Sesampainya di rumah Marsha menyerahkan kue-kue yang rusak itu kepada mamanya.
"Rusak lagi, ya?" tanya Mira.
"Tadi seseorang menabrak dan kue itu berjatuhan," jawab Marsha.
"Ke mana motormu?" Mira melihat kendaraan putrinya tidak tampak di teras rumah.
"Di bengkel, Ma. Sore nanti aku jemput, sepulang dari toko."
"Papa antar kamu, ya?" tawar Candra.
"Ya, sudah Pa. Kalau begitu, aku mau mandi," Marsha ke kamarnya dan bersiap pergi kerja.
-
-
Sesampainya di toko, Mark melihat Marsha diantar oleh papanya. Ia pun menghampirinya, "Kenapa Paman yang mengantar Marsha?"
"Motor Marsha masuk bengkel," jawab Candra.
"Nanti sore biar aku saja yang antar Marsha pulang," tawar Mark.
"Tidak usah, Tuan. Biar saya naik angkot saja sekalian jemput motor," tolak Marsha secara halus.
"Saya yang akan antar kamu ke bengkel," tawar Mark lagi.
"Sudahlah, Nak. Kamu dengan Tuan Mark saja," sahut Candra.
"Tapi, Pa..."
"Papa kamu sudah mengizinkannya," potong Mark.
"Ya, sudahlah. Nanti sore, aku ke bengkel dengan Tuan Mark," ucap Marsha pasrah.
"Kalau begitu, Papa pulang ' ya!" pamit Candra dan Marsha mencium punggung tangan papanya.
"Hati-hati, Paman!"
"Iya, Tuan Mark." Papa Marsha pun pergi.
-
Sore harinya, Mark mengantarkan Marsha ke bengkel. Selama perjalanan wanita itu memilih diam.
"Sha.."
"Ya, Tuan."
"Apa kau tidak ingin menikah?"
"Hah."
"Maaf, jika pertanyaan ku salah."
"Tidak apa, Tuan. Saya belum ada calonnya," ujarnya.
"Kriteria kamu seperti apa?"
"Baik, setia dan bertanggung jawab," jawab Marsha tersenyum.
"Kalau saya mendaftar jadi calon suami kamu, apa boleh?"
Marsha menggaruk tengkuknya dan tersenyum kaku. "Saya tidak pantas untuk Tuan."
"Hmm, kalau di luar toko kamu boleh panggil aku Mark saja."
"Rasanya tidak sopan, Tuan."
"Biasakan panggil saya Mark!" tegasnya.
"Baik Tuan, eh Mark!"
"Begitu dong," pria itu tersenyum menatap Marsha.
...----------------...
Pagi ini Papa Candra menemani Marsha mengantarkan kue-kue buatan istrinya. Selama perjalanan tidak ada halangan sama sekali.
"Pa, besok-besok temani Marsha lagi ngantar kue," pintanya sesampainya di rumah.
"Papa akan menyempatkan waktu untuk mengantar kue bersamamu," janji Candra.
Setelah mengantar kue yang menjadi rutinitasnya setiap pagi, ia pun pergi bekerja.
Begitu sampai seorang ibu muda ditaksir usianya 30 tahun menghampirinya dan menampar pipinya. "Apa salah saya?"
"Dasar wanita murahan!" makinya di depan umum.
"Saya tidak tahu maksud anda apa?" Marsha bingung.
Weni menghampiri temannya itu. "Hei, siapa kau?" sentaknya.
"Temanmu ini, sudah merebut suamiku!" berbicara dengan lantang.
"Anda mungkin salah orang," ujar Marsha memegang pipinya.
"Kau Marsha Sahara, kan?" tanya wanita muda itu.
"Iya."
"Aku peringatkan kepadamu, jangan berani dekati suamiku atau aku akan membuatmu lebih malu dari ini!" ancamnya. Wanita itu pun pergi dan berlalu.
Orang-orang yang melihat kejadian menatap sinis Marsha. "Dasar pelakor!" bisik-bisik sebagian.
"Sudah bubar, semua!" usir tukang parkir. Orang-orang pun meninggalkan tempat.
Weni menuntun temannya yang masih syok dan bingung. "Apa kau kenal dengan suaminya?"
"Aku tidak ada dekat dengan pria manapun, apa lagi suami orang," Marsha berkata lirih.
Tania yang melihat kejadian tadi, tersenyum puas mendekati keduanya. "Rasain ditampar, itu memang pantas untukmu!"
"Mulutmu bisa dijaga atau tidak, sih?" Weni menatap geram.
"Sudah, Wen!" Marsha melerainya.
"Rasanya aku senang sekali hari ini melihat dia dipermalukan di depan umum," Tania tertawa. Ia kemudian meninggalkan kedua wanita itu.
"Tania semakin hari semakin menyebalkan!" geram Weni. "Harusnya tadi kau balas ucapannya!" lanjutnya.
"Untuk apa? Kau mau kita dipecat karena meladeni ucapannya yang tidak bermutu itu," jelas Marsha.
"Tapi, mulutnya ingin aku sumpel pakai handuk!" geram Weni membuat Marsha tersenyum.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments