"Dra mau enggak kau ngajarin aku menulis cerita? Pingin lho bisa kayak kau," Saat istirahat tiba Damar mengemukakan maksud tujuannya kepada Chandra, seorang teman sekelas yang terlihat berbakat dibidangnya.
"Gimana ya bro? Bukannya aku enggak mau ngajarin. Tapi aku juga enggak tahu gimana caranya ngajarin kau," Chandra nampaknya menolak dengan halus.
"Jadi ceritanya nolak nih?" Nampak ada kekecewaan dari Damar.
"Enggak nolak cuma memang aku enggak ngajarin orang. Lagian cuma bisa nulis doang apanya sih yang keren? Lebih keren lagi pintar matematika," jawab Chandra.
"Aku juga belajar nulis enggak pake guru . Aku cuma belajar sendirian aja. Daripada nanti salah atau gimana lebih baik kau nyari orang lain yang bisa ngajarin kau. Aku sebenarnya pingin, seneng banget malah. Jangan marah ya?" Chandra mengatakan yang sebenarnya ia rasakan.
"Mau makan bareng enggak?" Lanjut Chandra sambil mengeluarkan bekal yang ia bawa dari rumah. Dia memang hampir tidak pernah membeli makanan di kantin .
"Aku enggak marah kok . Aku mau makan dikantin aja. Ya udah kalau gitu, aku mau ke kantin dulu," Damar pergi meninggalkan kelas. Ia tidak ingin memaksanya lebih jauh lagi. Yang ada malah dia terganggu dan benar-benar tidak mau mau mengajarinya.
Sebenarnya selain Chandra, ada orang lain lagi yang mungkin mau mengajarinya. Tapi mungkin agak sudah bicara dengannya. Kebetulan orang itu adalah wanita. Damar sedikit kesusahan berbicara dengan baik dengan wanita, apalagi orang itu baru dikenalnya.
Disepanjang jalan menuju ke kantin ia memikirkan alasan Chandra menolak untuk mengajarinya . Apa jawaban yang dilontarkan Chandra itu sudah jujur? Apa mungkin karena sama-sama lelaki? Tapi nampaknya ia juga tidak pernah terlihat jalan dengan seorang wanita. Sebenarnya ia masih ragu dengan alasan yang ia dengar tadi, tapi jika memaksanya rasanya tidak baik juga. Ia akan mencobanya lagi jika ada kesempatan.
Damar ingin melakukan sesuatu yang belum pernah ia lakukan sebelumnya. Ia ingin agar kebosanan didalam dirinya berkurang. Ada banyak pilihan sebenarnya, tapi pilihan hatinya adalah menulis cerita.
Damar penasaran sekali, katanya kalau menulis kita bisa ikut merasakan emosi yang begitu kuat. Kesedihan, kesenangan, hati yang membara, dan lain sebagainya dalam sekejap bisa dirasakan. Selain itu katanya kalau jadi penulis ( terutama sekali yang sudah tenar di seluruh dunia) ia akan selalu dikenang sampai kapanpun. Namanya bisa kekal takkan terhapus oleh masa. Ia pernah mendengar hal itu, tapi ia meragukannya juga.
Lagipula untuk sekarang tujuannya bukan itu. Ia bahkan belum tahu cara menulis cerita yang baik. Mungkin nanti, setelah ia bisa tujuannya akan lebih jauh lagi. Bisa jadi ada nanti dalam pikirannya ingin melebihi seorang sastrawan yang paling terkenal .
***
Setelah selesai makan, Damar menuju perpustakaan. Kali ini ia ingin mencari buku yang berkaitan dengan dunia kepenulisan yang bahasanya sederhana. Entah mengapa, kadang buku-buku semacam itu memiliki diksi yang cukup berat untuk dibaca oleh orang awam. Karena itulah, Damar memilih buku panduan menulis yang mudah ia pahami.
Setelah agak lama, akhirnya ia menemukan juga buku yang ia cari. Ada rasa senang yang menyelimuti hatinya. Ia bertekad untuk tetap belajar walaupun harus sendirian. Nampaknya ia sangat serius kali ini.
Segera ia pinjam buku itu, setelahnya ia langsung menuju ruang kelasnya. Nanti malam, pasti ia akan mencobanya. Terkadang modal nekad memang bagus, walaupun tidak selamanya. Apapun yang terjadi, yang penting mencoba dulu.
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments