"Assalamu"alaikum," Damar segera masuk ke dalam rumah setelah mengucap salam. Rasanya ia ingin langsung tidur saja begitu sampai kamar. Kasur memang punya daya tarik yang begitu kuat . Apalagi saat sedang lelah, daya tariknya semakin kuat.
Sebenarnya ia malas pulang ke rumah. Tak ada kehangatan yang didapatnya lagi dari orangtuanya. Di rumah, yang setia menemaninya hanyalah seorang pembantu yang sudah terlihat setengah baya. Hanya dia orang yang bisa diajak mengobrol saat ia merasa kesepian.
Damar membanting dirinya di kasur yang terlihat cukup empuk untuk ditiduri. Rasa capek yang menyeruak hari ini ternyata belum mampu membuatnya tertidur. Ada sesuatu yang mengganjal pikirannya.
Pikirannya menerawang saat keluarganya masih harmonis. Saat-saat indah itu rasanya sudah lama sekali terasa. Hari-hari yang dirindukan itu, apakah akan terulang kembali ya? Sebuah pertanyaan terlintas di otaknya. Walaupun mustahil sekali untuk saat ini , namun ia berharap akan tiba saatnya semua akan kembali seperti semula. Keyakinan itu menguatkan menguatkan dirinya untuk tidak berbuat sesuatu yang aneh-aneh.
"Pasti orangtuamu bangga punya anak seperti kamu."
Sebuah pernyataan yang benar-benar tidak ingin dia dengar dari semua orang. Dia tahu bahwa itu adalah sebuah pujian. Tapi ia merasa orangtuanya bahkan sama sekali tidak bangga padanya. Bahkan mereka tidak tahu kalau anaknya ikut olimpiade mewakili kabupaten.
Olimpiade yang akan digelar adalah olimpiade antar kabupaten setelah sebelumnya lolos ditingkat kecamatan. Sudah sebentar lagi olimpiade itu digelar, tapi ia malas sekali belajar. Menurutnya mempersiapkan segalanya takkan mengubah apapun juga. Tak ada kata pujian yang keluar dari mulut orang yang ia harapkan.
"Makannya udah siap. Hari ini bibi masak makan kesukaanmu," setelah terdengar ketukan pintu. Suara seorang wanita terdengar dari balik pintu kamar itu.
Ia segera keluar. Benar saja , dimeja makan telah tersaji makanan favoritnya. Walaupun ia berpikir untuk tidak makan malam tadi, melihatnya saja sudah menggugah selera . Banyak pikiran belum tentu tidak bisa makan, bahkan terkadang ada orang yang nafsu makannya berkali-kali lipat saat sedang lapar.
***
I Love You Damar, jangan pasang muka murung terus. Aku jadi sedih ngelihatnya.
From penggemarmu
Begitulah isi secarik kertas yang ada di tasnya. Saat membuka tasnya untuk menyiapkan buku yang akan dipakai esok hari ia baru sadar ada kertas itu didalamnya. Yang membuat ia penasaran adalah tak ada nama orang yang menaruh kertas itu. Ia hanya bisa menduga-duga siapa orang yang mengaku sebagai penggemarnya walaupun ia merasa bukan orang yang pantas untuk digemari.
Belakangan ini memang terlihat ada beberapa gadis mencoba mendekatinya. Kepopulerannya meningkat setelah ia berhasil memenangkan olimpiade kecamatan tempo hari. Mungkin satu dari mereka yang melakukannya.
Dari semuanya yang paling terlihat adalah Nadila , seorang gadis yang selalu ceria dan optimis. Ia selalu berusaha sekeras mungkin melakukan apapun demi tujuannya tercapai. Tapi tidak menutup kemungkinan gadis lain yang menaruh sepucuk kertas untuknya .
Tak peduli siapapun dia. Yang jelas dia adalah orang selalu memperhatikannya. Ah, ia berharap bisa membuang wajah murungnya itu. Ia bertekad untuk melakukannya.
Ia senang, punya teman dan penggemar yang selalu perhatian olehnya. Sesuatu yang tak ia dapat saat berada dirumahnya. Baginya mereka adalah motivasinya untuk terus hidup.
***
Pagi, sebuah sinar baru telah muncul di hati Damar. Hari ini ia ingin membawa bekal karena ia sudah janji akan melakukan persiapan untuk olimpiade. Sepertinya akan sore sekali dia pulang. Memilih untuk makan diluar juga rasanya malas sekali.
Ia sarapan sendiri. Orangtuanya nampaknya kompak untuk tidak pulang semalam. Sebenarnya ada rasa kesepian juga. Tapi ia sedikit mulai terbiasa .
Ia segera berangkat setelah menerima bekal dari pembantunya. Bekal hari ini ikan sarden berkolaborasi dengan tahu. Rasanya sudah dipastikan tidak ada duanya.
Saat sampai didepan pintu, ibunya baru pulang dengan wajah kusut tanpa mengucap sepatah katapun. Melihatnya , Damar jadi sedih. Tapi bagaimanapun juga, ia tak bisa memprotes yang baru saja terjadi.
Apa saja yang diucapkan pasti akan dibantah dengan berbagai alasan. Jika kalah pasti ibunya akan mengatakan hal-hal yang tidak ingin ia dengar. Lebih baik segera berangkat sekolah saja daripada terlambat nantinya.
***
Tiba dikelas ia langsung diberi kabar Nadila hari ini sedang sakit sehingga tidak berangkat. Ada rasa kecewa saat mengetahuinya karena ia ingin menanyakan tentang kertas yang ada di tasnya. Lagipula ia juga merasa malu jika harus menanyakannya secara langsung. Biar semuanya terjawab seiring waktu berjalan.
Pelajaran pertama dimulai , guru bahasa Indonesia yang seharusnya masuk kali ini sedang berhalangan. Usut punya usut, ia izin karena karena sedang menemani istrinya yang akan melahirkan. Tugas yang diberikan oleh seorang guru yang masuk adalah membuat cerita pendek. Walaupun pintar, namun ia merasa kesulitan saat harus merangkai kata-kata.
Yang membuatnya semakin tertekan sebenarnya adalah saat ia mendengar bahwa minimal cerita yang dibuat sekitar satu lembar. Membayangkannya saja rasanya kepalanya ingin meledak. Temanya bebas, Damar semakin bingung. Beberapa temannya terdengar mengeluh saat mengetahui tugas itu. Ingin rasanya ikutan, tapi cukup di hati saja ia keluhannya itu tersimpan.
Ia melihat kearah Chandra. Nampak sekali ia senang mendapat tugas demikian. Dia setahu Damar memang punya ketertarikan di bidang itu. Ingin rasanya melihat tugasnya Chandra, tapi enggan ia lakukan. Terutama sekali melihat siswa lainnya nampak tidak ada yang meninggalkan bangku masing-masing.
Setengah jam berlalu, dia baru mendapat beberapa paragraf. Itupun otaknya sudah bekerja sangat maksimal. Memang, setiap manusia pintar di bidang masing-masing.
Pada akhirnya Damar menyerah juga. Hingga jam pelajaran usai, ia hanya dapat menyelesaikan setengahnya saja. Dia tak peduli mau berapapun nilainya nanti. Yang penting ia telah berusaha sebaik mungkin.
Jam istirahat datang. Ingin rasanya ia pergi ke kantin untuk sekedar membeli cemilan, tapi ia malas sekali untuk pergi ke sana. Mau nitip juga malas. Jadilah ia sendiri dikelas tanpa cemilan apapun . Dikelas ia mengeluarkan buku catatan yang berisi rumus-rumus yang tidak dimengerti oleh orang-orang dengan kecerdasan biasa saja. Ia mempersiapkan diri soalnya biasanya latihan untuk olimpiade mengambil soal dari ujian nasional yang rumit sekali.
Diawalnya Damar juga pusing melihat rumus-rumus yang bertebaran sangat banyak . Diawalnya ia merasa tidak akan mampu menguasai semua rumus itu. Otaknya yang sangat gemilang saat menghitung membuat sesuatu yang mustahil menjadi kenyataan. Walaupun begitu , ia sangat kepayahan saat berhadapan dengan bidang seni dan bahasa.
Mulai nanti ia akan berusaha bersungguh-sungguh demi orang-orang yang menaruh perhatian besar kepadanya. Ia berjanji akan memberikan yang terbaik apapun hasilnya nanti. Olimpiade matematika, entah kenapa Damar sangat optimis bisa menaklukkannya dengan mudah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments