"Mas Hen, maaf aku terlambat bangun." Dengan rambut yang masih acak-acakan, Fitri menghampiri Hendri di meja makan.
Hendri pun menatapnya lekat tanpa berkedip. "Kenapa berlari? Apa ada yang mengejarmu?" Dengan alis yang mengerut.
"Ah, maaf, Mas. Aku terburu-buru, kukira Mas Hen sudah berangkat kerja." Fitri akhirnya tersadar dan segera merapihkan rambutnya.
"Lantas?" Hendri kembali mengangkat alisnya menatap Fitri.
"Ya aku seharusnya menyiapkan sarapan untukmu sebelum berangkat kerja."
Mendengar jawaban Fitri, Hendri kembali menurunkan pandangannya menatap segelas teh di atas meja.
"Tidak perlu, aku sudah makan nasi uduknya Mbak Murti, sekalian tadi kubelikan untukmu, duduk dan makanlah." Sambil menyesap teh dan menatap layar ponsel yang ada di tangannya.
"Terimakasih, Mas." Fitri tersenyum dan segera duduk untuk menyantap nasi uduk yang dibelikan oleh Hendri di warung depan.
"Oh ya, Mas. Kemarin aku tidak sengaja tertidur di kamarmu, maaf aku tidak bermaksud apapun, tolong jangan marah ya."
Hendri seketika tersedak air mendengar ucapan Fitri.
"Kamu kenapa, Mas?" Fitri pun tampak panik.
Hendri segera menggeleng dengan cepat. "Tidak apa-apa, lupakan saja."
"Lalu kamu tidur di mana, Mas?" Fitri kembali melanjutkan.
"Aku tidur di ruang tamu. Sudahlah, jangan pedulikan soal itu, hanya saja lain kali jika kamu sudah mengantuk, segeralah kembali ke kamarmu, tidak perlu menungguku, aku bukan anak kecil yang takut ditinggal sendiri," ujar Hendri memperingati sekaligus berbohong mengenai di mana ia tidur malam tadi, ia tak ingin mengakui bahwa dirinya tidur sekamar Dengan Fitri.
"Baik, Mas. Maafkan aku." Fitri pun kembali menunduk menyantap makanannya dengan malas. Tiba-tiba saja tak berselera setelah Hendri menegurnya.
"Aku akan berangkat kerja, tidak tahu pulang jam berapa, yang jelas kamu tidak perlu menungguku, lakukanlah apa yang ingin kamu lakukan. Ini ada uang untuk pegangan, barangkali kamu butuh keluar jalan-jalan." Hendri meletakkan lima lembar uang seratusan di atas meja lalu keluar meninggalkan Fitri yang masih mematung menatapi uang yang diberikan.
Fitri meraih uang tersebut dan menatapnya dengan malas. "Apa hubunganku dan Mas Hendri akan terus sekaku ini? Padahal sudah berusaha untuk menjadi istri yang baik dan patuh, tapi dia masih saja begitu acuh, tidak ada ekspresi kebahagiaan di wajahnya saat bertatapan denganku," gumamnya sembari mendengus lemah, nasi yang tadinya terlihat sangat enak, kini tak bisa masuk dengan nyaman di tenggorokannya.
Usai mandi dan memoles bedak tipis di wajahnya, Fitri memutuskan untuk jalan-jalan di sekitaran dekat rumah, dan tak sengaja bertemu seorang wanita yang tampak lebih dewasa darinya.
"Kamu Fitri, ya? Istri keduanya Mas Hendri?" tegur wanita itu.
"Maaf, Mbak ini siapa?" tanya Fitri sedikit acuh karena tak mengenali wanita itu.
"Perkenalkan, aku Dewy, mantan pacarnya Mas Hendri." Ia mengulurkan tangannya terlihat angkuh, membuat Fitri pun sedikit malas untuk membalas jabatan tangan wanita itu.
"Maaf, apa Mbak ada perlu dengan saya? Kalau tidak, saya mau lanjut jalan." Fitri berusaha untuk menyembunyikan perasaan kesalnya melihat wanita itu yang terus berlagak sok cantik di hadapannya.
"Buru-buru sekali, bagaimana jika dengarkan ceritaku saat bersama dengan Mas Hendri dulu," tawarnya sambil mencegah Fitri pergi.
"Maaf, itu sudah berlalu, kan? Kurasa hanya membuang waktu saja mendengarkan cerita yang tak jelas asal usulnya." Fitri tampak menyunggingkan bibir menatap wanita itu.
"Sombong sekali, kamu pikir Mas Hendri itu menikah denganmu karena cinta? Jika bukan karena permintaan istri pertamanya, dia tidak akan menikahi gadis sepertimu," cibirnya dengan tersenyum meledek.
"Lalu kenapa jika Mas Hendri tidak mencintaiku? Itu bukan masalah besar untuk dihebohkan, setidaknya Almarhumah Mbak Dinda lebih bisa membedakan mana yang lebih pantas mendampingi Mas Hendri, Anda mantan pacarnya kan? Ngomong-ngomong kenapa kalian putus? Oh, aku tahu, pasti karena Mas Hendri melihat Mbak terlalu tua untuk menjadi pasangannya, lantas ia lebih memilih Mbak Dinda yang rupanya sangat ayu dan menawan, dan yang paling penting Mbak Dinda adalah wanita yang sangat lembut, bukan seperti wanita yang menghadang orang di pinggir jalan lalu menggonggong tanpa sebab." Fitri bergegas pergi meninggalkan wanita itu dengan hati yang begitu kesal, moodnya seketika menghilang begitu saja setelah bertemu Dewy.
"Setidaknya aku tidak memaksakan diri untuk menjadi pasangan dari pria yang mencintai wanita lain!" Teriakan Dewy membuat telinga Fitri terasa semakin panas, ia mempercepat langkahnya untuk kembali ke rumah.
"Dasar wanita mulut comberan, busuk sekali," gerutunya kesal setelah tiba di rumah Hendri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments