Waktu sebulanan lebih pun berjalan. Dalvin tidak pernah lagi mendapatkan kabar tentang sahabatnya, Rio, semenjak terakhir malam ia mengalami kecelakaan.
Dia berjalan kearah jendela kamarnya. Di luar tampak orang-orang sibuk menyiapkan pesta pertunangan antara Duta dan Amira. Ia begitu sedih dan merasa hancur.
Dalvin kembali ke kasurnya, bersandar di kepala tempat tidur sembari memainkan ponsel.
"Kamu kemana sih, Yo? Saat ini aku butuh teman untuk berbagi..." Ucapnya sambil terus menghubungi nomor Rio.
Selang beberapa saat, ponselnya berdering. Ia sempat girang berharap si penelpon adalah Rio yang ditunggu-tunggu.
"Nomor tak dikenal... Apa mungkin Rio mengganti nomornya?" Gumam Dalvin. Ia segera menggeser tombol hijau di layar ponselnya.
"Halo?"
"Halo... Benar ini dengan saudara Dalvin Fernando?" Tanya suara dari seberang.
"Benar, saya sendiri Dalvin... Ini dengan siapa?"
"Saya, dokter Nino... Terakhir kali saya juga yang menelepon Anda dengan menggunakan ponsel Rio..."
"Sekarang Rio dimana?" Tanya Dalvin tiada sabar.
"Saudara Rio sudah meninggal sehari setelah saya menelepon Anda..."
"Apa?" Dalvin terperanjat. Kabar tentang sahabatnya itu memang mengejutkan baginya.
"Saya dokter yang menangani pasien hingga akhir hayatnya. Beliau menitipkan sesuatu yang diperuntukkan kepada Anda... Saya harap, Anda bisa segera menjemputnya. Karena sibuk, saya hampir melupakan amanat beliau..."
Dalvin terpukul mendengar berita tentang Rio. Rio sahabatnya yang ia anggap lebih dari sekedar sahabat, bahkan ia berpikir jika lebih baik Rio yang menjadi kakak tirinya.
Kini ia merasa sebatang kara. Tiada satu pun yang bisa mengerti dirinya lagi. Tempat ia berbagi keluh kesah dan mencurahkan segala isi hatinya telah pergi untuk selamanya.
Dalvin keluar dari kamarnya dan berjalan tergesa-gesa melewati banyak orang yang sudah mulai hadir sebagai undangan pesta pertunangan kakaknya itu.
"Kamu mau kemana, Vin?" Suara Duta tak menghentikan langkah Dalvin yang terburu-buru. Ia tahu, tiada maksud baik Duta kecuali hanya untuk memanas-manasi dirinya.
"Dalvin..." Papanya mulai angkat suara. "Kamu mau kemana?"
"Keluar, Pa..." Jawab Dalvin terdengar acuh.
"Papa tau kamu sakit hati dan kecewa dengan pertunangan kakakmu. Tapi setidaknya, tetaplah di rumah sampai acara ini selesai..." Pinta Dean.
"Dia bukan siapa-siapaku, Pa... Papa saja bagai orang lain, kenapa Papa malah meminta aku menganggapnya kakak?" Ketus Dalvin tak peduli.
"Dalvin..." Bentak Dean.
"Sudahlah, Pa... Marah pun, Papa hanya akan mempermalukan diri Papa sendiri..." Ucap Dalvin Seraya berlalu dari sana dan mengabaikan beberapa kali panggilan papanya.
Dean putus asa. Ia masih berpikir bahwa ia bukanlah papa yang baik untuk kedua anaknya.
****
Dalvin trauma mengendarai mobil. Kecelakaan yang menimpa dirinya sempat membuat ia tertekan dan berputus asa.
Sesaat Dalvin merasa bimbang, dan pada akhirnya ia lebih memilih memesan taxi online.
Dalam perjalanan ke rumah sakit, ia tak henti-hentinya merasa gusar. Ia masih setengah percaya akan berita yang baru saja ia terima tentang kematian sahabatnya itu.
Taxi yang ia tumpangi sampai ke rumah sakit tempat Rio pernah dirawat. Ia masih ingat betul alamat rumah sakit itu, rumah sakit dimana ia sempat bolak-balik untuk periksakan diri setelah kecelakaan.
Dengan tergesa-gesa, Dalvin segera menuju ke ruangan dokter yang meneleponnya tadi.
BRAAKK...
"Dokter Nino?" Dalvin benar-benar tak kuat lagi untuk bertahan dalam kegelisahannya. Ia tak sabar, sampai-sampai menyelonong masuk tanpa ketuk pintu dan permisi terlebih dahulu.
Dokter Nino memang di dalam. Dokter itu tidak menyangka ditemui seperti itu oleh Dalvin.
"I-Iya? Ada yang bisa saya bantu?" Tanya dokter itu seperti melupakan Dalvin.
"Saya Dalvin, Dok..." Ucap Dalvin sambil menarik kursi di hadapan dokter Nino lalu duduk tanpa dipersilakan.
"Dalvin? Oh, astaga... Dalvin Fernando?" Tanya dokter Nino baru mulai mengingat kembali.
Dalvin mengangguk cepat.
"Sepertinya almarhum Rio begitu berarti bagi Anda..." Ucap dokter Nino sambil membuka laci mejanya. Ia mengeluarkan sebuah amplop dari dalamnya.
"Sebenarnya Rio sakit apa, Dok?" Suara Dalvin mulai pedar. Hatinya mulai terasa perih.
"Kanker stadium lanjut..."
Dalvin terhenyak. "Sebelumnya ia selalu sehat, Dok..." Ucapnya sendu.
"Tiga bulanan belakang kanker menyebar begitu cepat dan merusak organ vitalnya... Malam itu ia dilarikan ke rumah sakit setelah ditemukan tergeletak di taman kota oleh beberapa orang yang juga kebetulan berada disana." Tutur dokter Nino menjelaskan.
"Taman kota?" Dalvin semakin terpukul. Ia kembali mengingat janjinya kepada Rio untuk bertemu disana.
"Beberapa saat Rio sempat sadar, ia menunggu Anda, dan bahkan beberapa kali mencoba menelepon Anda waktu itu. Tapi..." Ucapan dokter Nino terhenti. Ia menyodorkan amplop yang ia keluarkan tadi kepada Dalvin.
"Apa ini, Dok...?" Tanya Dalvin seraya menerima amplop itu dengan tangan gemetar.
"Ini pesan untuk Anda, katanya... Ia menegaskan kepada saya, bahwa ia sangat berharap Anda mengabulkan permintaan terakhirnya di dalam surat ini..." Jelas sang dokter.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
🍾⃝ͩʙᷞᴀͧʙᷠʏᷧ ɢɪʀʟʟ
amanah apa itu?apa Rio nitipin adeknya kedalvin🤔?? jdi pnsaran
2022-08-13
3
Ika Sartika
kasian kamu dalvin...😢
2022-06-20
1
Yuli maelany
Dean merasa bagai ayah yang kurang baik,bahkan menurut ku sangat kurang baik,dan harusnya kamu sadar itu......
2022-06-19
1