"Sayang..." satu kecupan mendarat di pipi Rili saat Alvin datang ke tempat Rili siang hari itu.
Rili yang masih sibuk dengan catatan stok barangnya hanya melirik Alvin sesaat.
"Sibuk banget." Dia meletakkan kotak bekal yang lengkap dengan minuman dingin. "Istirahat dulu. Makan dan minum. Mami mana? Sudah aku bawakan makanan juga loh."
Rili mengakhiri tulisannya lalu menutup buku besarnya. "Sejak Papi gak ke kantor mami itu lebih betah di rumah."
Alvin justru tertawa. Kemesraan calon mertuanya itu memang tiada akhir. "Bikin envy aja sih. Kapan kita betah di rumahnya?"
"Ih," Rili melipat tangannya lalu bersandar pada kursi kerjanya. Meskipun toko Rili tidak terlalu besar tapi dia memiliki ruangan khusus kantor sebagai tempatnya saat merekap keuangan dan stok barang.
"Ngapain sih cemberut gini? Makan dulu yuk?" Alvin menarik kursi plastik hingga dia kini duduk di dekat Rili.
Rili menggelengkan kepalanya. "Bentar lagi Mas. Mas Alvin udah makan?"
"Belum, aku mau makan bareng sama kamu di sini."
"Ya udah nanti punya Mami kasihkan yang kerja di depan aja."
"Mereka udah aku kasih. Kamu makan sekalian aja. Double." Alvin mengerlingkan matanya. Dia memang sangat paham dengan nafsu makan Rili yang cukup tinggi.
"Nanti aku gemuk kalau makan terus gini."
Alvin meletakkan sikunya di meja lalu dia menopang kepalanya sambil menatap Rili. "Gak papa tambah cantik."
"Halah, gombal. Pasti kalau cewek udah gendut, jelek, biasanya si cowok ninggalin gitu aja."
"Kebanyakan nonton film." Satu cubitan gemas mendarat di hidung mancung Rili.
Tiba-tiba saja wajah Rili kembali sendu lagi. "Mas, aku boleh tanya? Jawab dengan jujur ya?"
"Tanya apa?"
"Mas Alvin gak akan ninggalin aku kan?" jujur saja Rili masih memikirkan perkataan kakak introvert nya itu. Kalau Alvin bisa saja akan meninggalkannya jika tanpa sebuah kepastian dengan cepat.
"Kamu kok tanya gitu?" Alvin menegakkan duduknya lalu merangkum kedua pipi Rili. "Aku gak akan pernah ninggalin kamu. I'll waiting for you.."
"Maaf ya, Mas. Aku belum bisa kasih kepastian."
"Gak papa sayang. Waktu kita masih panjang." Satu kecupan singkat mendarat di bibir Rili. "I love you..."
"I love you too..."
Tangan Alvin beralih dari pipi Rili, dia mengambil kotak makanan dan mendekatkan ke hadapan Rili. "Makan dulu biar mood nya kembali ceria." Alvin menyodorkan minuman terlebih dahulu yang telah ditusuk oleh sedotan.
"Makasih Mas." Rili langsung menyedot minuman dari Alvin. Seperti ini enaknya punya pasangan pemilik cafe. Bisa makan dan minum menu andalan dari cafe tanpa harus membayar.
Mereka mulai menyantap makan siang mereka dengan sesekali saling menyuapi. Memang keromantisan mereka semakin hari kian bertambah. Apalagi saat tidak ada yang mengganggu seperti ini. Benar-benar dimanfaatkan untuk quality time berdua.
"Mas, tahu gak kalau Dara itu punya saudara kembar?"
Alvin menelan makanannya yang terakhir. Dia minum terlebih dahulu sebelum menjawab pertanyaan Rili. "Saudara kembar gimana? Setahu aku Dara itu gak punya saudara. Apa mata batin kamu terbuka lagi dan bisa lihat penampakan?"
"Bukan gitu. Jadi gini, Kak Rasya kemarin cerita kalau Dara itu punya saudara kembar namanya Dira. Dia sekarang bekerja di perusahaan Kak Rasya jadi sekretaris. Kemarin Kak Rasya udah mastiin sendiri ke rumah Om Dewa."
"Hah? Masak sih?" Alvin berpikir sejenak sedetik kemudian dia meraih pundak Rili dan merengkuhnya. "Bagus dong, biar Rasya bisa move on."
"Tapi kan hati mereka beda Mas. Mereka juga baru kenal. Tapi semoga aja Kak Rasya segera menemukan kebahagiaannya."
