Alex P.O.V
"Alex, aku kira kamu nggak datang," ucap Tamara tak bisa menyembunyikan rasa bahagianya.
Dia memeluk singkat teman masa kecilnya itu, sembari menempelkan pipi kanan dan kiri di pipi lelaki yang dia panggil Alex.
"Mana mungkin aku nggak datang, waktu masih di Amrik saja aku bela-belain bolos kuliah buat sekadar bawa kue ke rumah kamu, apalagi sekarang," jawab Alex dengan bangga.
"Habisnya kamu sibuk sekali akhir-akhir ini, tau! Kerja terus." Tamara mencibir.
Alex meletakkan kedua tangannya di pipi Tamara, "nggak ada kata sibuk kalo buat kamu, Tammy."
"Stop calling me Tammy!" Tamara protes namun bibirnya menyunggingkan senyum yang indah.
Suara deheman membuat kedua orang itu berbalik. Richard berdiri menampilkan wajah tak suka dengan kedekatan wanitanya dengan lelaki lain.
"Masih banyak tamu lain," bisik Richard.
Tamara mengangguk singkat. "Aku ke sana dulu," pamitnya pada Alex.
Alex memberi senyum kepada pasangan yang tampak serasi. Dia menatap keduanya berlalu sambil berpegangan tangan. Senyum di bibir Alex menghilang bersama harapan untuk menggenggam tangan wanita itu.
Tamara adalah teman masa kecil Alex. Mereka harus berpisah karena Alex pindah di negara Ayahnya, hal itu tidak memutus pertemanan mereka. Wajah cantik dan penuh ketulusan, hal itu yang membuat Alex jatuh hati pada sahabatnya itu.
Friendzone, itu kata yang tepat untuk menggambarkan mereka. Alex sering kali mengingatkan diri sendiri bahwa kebahagiaan Tamara adalah yang utama, namun tidak bisa dia sembunyikan bahwa ada rasa cemburu setiap kali melihatnya bersama dengan lelaki lain.
Tidak banyak yang Alex kenal dalam pesta itu, dia lebih banyak menetap di Singapura karena pekerjaannya ada di sana. Sehingga dia memilih duduk dan menikmati beberapa gelas wisky.
Semakin malam musik DJ semakin menghentak-hentak. Banyak sekali undangan yang bersorak sambil bergoyang di lantai dansa. Senyum di bibir Alex tersungging, dia sangat suka menggila di lantai itu, namun malam ini dia kehilangan semangatnya.
Tiba-tiba musik berhenti dan semua mata tertuju pada pasangan yang sedang berdiri di tengah-tengah panggung. Si empu pesta berdiri berdampingan dengan kekasihnya, lampu sorot tepat di atas mereka. Musik lembut mengiringi gerak lelaki yang langsung berlutut.
Sebuah benda tajam seakan menghujam dada Alex. Cepat atau lambat, dia pasti akan menyaksikan hal itu. Meski pikiran sudah berusaha mengontrol sakit di hatinya, tetap saja ada sakit dan tidak terima. Sedikit sesal karena tidak berani mengambil langkah untu mendapatkan hati Tamara.
" I know sometime I did wrong, im not perfect," aku Richard.
Mata Alex tertuju pada Tamara yang sedang tersenyum bahagia. Momen itu pasti sangat ditunggu-tunggu olehnya. Apalagi jika mengingat keinginan masa kecil wanita itu adalah menjadi seorang Ibu.
"Al, kalo besar kamu mau jadi apa?" Rambut dark blonde Tamara kecil terurai. Mata hazelnya yang bening mantap Alex dalam.
Alex yang salah satu giginya baru tanggal memiringkan kepala, tampak berpikir keras. "Aku mau jadi superman. Tidak, tidak! Aku mau jadi Batman," katanya bimbang, "atau mungkin Flash." Alex kecil melanjutkan dengan wajah tampak bimbang.
Tamara terkikik. "Al si Superhero, aku suka superhero."
"Bukannya Tammy suka sama boneka barbie?"
