nurdin dengan wajah melasnya.
"Tadi Nadia di antar Mas Permadi, sebelum ke sini Fafa Nadia titipkan sama Mama Dita, Pak. Maaf tadi Mas Permadi buru-buru ke kantor dan nggak sempet ketemu Bapak sudah telat soalnya." ucap Nadia mencari alsan tepat meski sedikit berbohong.
Nadia melirik jam dinding yang menggantung di dapur, ia beranjak dari kursi dan segera pamit pada bapak-nya keburu kesiangan dan takut taksi atau ojek sulit didapat.
Nadia keluar dari rumah masa kecilnya melewati gang-gang kecil menuju jalan raya yang biasa ojek dan taksi serta angkutan umum biasa lewat di sana. akhirnya Nadia memutuskan naik angkot saja hampir 15 menit Nadia berdiri sepertinya tidak ada taksi yang lewat meskipun harus dua kali naik angkutan. Karena bukan jalurn angkutan umum yang Nadia naiki turun di depan gedung rumah sakit. Dan harus turun di pertigaan jalan satu kali seberangan dan kembali menunggu angkot yang turun tepat di depan gedung rumah sakit.
Nadia sampai di rumah sakit pukul 08.45. menit. Memasuki loby rumah sakit mengayunkan langkah kakinya berjalan melewati koridor diantara deretan kaca besar tiap ruangan. Nadia menuju meja bagian informasi menanyakan ruangan di mana ibunya di rawat.
Setelah mengetahui ruang rawat ibunya melalui petuga secepatnya Nadia menuju ruang Melati, ia berjalan sedikit tergesa-gesa dan tidak melihat ada seorang cleaning service yang sedang bertugas tengah menyemprotkan cairan pembersih lantai. Nadia berjalan cepat sehingga tidak melihat lantai telah basah oleh cairan pembersih Nadia terpeleset dan berteriak kaget.
Agghhh.......!!
Seorang pria berjas putih bersih dengan sneli yang menggantung di lehernya, dengan sigap menangkap tubuh Nadia yang hampir saja terpelanting ke lantai. Dan satu yang pasti tubuhnya akan terasa sangat sakit jika dokter tampan tadi tidak segera menopang tubuh Nadia. Seorang cleaning service itu pun berlari dengan alat kebersihan di tangannya dan segera mengeringkan lantai yang basah.
"Hati-hati lantainya basah! Apa anda tidak melihatnya?" tanya Dokter menunjuk ke bawah dengan sorot matanya. Nadia segera melepaskan diri dari tautan tangan Sang dokter yang telah menolongnya.
"Maaf, terima kasih dokter anda telah menolong saya," ucap Nadia dengan pandangan sedikit tertunduk. Berjalan menjauh dari hadapan dokter menuju kamar rawat ibunya.
"Lain kali jika lantainya di bersihkan usahakan di beri tanda! Agar tidak ada yang melewati jalan sebelum selesai di bersihkan." Tegasnya memperingatkan.
"Baik, Dokter maaf saya telah ceroboh." ujar cleaning service itu. Dokter itu pun kembali bejalan menuju ruangannya.
Nadia membuka pintu ruangan ia melihat tantri sedang menyuapkan bubur pada ibunya.
"Assalammualaikum!"
"Tantri, Ibu!'' Nadia menyapa ke duanya. Dengan mata berkaca-kaca ia merasa bersalah akan keadaan ibunya yang sakit tanpa dirinya tahu.
"Mba Nadia!'' panggil Tantri dengan mengedarkan pandangannya pada pintu ruangan yang telah terbuka.
Nadia meraih telapak tangan ibunya dan mencium punggung tangannya. Mengucapkan kata maaf yang di balas sentuhan Lembut ibunya dengan mengusap kepala Nadia dengan tubuh lemahnya yang terpasang jarum infus.
"Maafkan Nadia, Bu. Baru sempat jenguk ibu sekarang,'' memeluk tubuh ibunya yang terbaring lemah di atas brankar.
"Tidak apa-apa Nadia, ibu mengerti keadaanmu. Karena kamu sepenuhnya milik suamimu." seperti ada ribuan jarum tajam yang menusuk hatinya.
Seakan Nadia dan suaminya adalah anak duhaka yang begitu tega membiarkan ibunya terbaring di rumah sakit selama tiga hari tanpa mereka tahu.
"Ibu dalam keadaan mu yang lemah seperti ini kau masih saja memikirkan menantumu. yang jelas tidak ingin tahu bagaimana keadaan ibu saat ini." Nadia bergumam pada hatinya.
Nadia menyeka air matanya begitu miris pada kehidupan rumah tangganya yang ia jalani beberapa bulan ini tanpa seorang pun tahu.
🌼🌼🌼
Di Kantor Permadi justru menikmati jam makan siangnya bersama Kania di cafe yang letaknya tidak jauh dari kantor ia bekerja. Tertawa tersenyum dengan bahagianya seolah bak remaja yang di mabuk cinta.
"Sayang jadi kapan kamu meresmikan hubungan kita aku bosan pacaran terus?'' tanya Kania resah.
Kania mengeluhkan statusnya yang belum jelas pada permadi, pria yang bersetatus suami orang yang masih saja Kania tunggu agar permadi segera menikahinya. Setelah Permadi mewujudkan keinginan ibunya dengan menikahi Nadia dan memberikan cucu pada kedua orangtuanya.
"Secepatnya aku akan menceraikan Nadia dan kita akan menikah. Deperti rencana dan impian kita dulu saat kita masih sama-sama di bangku SMA. Kita berpisah karena dulu aku harus kuliah di luar negri dan akhirnya kita di pertemukan kembali di kantor ini." ucapnya sambil menggenggam tangan Kania.
Permadi adalah kakak kelas Kania di SMA mereka saling jatuh cinta ketika acara Kemah di sekolah. Permadi adalah siswa cerdas dengan peringkat satu pararel yang berhasil menerima beasiwa kuliah di luar negri. Dan harus berpisah dengan Kania demi karir dan masa depannya. Serta melamar Kania dan menikahinya setelah ia sukses.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
NNM
terimakasih bnyk thor
2022-06-17
2
naumiiii🎈✨
Udah ku kasi bunga juga niihhh, jadi semangat nulis ya torr
2022-06-17
2