Angin bertiup lembut dari arah barat. Membuat daun-daun yang awalnya berdiam diri di ranting pohon, secara perlahan jatuh. Tanah yang menumpuk dan basah itu, mulai ditinggalkan satu per satu. Hanya tersisa beberapa untuk melanjutkan doa.
Dari samping tanah yang basah, tangan kecil itu bergerak ... menyentuh batu yang memiliki ukiran nama di permukaannya. Air mata mengalir di pipinya. Masih tak percaya dengan apa yang terjadi.
"Freya. Jangan nangis lagi, ya."
Tangan kecil yang lain muncul dan menghapus air mata dari pipi Freya. Anak perempuan itu tersenyum sembari melihat Lucas yang berjongkok di sampingnya.
"Yuk, kita pulang."
Mata Bryan tampak memerah. Kantung matanya terlihat menebal dan hitam. Lelaki itu kurang tidur karena mengurus jenazah kedua teman dekatnya.
Freya mengangguk. Dia berdiri dan mengikuti Bryan yang telah berjalan terlebih dahulu bersama Mia. Lima langkah dia berjalan, Freya berhenti dan berbalik.
Di belakangnya terdapat dua "rumah baru" orangtuanya. Freya tak bisa lagi tinggal bersama mereka. Dia merasa sedih, tapi dia tahu ini belum waktunya.
"Freya. Ayo!"
Lucas menggenggam tangan Freya agar anak itu tidak lagi menoleh ke belakang. Dia tidak suka melihat Freya bersedih. Apapun yang terjadi, Lucas telah berjanji kepada orangtua Freya, bahwa dia akan melindungi Freya.
"Mulai sekarang, kamu tinggal di sini, ya? Sama Om dan Tante."
Saat ini, Freya berada di rumah Lucas. Bryan membawa dirinya ke rumah keluarga lelaki itu. Bryan mengatakan bahwa rumah lama Freya terlalu besar untuk dia tinggali sendirian. Bryan tidak ingin terjadi sesuatu pada Freya. Oleh karena itu, dia membawa Freya ke rumahnya.
Zehan adalah anak tunggal. Dia tidak memiliki saudara. Ayah dan Ibunya sudah lama meninggal. Oleh karena itu, di masa hidup Zehan, Bryan adalah satu-satunya teman yang telah dia anggap sebagai adiknya —walau hanya berbeda lima bulan— karena Zehan telah menaruh kepercayaan besar pada Bryan.
Saking percayanya Zehan kepada Bryan, lelaki itu memasukkan nama Bryan sebagai wali untuk putrinya. Jika suatu saat Zehan tiada maka Bryan yang akan menggantikannya. Jika Freya masih di bawah umur dan Zehan telah meninggal maka Bryan yang akan memegang hak warisan untuk sementara.
Pertemanan keduanya begitu erat, melebihi ikatan keluarga. Mereka tidak pernah saling memusuhi, mengkhianati, atau bertengkar karena suatu hal. Sampai akhir pun, Zehan tak pernah melakukan hal buruk pada Bryan. Begitu juga sebaliknya, Bryan tak pernah berperilaku buruk pada Zehan.
Barang-barang milik Freya pun sudah dipindahkan. Kamarnya pun sudah dipersiapkan. Freya merasa senang dan berterima kasih karena keluarga Lucas mau menerima dirinya. Karena dia akan tinggal bersama Lucas, Freya tidak akan merasa kesepian.
"Sekarang, kita berangkat sekolah bareng, ya," ucap Lucas. Mereka berdua tengah duduk di lantai kamar beralaskan karpet bulu berwarna coklat. Di sekitar mereka terdapat buku-buku yang berserakan. Pensil, penghapus, rautan, penggaris ... semuanya bertebaran secara acak.
Kedua bocah itu sedang membuat pekerjaan rumah yang diberikan oleh gurunya beberapa waktu yang lalu. Sudah satu minggu Freya tidak pergi ke sekolah sehingga dia banyak tertinggal.
Lucas dengan senang hati mencatat semua materi yang disampaikan gurunya. Padahal dia bukanlah anak yang suka menulis. Dia juga belajar dengan sungguh-sungguh di kelas, mendengarkan semua hal yang dikatakan oleh gurunya. Hal ini dia lakukan agar saat dia pulang, Lucas bisa mengajari Freya semua hal yang dia pelajari. Dengan begitu, ketika Freya kembali bersekolah, anak itu tidak akan tertinggal jauh dengan teman-temannya.