"Ya, semoga..." Alvin kini menatap lekat kedua netra Rili. "Kamu sayang banget ya sama Rasya, sampai aku terkalahkan."
Rili tersenyum lalu membalas tatapan mata Alvin tak kalah lekat. "Kan aku udah bilang rasa sayang aku ke Kak Rasya dan Mas Alvin itu beda."
"Bedanya apa?" Alvin semakin menggoda Rili. Meskipun sudah berpacaran bertahun-tahun tapi dadanya selalu berdebar-debar setiap kali mendapat tatapan maut dari Alvin.
"Bedanya ya... Aku cinta sama Mas Alvin."
"Aku juga cinta sama kamu." Dengan cepat tangan kanan Alvin menahan tengkuk leher Rili. Dia dekatkan dirinya, menghapus jarak di antara kedua wajah mereka. Mulai menyusuri manisnya madu yang telah menjadi candu.
Kedua tangan Rili kini melingkar di leher Alvin. Dia selalu bisa mengimbangi permainan bibir Alvin. Saling berbalas lu ma tan hingga terdengar decapan di ruang kantor yang sempit itu.
"Tambah pro aja ciumannya." Alvin melepas pagutannya dan membisikkan kalimat itu dengan sensual di dekat telinga Rili.
Pipi Rili hanya bersemu merah. Bagaimana tidak pro jika Alvin sering melakukannya di hampir setiap pertemuan mereka.
"Hmm, Mas Alvin mau balik ke cafe?"
"Nggak. Aku temani aja ya sampai sore di sini."
"Daripada cuma menemani, sini bantu aku cek paketan yang mau diambil kurir."
"Oke siap bos." Rili tertawa lalu menggandeng Alvin keluar dari kantornya.
"Mas Alvin udah mojoknya? Mumpung Mami gak ada loh," kata Reta salah satu pegawai Rili. Ketiga pegawai Rili memang sudah akrab dengan mereka.
Alvin dan Rili hanya tertawa.
"Udah, gak di pojokan lagi. Jadi lebih bebas," seloroh Alvin. Tidak hanya di cafenya tapi di tempat Rili, kedatangan Alvin selalu menjadi hiburan tersendiri.
Alvin membantu Rili memilih dan mengecek paketan yang akan diambil oleh kurir. "Hebat juga pacar aku, dalam sehari paketan segini banyaknya. Bisa beli mall ini lama-lama."
"Ih, lebay banget."
Tak terasa hari sudah mulai sore. Jam kerja toko Rili memang hanya sampai pukul 04.00 sore.
"Mbak Rili, Mas Alvin, kita pulang dulu ya," pamit mereka bertiga satu per satu.
"Iya..."
"Rili, hp aku di dalam kantor ya?"
"Kayaknya iya."
Alvin segera mengambil ponselnya. Dia melihat layar ponselnya, ada beberapa panggilan masuk yang tertera dari Papanya. Alvin kini menghubungi balik Papanya.
"Iya, ada apa Pa?.... Aku sedang sama Rili... Apa pa? Sekarang?... Tapi Pa, kenapa gak bilang dulu sih.... Ya udah kita pulang sekarang..."
Alvin menutup panggilannya sambil menghela napas panjang. "Kita pulang sekarang ya..."
"Ada apa? Ada masalah serius."
Alvin berusaha untuk tersenyum, menetralisir kabar mengejutkan yang baru saja dia dapat. "Nggak. Nggak ada apa-apa. Udah yuk,"
Setelah mereka bersiap pulang, Rili mematikan lampu lalu mengunci pintu tokonya.
Alvin mengecek keamanan sekali lagi. "Udah."
Mereka berjalan menuju motor Alvin yang terparkir. Setelah memakai helm, mereka segera naik ke atas motor dan beberapa saat kemudian motor Alvin mulai melaju.
Meskipun sudah menjadi pemilik cafe, Alvin masih saja mengendarai motornya. Dia hanya menyediakan mobil fasilitas cafe untuk mengirim pesanan dalam jumlah besar. Sedangkan mobil untuk transportasi pribadinya, dia sisihkan ke nomor sekian.
Seperti biasa, Rili selalu memeluk Alvin dari belakang dengan mesra. Dia usap tangan Rili yang ada di perutnya.
Semoga kamu gak marah ketika tahu kejutan ini...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
AuliaNajwa
klo rili alvin udh tau ending nya jodoh nya dah tau . klo rasya penasaran bgttt
2022-06-04
2
AuliaNajwa
aku nunggu rasya nana loh malah alvin rili
2022-06-04
2