Seperti hari-hari sebelumnya, Rasya selalu disibukkan dengan berbagai berkas pengurusan proyek-proyek yang sedang berjalan. Kacamata minus yang terpasang di telinganya saat di kantor tidak membuat ketampanannya semakin berkurang tapi justru ketampanan itu bertambah berkali-kali lipat.
Tok! Tok Tok!
Sebuah ketukan pintu membuat Rasya menegakkan kepalanya. "Iya, masuk!"
Nana masuk sambil tersenyum dengan manis berharap Rasya kali ini tersihir oleh senyum manisnya. Nana, sahabat Rili semenjak SMP yang sangat menyukai Rasya akhirnya bisa bekerja sebagai bendahara di perusahaan itu sejak Rasya menjabat sebagai bos. Selain karena Nana adalah lulusan sarjana ekonomi, tentu dia bisa masuk perusahaan itu karena bujuk rayu dari Rili.
"Ini Pak, laporan keuangan bulan ini. Kalau ada yang masih salah atau ada yang perlu diperbaiki saya siap memperbaikinya."
Rasya meraih sebendel kertas yang telah berisi laporan keuangan kantor. Rasya melihatnya sekilas. Kerjanya cukup rapi dan yang paling penting Nana tidak mungkin terlibat kasus korupsi uang perusahaan seperti bendahara sebelumnya.
"Oke, bagus. Terima kasih ya.."
"Sama-sama Pak." Nana tak juga keluar. Dia kini duduk di depan Rasya yang berseberangan dengan meja. "Pak, gimana urusan hati?"
"Hati? Hati siapa?" Rasya kini memandang Nana yang masih saja berusaha menggodanya.
"Hati Pak Rasya. Bisa gitu mencair dikit biar ada sedikit celah untuk saya masuk ke dalamnya."
Rasya hanya menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. Dari dulu Nana memang tidak pernah berubah. Meski terkadang Rasya merasa risih juga, tapi dia sudah menganggap Nana seperti adiknya sendiri.
"Pak," Doni yang menjabat sebagai asisten pribadi Rasya masuk ke dalam ruangan Rasya. "Calon sekretaris yang akan bapak interview sudah datang."
"Kamu saja yang interview ya."
Doni menggaruk kepalanya. Dia sendiri bingung spesifikasi seperti apa yang diinginkan oleh Rasya sebagai atasannya. "Aduh, anu Pak, saya tidak berpengalaman dalam hal interview. Nanti cocok di saya kalau tidak cocok di Pak Rasya gimana?"
"Ya kalau menurut kamu cocok ya sudah terima saja. Besok bisa langsung kerja."
Doni menganggukkan kepalanya. "Kalau dari figurnya sih cocok Pak. Cantik lagi. Apa saya suruh masuk saja."
Nana melebarkan matanya. Perkataan Doni seperti seorang yang sedang mempromosikan barang. "Kak Doni, kualitas itu gak bisa dilihat dari casing."
"Sudah, sudah, kamu tunjukkan saja tempat dan cara kerja menjadi sekretaris di perusahaan ini. Nanti CV dan lamarannya kamu berikan pada saya."
Doni mengangguk paham. "Baik Pak." Lalu dia keluar menuju ruangan sekretaris yang berada di dekat ruangan Rasya.
"Saya terlalu cepat melamar ya Pak. Tahu gitu saya jadi sekretaris aja daripada bendahara. Kan sekretaris bisa ikut Pak Rasya kemana-mana kalau ketemu sama client dan cek lokasi."
Sebenarnya lama-lama kepala Rasya menjadi pusing mendengar suara Nana yang seperti kereta api berjalan.
"Tapi kata Kak Doni dia cantik. Wah, gawat. Coba aku lihat aja." Nana berdiri dan segera melangkahkan kakinya keluar.
Rasya hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah laku anak buahnya itu.
"Aaa, hantuuu!!!!"
Terdengar suara teriakan dari Nana yang cukup keras. Seketika Rasya berdiri dan keluar dari ruangannya.
"Ada apa?" tanya Rasya yang melihat Nana terduduk dengan lemas di ruang sekretaris.
"Tadi, saat Nana berpapasan dengan sekretaris baru itu, tiba-tiba dia teriak hantu. Karena kaget sekretaris baru itu langsung pulang."
Rasya mengernyitkan dahinya tak mengerti.
Setelah meminum air mineral baru Nana bisa berbicara dengan Rasya untuk memberikan penjelasan tentang apa yang baru saja dia lihat.
"Pak, jangan terima sekretaris baru itu. Dia itu arwah penasaran Pak. Jangan-jangan dia mau mencelakai saya atau Pak Rasya."
"Husstt, cewek cantik kok dibilang arwah penasaran." Doni tak setuju dengan tuduhan Nana. Jelas-jelas dia yang mewancarai gadis itu dan menjawab selayaknya manusia pintar.
"Doni, mana lihat CV nya."
Doni menyerahkan amplop berwarna coklat itu pada Rasya.
Setelah amplop coklat itu berada di tangan Rasya, dia membuka benang merah yang melingkar.
Matanya membulat bahkan jantung Rasya seolah berhenti beberapa saat ketika melihat pas foto yang berukuran 4x6 dengan background biru itu menampilkan seseorang yang sangat dia kenal dan yang tak mungkin bisa dia lihat lagi di dunia nyata.
"Gak mungkin!!!" Napas Rasya semakin cepat, dia membaca curriculum vitae nya sesaat. "Mana mungkin!!!" Rasya kembali memasukkan surat lamaran itu.
"Dia kemana?" tanya Rasya dengan panik.
"Barusan saya suruh pulang dan mulai bekerja besok."
Rasya segera berlari menuju pintu lift. Namun pintu lift masih juga tertutup. Dia tekan berulang kali tapi tidak juga terbuka. Rasya sudah tidak sabaran. Dia memutar langkahnya menuju tangga darurat tapi urung saat pintu lift itu terbuka. Lalu Rasya segera masuk ke dalam lift.
Beberapa karyawan yang berada di dalam lift menatap Rasya bingung. Karena wajah Rasya yang terlihat panik dan tegang.
Setelah pintu lift terbuka, Rasya segera berlari keluar dari lobi. Dia mengedarkan pandangannya ke tempat parkir. Tapi tidak ada orang sama sekali, hanya ada kendaraan yang terparkir dengan rapi. Dia memutuskan untuk bertanya pada satpam yang menjaga di pintu gerbang.
"Pak, lihat gadis yang baru saja selesai interview?"
"Baru saja keluar, Pak."
"Iya Pak. Terima kasih."
Rasya membalikkan badannya. Dia berjalan dengan lemas masuk melewati lobi lalu menuju lift dan kembali ke ruangannya.
Udah hampir 8 tahun, tapi aku gak mungkin bisa melupakan wajah itu.
Pintu lift terbuka. Dia berjalan melewati Nana dan Doni yang masih beradu argumen.
"Pak, sudah bertemu sama Dara? Dia manusia beneran atau hantu?" tanya Nana yang tidak digubris oleh Rasya.
"Udah aku bilang dia itu namanya Dira."
"Kak Doni, itu wajahnya Dara. Mantannya Pak Rasya."
"Astaga, kamu ngotot banget tadi aku tanya namanya Dira."
Rasya masuk ke dalam ruangannya dan membanting pintu cukup keras. Hal itu berhasil membuat Nana dan Doni terkejut. Seketika mereka terdiam karena mereka tahu hati bos introvert nya itu sedang tidak baik-baik saja.
Rasya duduk di kursi kebesarannya. Kembali membuka isi amplop coklat itu. Dia pandangi wajah yang benar-benar mirip dengan Dara. Kenangan buruk 8 tahun silam itu kembali terlintas di otaknya. Dara, telah pergi dalam dekapannya. Dia bukan Dara!
Rasya menghela napas panjang. Dia membaca nama asli gadis yang berada di pas foto itu.
"Dira Anggita? Dira Anggita, apa Dara memiliki saudara kembar? Alamat rumah ini, alamat rumahnya Om Dewa. Tapi kenapa Om Dewa tidak pernah cerita tentang Dira. Kemana Dira selama ini?"
Masalah itu berhasil menguras seluruh pikiran Rasya seharian. Dia bahkan tidak konsentrasi saat mengadakan meeting dengan client. Untunglah masih ada Doni yang selalu bisa diandalkan sebagai juru bicaranya.
Dia harus segera mencari jawaban dari semua pertanyaan yang ada dipikirannya.
💞💞💞
.
.
Hai, masih ada yang ingat kata-kata Dara untuk terakhir kalinya. Jawabannya ada di sini... ☺️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments
Sri Raganti Ols
Tuh betul dara punya saudara kembar,,jd waktu smp yg diliat yg dekat ma rasya itu bukan dara tp dira,makanya waktu dara ktmu ma rasya dia cuek aja krna dia ga kenal,,
2022-12-05
1
Sri Raganti Ols
Tuh betul dara punya saudara kembar,,jd waktu smp yg diliat yg dekat ma rasya itu bukan dara tp dira,makanya waktu dara ktmu ma rasya dia cuek aja krna dia ga kenal,,
2022-12-05
1
Author yang kece dong
Kak Aku mampir ya 😍
2022-06-29
2