"Lucas. Ini apa?" Freya menunjuk buku yang berisi tulisan cakar ayam Lucas
Lucas menjulurkan kepalanya untuk melihat lebih jelas tulisan yang ditunjuk Freya. "Eum ...." Lucas menggaruk kepalanya. Kemudian dia melihat Freya dan tertawa konyol.
"Gak tau, Frey. Kayaknya sembilan."
Freya kembali memperhatikan angka itu dengan saksama. "Tapi ini 12 kali dua. Bukannya 24, ya? Bukan 29?"
Lucas mulai merasa pusing. Telunjuknya menggaruk hidungnya yang tinggi dan runcing. Dia sudah naik kelas empat SD dan pelajaran yang paling susah bagi Lucas adalah matematika. Mereka mulai belajar perkalian. Diawali dengan perkalian satu dan dua. Jika itu perkalian satu, Lucas bisa menjawabnya dengan mudah. Hanya mengulangi angka awal. Dua kali satu sama dengan dua, tiga kali satu sama dengan tiga.
Namun, jika itu sudah berpindah ke perkalian dua ... Lucas harus berusaha menghafalnya, bahkan jika tiga tahun berlalu pun Lucas masih belum bisa menghafal perkalian dengan benar.
"Iya ... kayaknya. Kamu kan pinter, Frey."
Kulit putih itu memerah. Kepalanya tertunduk, berpura-pura membaca perkalian di buku milik Lucas.
Selain bersekolah, Freya juga mengikuti bimbingan belajar. Dia mengambil les matematika karena dia menyukainya. Berbeda dengan Lucas yang membenci matematika, bocah itu akan bersemangat jika belajar matematika.
Jadi, bahkan jika Lucas tidak memberi catatannya pun, Freya tidak akan tertinggal karena dia sudah terlebih dahulu mempelajarinya.
"Lucas, kamu gak ngerjain pr?" tanya Freya.
Sejak dia memberikan buku catatannya pada Freya, anak itu sibuk dengan dunia seninya. Ada satu mata pelajaran yang disukai oleh Lucas dari seluruh mata pelajaran yang dia pelajari.
Kesenian.
Di mata pelajaran itu, Lucas bisa bernyanyi, belajar dasar-dasar bermain alat musik dan menggambar. Anak itu memiliki minat pada seni. Telinganya juga peka dengan nada dan dia mudah mempelajari cara bermain alat musik.
Diusianya yang masih sepuluh tahun, Lucas sudah bisa bermain pianika dengan lancar. Saat ini, dia sedang berusaha belajar memainkan gitar. Meskipun ukuran gitar lebih besar dari tubuh dan jari-jarinya, tidak menjadikan alasan untuk Lucas berhenti.
"Ngerjain, kok. Bentar lagi. Kamu salin dulu catatan aku. Baru aku kerjain."
Lucas berbicara, tapi matanya masih terfokus pada buku gambar di bawah lengannya.
Freya mengintip gambar yang masih dikerjakan oleh Lucas. Begitu dia melihatnya, Freya tak bisa menahan diri untuk tidak memuji Lucas.
"Kalo gambar, tangan kamu gak kaku, ya. Segini aja udah cantik."
"Cantik, dong. Ini kan kamu."
"Ha?"
Mulut Freya terbuka sedikit. Dia masih mencerna kalimat yang dikeluarkan Lucas.
'Ini kan kamu.'
Kata-kata itu masih terngiang di kepala Freya, sampai Lucas telah menyelesaikan gambarnya.
"Nah, lihat! Cantikkan?" Lucas mengangkat buku gambarnya tinggi-tinggi di depan Freya. Dia merasa sangat bangga karena telah berhasil menyelesaikan gambarnya yang telah lama dia kerjakan. Dihapus, disobek, digambar ulang. Setelah lima hari, gambar itu pun selesai.
"Itu ... aku?" Freya memberanikan diri untuk bertanya. Gambar yang ditunjukkan oleh Lucas adalah gambar seorang anak perempuan yang duduk diayunan sambil tersenyum. Di belakang anak itu, terdapat anak laki-laki lain yang mendorong ayunan. Keduanya tampak bahagia di dalam gambar tersebut.
"Yap! Itu kamu dan aku. Walaupun jelek dan gak sebagus gambaran orang, yang penting di sini kamu cantik."
Mulut kecil itu terus memuntahkan kata-kata yang membuat Freya semakin malu. Wajahnya berubah menjadi kulit kepiting rebus. Merah dan panas karena menahan malu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments