Saat Hendri pulang larut malam, ia melihat keberadaan Fitri yang tertidur di atas sofa ruang tamu, Hendri melepas jaketnya dan menghela napas menatap wanita di hadapannya.
"Fitri, bangun," panggilnya datar.
Mata wanita itu seketika terbuka dengan sedikit menyipit menatap Hendri yang berdiri di hadapannya.
"Mas Hen, kamu sudah pulang?" Segera ia beranjak bangun.
"Kenapa tidur di sini? Kamu berharap aku akan menggendongmu masuk ke kamar?" balas Hendri ketus.
Fitri menggeleng pelan. "Aku menunggumu pulang, makan malam sudah kusiapkan, kita makan sama-sama ya."
"Tidak lapar, lain kali jika aku pulang terlambat, tidak perlu menungguku, lakukanlah apa yang ingin kamu lakukan. Jika lapar makan sendiri, ngantuk, pergi tidur di kamarmu, tidak usah menunggu apalagi tidur di sofa." Usai mengucapkan hal itu Hendri pun berlalu pergi masuk ke kamarnya.
Fitri terus menatap punggung Hendri yang meninggalkannya dengan acuh, lalu menghela napas pasrah, itu adalah resikonya tersendiri menikah dengan pria yang tak menginginkannya.
"Mas Hen." Fitri kembali memanggil sembari mengetuk pintu kamar Hendri.
Tak lama Hendri keluar dan berdiri di ambang pintu. "Ada apa?"
"Mas sudah mau tidur?" tanya Fitri ragu.
Hendri menggeleng dan mengatakan, "Belum. Masih ada pekerjaan yang harus dikerjakan."
"Mas mau aku buatkan teh hangat?" Fitri menawarkan, dan tidak ia sangka Hendri mengangguk menjawab, "Boleh."
Bibir Fitri seketika melengkung merasa senang, segera melangkah ke dapur membuatkan suaminya segelas teh hangat.
"Mas Hen, ini tehnya." Fitri kembali masuk ke kamar Hendri dan meletakkan gelas teh di meja kerjanya.
Beberapa menit berlalu, Hendri menoleh, terlihat Fitri yang masih duduk di tepi kasur miliknya.
"Kenapa masih di situ? Tidurlah di kamarmu."
Fitri menggeleng secepat kilat. "Tidak apa-apa, sudah terbangun tiba-tiba saja tak ingin tidur lagi, biarkan aku menemani Mas Hen bekerja."
Hendri diam saja, ia kembali melanjutkan pekerjaannya tanpa peduli Fitri ingin menunggu ataukah tidak, baginya pun sama saja.
Satu jam berlalu, Hendri menyudahi pekerjaan dan merapihkan meja kerja yang cukup berantakan, saat ingin membawa gelas teh ke dapur, terlintas wujud Fitri dalam pandangannya yang tertidur di atas kasur sedari tadi menunggunya.
"Kenapa wanita ini suka sekali mempersulit dirinya?" Alisnya mengerut ke dalam lalu kembali meletakkan gelas ke atas meja.
Perlahan ia menghampiri Fitri berusaha membenarkan posisi tidur wanita itu, ia takut membangunkan Fitri jika menggendongnya ke kamar sebelah, malam ini ia memberikan kasurnya pada istri keduanya itu.
Hendri mengesampingkan rambut Fitri yang menutupi wajah, menatapnya penuh iba. "Jika bukan karena Dinda, aku tidak akan tega menghancurkan masa depanmu, kamu masih begitu muda, sangat disayangkan jika menghabiskan waktu hanya untuk melayaniku, di usiamu sekarang, kamu seharusnya menghabiskan waktu bersenang-senang bersama teman dan juga menyelesaikan kuliah bersama mereka, bukan malah di sini menyiksa diri sendiri." Hendri bergumam pelan di samping Fitri yang tertidur pulas.
"Mas Hen, aku takut," lirih Fitri tanpa ia sadari, kerutan dahinya membuat Hendri tak tega melepas genggaman tangan Fitri pada lengannya.
"Tidak perlu takut, tidur dengan tenang, aku ada di sini." Hendri memutuskan untuk tidak meninggalkan Fitri, ia duduk di bibir ranjang membiarkan Fitri memegangi tangannya.
Keesokan pagi, sinar mentari yang menyilaukan, masuk hingga menusuk tepat ke mata Hendri, si pemilik wajah rupawan itu pun terbangun dari tidurnya dan menyadari bahwa ia tertidur saat Fitri masih memegangi tangannya.
"Untung dia belum bangun." Hendri mengusap wajahnya merasa lega saat melihat Fitri masih tergeletak di atas kasur.
Dengan gerakan yang begitu hati-hati, ia bangkit dan pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments
Usermaatre~Nefertari
Lanjut thor
2022-07-02
0