Suara ketukan begitu keras dari luar kamar Dalvin, membuat ia menggerutu dan terpaksa berjalan membukakan pintu.
"Ada apa?" Tanya Dalvin ketus.
Di luar, Duta menyeringai melihat wajah Dalvin yang kesal.
"Nggak ada orang lain di rumah ini... Ngapain pintu pakai dikunci segala? Takut banget..."
Bukan menyahut, Duta malah menyelonong masuk lalu menghempaskan tubuhnya ke atas kasur milik Dalvin.
"Kalau tidak ada keperluan, silakan keluar... Saya lelah, saya butuh istirahat..." Usir Dalvin. Ia berusaha menahan rasa jengkelnya melihat kelakuan kakak tirinya.
"Santai, Broth... Memangnya ada rasa lelah untuk si pengangguran sepertimu?" Ejek Duta.
"Aku hanya mau berbagi kabar bahagia sama kamu... Aku sekarang lagi bahagia sekali... Dan tentunya kebahagiaan Abang mu ini, kebahagiaanmu juga, kan?"
Duta bangkit dan berjalan ke posisi Dalvin yang berdiri berpangku tangan, acuh tak acuh menungguinya keluar dari kamar itu.
"Cepat katakan, apa mau kamu?" Tanya Dalvin lagi bersikap tak peduli.
"Malam nanti, Abang mu yang tampan ini bakal bawa calon menantu buat kedua orang tua kita. Kamu jangan seperti biasanya yang tidak mau makan malam bareng keluarga, ya... Hormati tamuku... Please... Buat kali ini saja..." Pinta Duta seolah-olah memang terlihat butuh.
"Nggak... Malas..." Jawab Dalvin tanpa basa-basi.
"Kalau kamu tidak mau, ya sudah... Tinggal bilang papa jika kamu tidak senang melihat Abang mu ini bahagia..." Ancam Duta seraya beranjak meninggalkan kamar Dalvin.
Dalvin kembali menghempaskan pintu kamarnya dengan keras.
"Kenapa papa masih saja merawat diriku, jika papa tidak pernah mengganggap aku? Kenapa papa tidak membuang aku saja dulu? Atau setidaknya menitipkan aku ke panti asuhan? Mungkin rasanya tidak akan sesakit ini... Setidaknya aku tidak perlu mengenal mereka..."
Dalvin menggerutu. Melihat tingkah Duta, dan mendengar ucapan sehari-hari mama tiri dan kakak tirinya itu sungguh menjengkelkan hatinya.
Dalvin melirik foto mamanya sesaat, lalu kembali bersandar di kepala tempat tidurnya.
"Kenapa dia sebahagia itu? Terakhir, dia bahagia karena berhasil mengambil proyekku... Alhasil, aku pengangguran sekarang..." Pikir Dalvin dipenuhi perasaan was-was dan jantung berdebar tak karuan.
"Ah, sudahlah... Bukankah aku sudah biasa?" Ngocehnya berusaha menenangkan hati sendiri.
****
Malam yang ditunggu-tunggu Duta pun datang. Sosok gadis yang ia janjikan telah hadir bersama dirinya. Ia memperkenalkan gadis itu kepada kedua orang tuanya.
Sandra terlihat bangga, calon menantu yang dibawa Duta untuknya, sungguh sesuai dengan kriterianya. Cantik, elegan, dan tentunya berpendidikan. Bahkan gadis itu juga tak sungkan-sungkan menceritakan pribadinya yang merupakan putri tunggal dari seorang direktur di PT Angkasa Raya, sebuah perusahaan besar dan ternama.
Berbeda dengan Dean. Meski ia menghormati Amira sebagai tamu, namun sikap dinginnya masih sama.
"Ajak Amira makan bersama, Duta. Kemudian panggilkan adikmu juga..." Perintah Dean.
"Dalvin tidak mau bergabung, Pa... Tadi siang Duta sudah memberitahunya perihal ini, dan alhasil... Papa sudah tahu sendiri bagaimana dia, kan?" Kilah Duta berpura-pura polos di hadapan papanya.
"Sudahlah, Pa... Lagian ini pacarnya Duta kok... Bukan pacarnya Dalvin..." Bela Sandra.
Sebelum mereka makan malam, Dalvin keluar dari kamarnya.
"Mau kemana kamu, Vin...?" Panggil Dean.
"Ada janji dengan Rio sebentar..." Jawab Dalvin begitu acuh.
"Malam ini di rumah saja... Kakakmu mau mengenalkan pacarnya kepada kita..." Pinta Dean.
Dalvin memasang muka malas. Ia berjalan pelan kearah keluarganya, tampak Duta menyeringai puas.
"Hai, Vin..."
Dalvin terperanjat. Wajahnya yang semula terlihat bermalas-malasan, ia tegakkan segera.
Deg.
Jantungnya berdetak keras. Ia terpana, namun sesaat raut mukanya berubah marah.
"Amira?" Desir Dalvin terlihat kaget.
"Iya, Vin... Ini aku, Amira... Kamu kok terkejut begitu? Bukankah kamu sendiri yang sudah mengatur pertemuanku dengan kak Duta?" Ucap Amira.
"Pertemuan?" Dalvin balik bertanya. Ia tidak tahu apa-apa akan hal yang diucapkan Amira. Ia menoleh kearah Duta, dan tampak kakak tirinya itu menyeringai seolah sedang mencibir kekalahannya. Kalah telak tanpa tahu sedang bertanding.
"Terima kasih, ya, Vin... Kamu seolah mengerti perasaanku selama ini. Padahal, aku tidak pernah terang-terangan mengatakan aku suka kak Duta..." Celoteh Amira seraya mengapit lengan Duta yang berada di sisi kanannya.
Dalvin merasa terpukul. Ia bahkan sama sekali tidak pernah tahu jika Amira menyukai Duta sebelumya.
Ia terpaksa mengangguk, meski sendinya goyah dan bergetar. Meski hatinya remuk dan rapuh.
Ia kesal, tapi ia sendiri tidak tahu harus berbuat apa. Ia sangat kecewa jika kenyataannya Amira sama sekali tidak pernah meliriknya sebagai lelaki yang punya rasa terhadapnya.
"Silakan nikmati makan malam bersama... Saya harus menepati janji saya dengan Rio..." Pamit Dalvin.
"Tidak ingin melihat kemesraan kami? Juga tidak mau mendengar kapan kami menetapkan pertunangan?" Ledek Duta memanas-manasi.
Dalvin tak peduli. Hatinya memang sudah panas, kosong dan hampa.... Ia terus berjalan menjauhi mereka. Tangannya bertumpu ke setiap benda yang ia temui, lalu terakhir dengan sengaja memecahkan vas kesayangan Sandra.
"Dalviiin...!" Teriak Sandra kesal.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
🍾⃝ͩʙᷞᴀͧʙᷠʏᷧ ɢɪʀʟʟ
sbr Vin ,orang dzalim sprti itu snengnya tdk akan lm ayo smngat 💪💪💪
2022-08-13
2
Ika Sartika
sabar sabar...
2022-06-20
1
Yuli maelany
tenang Vin,akan ada saatnya masa d mana kamu bahagia dengan orang dan cara yang tepat........🤗🤗🤗🤗🤗🤗
2022-06-19
1