Sheva Tidak Cacat!

Pagi ini, setelah mengantar Sheva ke dalam kelas. Emil berjalan menuju ruang wali kelas putranya, memenuhi surat panggilan yang sudah mereka kirimkan kemarin. Rupanya kedatangan Emil sudah ditunggu oleh sepasang guru yang duduk berjajar di balik meja.

“Selamat pagi, Pak Emil.” Seorang pria berdiri dan segera menjabat tangan Emil. “Mari silahkan duduk, Pak!” titahnya begitu ramah. “Terima kasih sudah memenuhi undangan dari pihak sekolah.”

Emil duduk diam, menatap wanita yang mengampu kelas Sheva. “Ada apa ya? Apa Sheva melakukan kesalahan?” Emil tidak ingin basa-basi. Dia harus bersiap untuk pergi ke Solo, mengelola toko furniture milik papanya.

Sepasang guru itu saling melempar pandang.

“Kalau tidak ada yang penting saya izin dulu. Saya harus ke Solo hari ini dan waktu saya tidak banyak jadi mohon profesional.” Emil memperingati.

“Tunggu, Pak! Sabar, dulu! Ini nggak bakal lama kok!” Wanita di depan Emil menarik napas dalam-dalam. Bersiap menyampaikan maksud dan tujuannya mengundang Emil. “Jadi begini ... Jadi, jadi ... Saya mohon maaf sebesar-besarnya, Pak Emil. Sepertinya pihak sekolah tidak bisa menerima murid berkebutuhan khusus seperti Sheva.” Mulut wanita itu terkatup rapat saat menyadari api kemarahan dari wajah Emil.

“Pak, saran dari sekolah, Lebih baik bapak memindahkan Sheva ke sekolah luar biasa! Biar dia berkumpul dengan anak-anak yang sama seperti Sheva!” timpal guru pria bername tag Nasrudin.

Emil yang mendengar penuturan pria tersebut langsung menggebrak meja, meluapkan emosi yang tiba-tiba timbul begitu saja. Matanya melotot sempurna ke guru pria tersebut. Ia menegaskan dengan lantang, “Sheva tidak cacat! Dia hanya lambat bicara! Bukannya kalian sudah tahu, bagaimana prestasinya selama 6 bulan dia bersekolah?” Napas Emil naik turun, tidak terima atas olokan guru tersebut.

“Tapi, Pak! Sheva tidak bisa menjalin komunikasi secara normal dengan teman seusianya. Apa kata wali murid lain. Kalau tahu, sekolah bertaraf internasional memiliki siswa yang tidak bisa berbicara? Mereka akan pasti akan memindahkan putra-putrinya jika tahu. Mohon pengertiannya, Pak!” jelas Nasrudin. “apa Bapak tahu, kalau Sheva melempar temannya dengan penghapus papan tulis? Jujur saja, Pak ... kami pihak sekolah tidak ingin kejadian di kelas Sheva semakin memperburuk citra sekolah kami!” sambungnya menjelaskan apa yang dilakukan Sheva saat berada di sekolah. “kemarin saya sudah mengatakan pada ibu Ineke. Tapi beliau acuh!”

Dalam hati Emil terus bergejolak, bertanya dalam hati. Mungkinkah ini ulah orang tuanya yang ingin menyingkirkan dirinya dan Sheva. Jika benar, kenapa Sheva harus terlibat? Anak itu tidak bersalah, dia hanyalah anak kecil yang tidak tahu apapun. Dia layak dapat masa depan baik.

Cukup lama Emil diam berpikir. Hingga akhirnya ia menyetujui keinginan pihak sekolah yang menginginkan putranya dipindahkan sekolah. “Siapkan berkas pemindahan putraku! Aku akan memindahkannya. Pegang ucapanku! Suatu hari nanti kalian akan melihat bagaimana hebatnya dia!”

“Sebagai saran, sebaiknya Sheva dimasukan ke SLB pelita harapan, Pak! Di san—

“Aku tidak butuh saranmu! Anakku tidak cacat, dia hanya lambat dalam berbicara!” Potong Emil, memaki sang guru. “aku akan kembali mengambil berkasnya, setelah menjemput Sheva.” Emil berlalu begitu saja dari ruangan. Ia berjalan menyelusuri lorong menuju kelas Sheva.

Saat tiba di depan kelas Sheva, ia melihat putranya duduk sendirian di kursi belakang. Tidak ada orang yang duduk dengannya. Apa mereka tidak mau duduk dengan putraku? Mata Emil mendadak berair, ia terus memperhatikan Sheva yang masih fokus ke arah sang guru yang tengah menjelaskan materi.

Situasi itu membuat Emil sadar, kalau selama ini Sheva tidak diterima dengan baik di kelasnya. Sekarang, dia merasa tepat untuk mengambil keputusan tersebut. Terlebih lagi sang papa menginginkan dia untuk tinggal di Solo. Sepertinya tinggal di Solo bersama Sheva tidak buruk.

Emil mengetuk pintu kelas. Kemudian meminta izin untuk membawa Sheva pulang ke rumah. Putranya itu tidak menolak, dia langsung membereskan alat tulisnya, berjalan gontai menghampiri Emil. “Sheva, kasih salam sama teman-temanmu kalau kamu akan pergi?”

Anak itu mendongak. Menatap Emil yang lebih tinggi darinya, mata bulat nan jernih mengisyaratkan Emil untuk menjelaskan.

“Sheva, hari kita akan pindah. Kita tidak tahu kapan bisa kembali ke Jakarta. Jadi ... berikan salam perpisahan untuk teman-temanmu!” jelasnya yang sudah mensejajarkan tubuhnya dengan Sheva.

Pandangan Sheva tertuju ke arah gadis kecil yang duduk di kursi depan. Tangan mungilnya melambaikan tangan ke arah gadis kecil tersebut. Hal ini tentu berat untuk Sheva, di saat ia memiliki satu teman yang mau bergaul dengannya, dia justru harus pergi.

Usai berpamitan dengan teman-temannya. Emil segera membawa Sheva meninggalkan kelas. Ia kembali ke ruang guru untuk mengambil surat perpindahan Sheva.

Setelah semua berkas selesai, Emil segera membawa Sheva pulang ke rumah. “Sheva, sedih?” tanya Emil, saat berjalan ke arah parkir mobil.

Pria kecil itu mendongak, menampilkan senyum tanpa memperlihatkan giginya yang rapi disusul kepalanya menggeleng pelan. Dalam hatinya, ingin mengatakan apa yang ia rasakan saat ini, tentang kesedihannya. Tapi, keterbatasan yang dimiliki membuat dirinya tak sanggup untuk mengungkapkan semua pada sang papa.

Emil yang tahu Sheva berbohong segera membujuknya.

“Bagaimana kalau kita ke restoran cepat saji?” rayuan pertama keluar. Namun, langsung jawab penolakan oleh Sheva.

“Hmmm, kalau main game ke playground?” rayu Emil, lagi.

“Mam?” lirihnya, menatap dengan mata sendu ke arah Emil.

Emil tentu bisa mengerti maksud Sheva. Ia menghentikan langkahnya, tersenyum lembut menatap Sheva. “Mama akan pulang. Tapi, tunggu Sheva pintar dulu.”

Sheva melepas tas yang menggantung di pundak. Lalu mengambil kertas kecil yang selalu ia gunakan untuk berkomunikasi dengan Emil. “Apa mama benci Sheva?” tulisnya yang mampu dibaca Emil.

“Mana mungkin? Sheva anak baik. Jangan berpikir seperti itu. Mama selalu sayang sama Sheva. Hanya saja ....

Sheva menarik kaus Emil, meminta pria itu untuk tidak melanjutkan penjelasannya. Tanganya lekas menarik tangan Emil dan membawanya masuk ke mobil.

“Ok. Suatu hari nanti Sheva akan bertemu dengan mama.” Emil membantu Sheva naik mobil. Kemudian melajukan mobil tersebut ke rumah kedua orang tuanya.

Tiba di rumah, mata Emil menatap Kania, baby sitter Sheva yang sudah tiba di sana. Emil mengingat Kania untuk tidak cuti terlalu lama. Mengingat jadwal di kantor sang papa sedang padat. Dia bersyukur Kania cuti tidak lebih dari tiga hari. Jadi, ia bisa meminta Kania sekalian ikut ke Solo.

“Segera kemasi barang-barang Sheva, dan juga milikmu, kita akan berangkat ke Solo jam tiga nanti!” titah Emil saat melewati tubuh Kania.

Ineke yang mendengar ucapan Emil, lekas membuntutinya. “Kau mau berangkat sore ini?”

“Iya.” Emil menjawab singkat, tangannya mengambil koper, memasukan barang -barangnya.

“Berapa hari sekali kamu akan menengok mamamu yang sudah tua ini?” tanya Ineke.

Emil terkekeh, matanya menatap ke arah Ineke remeh. “Mama lucu! Bukannya mama senang kalau aku dan Sheva pergi? Tidak ada lagi yang membuat mama malu karena memiliki cucu seperti Sheva. Mama juga nggak perlu menyembunyikan keberadaan Sheva saat teman-teman mama datang!”

“Emil!” pekik Ineke, marah.

“Cukup, Ma! Emil diam bukan berarti Emil tidak tahu kelakuan mama di belakang Emil.” Emil meredam emosinya. “sebaiknya jangan terlalu berharap Emil akan sering ke Jakarta. Karena setelah tiba di Solo, Emil akan berusaha menyusun semuanya dari awal bersama Sheva!” sambungnya.

“Emil! Kamu tidak akan bisa hidup tanpa kami! Jadi jangan pernah bertingkah macam-macam! Hasil penjualan toko tidak akan cukup untuk membiayai hidup kalian!” peringat Ineke.

“Ancaman apa lagi yang akan mama berikan pada Emil?! Jujur aku curiga, jangan-jangan Chika pergi dari rumah gara-gara tingkah mama?!” tuduh Emil, dengan kekehan kecil, seakan hanya candaan belaka.

Terpopuler

Comments

Abie Mas

Abie Mas

diusir si emil kasian

2022-07-18

0

𝓡⃟ Loida 🎯™

𝓡⃟ Loida 🎯™

gak kuat sedih bgt 🤧🤧🤧🤧

2022-06-21

0

☠ᵏᵋᶜᶟ尺მȶɦἶ_𝐙⃝🦜

☠ᵏᵋᶜᶟ尺მȶɦἶ_𝐙⃝🦜

sabar ya Sheva...ko sedih hidupmu disni Emil🥺🥺

2022-06-18

0

lihat semua
Episodes
1 Voice Note
2 Sheva Tidak Cacat!
3 Lembaran Baru
4 SLB Atau YPAC?
5 Airin & Gangga
6 Penolakan Sheva
7 Taman Bermain
8 Kondisi Ruko
9 Hubungan Tanpa Status
10 Video Terakhir
11 Yayasan Surya Mentari
12 Pertemuan Kembali
13 Istri Atau Anakmu!
14 Mengenal Lebih Dekat
15 Kebahagiaan
16 Perawan Tua
17 Pertemuan
18 Papanya Airin
19 Selamat Berbahagia
20 Angin Segar
21 Menebus Waktuku
22 Menikah Lagi?
23 Kesalahan Masa Lalu
24 Akan Menikah
25 Rencana Pernikahan
26 Mengatakan Pada Sheva
27 Liburan Bersama
28 Penolakan
29 Tangisan Sheva
30 Sakit
31 Tempo Pembayaran
32 Buat Sheva, Bukan Buat Lo!
33 Pakaian Ganti
34 Diusir
35 Kantin
36 Pesan Balasan
37 Dilema
38 Penolakan Gangga
39 Jatuh & Cinta
40 Mungkin Salah Satunya Kamu!
41 Mendadak Haus
42 Surat Kecil Sheva
43 Terabaikan
44 Lampu dan Pintu
45 Boleh Minta Satu Lagi?
46 Chika, Sorry ....
47 Kerjasama
48 Pertengkaran
49 Teman Lama
50 Sakit
51 Keputusan Besar
52 Berita Duka
53 Kotak Peninggalan
54 Panggilan Pertama
55 Makam
56 Pernikahan
57 Pak Aiman
58 Nyari Istri
59 Kedatangan Sheva
60 Nginjek Tanah
61 Jangan Tinggalin Sheva!
62 Rencana Sheva
63 Gedung Teather
64 Tangisan Sheva
65 Perpisahan
66 Begin Again
67 Melemah
68 Masih Saja Sama
69 Nyonya
70 Rutinitas Baru
71 Rencana Emil
72 Makan Malam
73 Saling Memaafkan
74 Promosi Cerita
Episodes

Updated 74 Episodes

1
Voice Note
2
Sheva Tidak Cacat!
3
Lembaran Baru
4
SLB Atau YPAC?
5
Airin & Gangga
6
Penolakan Sheva
7
Taman Bermain
8
Kondisi Ruko
9
Hubungan Tanpa Status
10
Video Terakhir
11
Yayasan Surya Mentari
12
Pertemuan Kembali
13
Istri Atau Anakmu!
14
Mengenal Lebih Dekat
15
Kebahagiaan
16
Perawan Tua
17
Pertemuan
18
Papanya Airin
19
Selamat Berbahagia
20
Angin Segar
21
Menebus Waktuku
22
Menikah Lagi?
23
Kesalahan Masa Lalu
24
Akan Menikah
25
Rencana Pernikahan
26
Mengatakan Pada Sheva
27
Liburan Bersama
28
Penolakan
29
Tangisan Sheva
30
Sakit
31
Tempo Pembayaran
32
Buat Sheva, Bukan Buat Lo!
33
Pakaian Ganti
34
Diusir
35
Kantin
36
Pesan Balasan
37
Dilema
38
Penolakan Gangga
39
Jatuh & Cinta
40
Mungkin Salah Satunya Kamu!
41
Mendadak Haus
42
Surat Kecil Sheva
43
Terabaikan
44
Lampu dan Pintu
45
Boleh Minta Satu Lagi?
46
Chika, Sorry ....
47
Kerjasama
48
Pertengkaran
49
Teman Lama
50
Sakit
51
Keputusan Besar
52
Berita Duka
53
Kotak Peninggalan
54
Panggilan Pertama
55
Makam
56
Pernikahan
57
Pak Aiman
58
Nyari Istri
59
Kedatangan Sheva
60
Nginjek Tanah
61
Jangan Tinggalin Sheva!
62
Rencana Sheva
63
Gedung Teather
64
Tangisan Sheva
65
Perpisahan
66
Begin Again
67
Melemah
68
Masih Saja Sama
69
Nyonya
70
Rutinitas Baru
71
Rencana Emil
72
Makan Malam
73
Saling Memaafkan
74
Promosi Cerita

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!