"Aku juga suka superhero, apalagi superheronya itu Al."
Alex tidak bisa menyembunyikan senyumnya, gigi ompongnya terlihat sangat lucu.
"Kalo Tammy mau jadi apa?"
"Aku mau jadi Supermom," jawab Tamara mantap,"lihat!" Dia meraih boneka bayinya dan menggendongnya.
Wajah Alex jadi sendu. "Kamu harus jadi ibu yang baik, ya, Tammy."
Mengingat masa kecil mereka membuat Alex semakin kecewa. Harapan untuk menjadikan Tamara sebagai miliknya hanya akan menjadi angan belaka.
"but I feel perfect when Iam with you ... so, my love! Will you be my wife and make me feel perfect every second of my life?" Richard melanjutkan lamaran romantisnya.
Alex memalingkan wajah, dia memesan minum lagi pada bartender. Segelas wisky mengliri tenggorokannya bersamaan dengan sorakan gembira tamu undangan Tamara, setelah perempuan itu menerima lamaran Richard.
Bidadarinya benar-benar akan menikah dengan orang lain, dia kehilangan cinta seumur hidup yang dipujanya.
Musik lembut terus mengalun, pesta berlanjut. Sementara orang lain menikmati pesta, Alex asyik menikmati alkohol di sofa. Merasa tak cukup dengan liquor-nya, dia kembali ke meja bar untuk mengambil gelas selanjutnya.
Baru saja dia sampai di depan bar, seorang perempuan dengan langkah sempoyongan-- menabrak Alex. Bajunya terkena tumpahan minuman yang dibawa oleh perempuan itu. Dalam hati dia mengumpati kecerobohan penabraknya itu, namun dia tetap tak bisa menyampingkan pedulinya.
"Are you okay?" Alex menahan pundak perempuan yang tidak bisa menguasai tubuhnya.
Sebuah senyum tersungging di bibir wanita berambut panjang itu. Alex bernapas lega -- sepertinya dia baik-baik saja.
"Dasar brengsek!" umpat si Perempuan sambil memukul-mukul Alex. "Kamu mau nikahi wanita lain, setelah dulu kamu bilang takut. Brengsek! Bajingan!" lanjutnya -- membuat Alex ternganga tak mengerti.
Beberapa mata memandang ke arah mereka, orang-orang itu pasti menganggap Alex brengsek seperti tuduhan si Perempuan. Dia menggeleng-geleng sebagai sangkalan.
"Aku nggak bakal biarin kamu menikahi perempuan itu!" ancamnya.
'Mungkin perempuan ini mantan pacar Richard?' Alex membatin.
Alex menggeleng-geleng, dia tidak akan membiarkan perempuan itu mengacau di pesta Tamara, apalagi menghancurkan kebahagiaan Tamara. Dia meraih pundak perempuan yang terus meracau tak jelas.
"Lepaskan! Nggak usah sok baik!" teriak si Perempuan, saat mereka telah keluar dari Bar yang berada di salah satu hotel berbintang.
Alex kini kebingungan akan dia apakan perempuan pemabuk itu. Dia tidak tahu harus mengantarnya di mana, dan dia juga tidak tega meninggalkannya dipinggir jalan. Ah, tidak ada pilihan lain, Alex memutuskan untuk membawanya kamar yang telah dia booking.
Dia melempar asal perempuan itu di ranjang.
"Eh, mau kemana?" Alex setengah berteriak saat wanita itu berusaha bangkit dan beranjak dari tempat tidur.
"Jangan sentuh aku, Brengsek!" Wanita itu masih memiliki tenaga untuk berteriak, padahal tubuhnya sekonyong-konyong akan ambruk kalo saja Alex tidak menahannya.
"Aku bi ... ehm ... huek!"
Mata Alex membulat, dia mematung merasakan panas dan lengket yang baru saja mengenai sebagian wajahnya. Dia benar-benar ingin mencekik wanita mabuk itu kalo saja tidak mengingat dia masih memiliki hati. Dengan sigap dia memapah dan mengantar wanita itu ke westafle, lantas menepuk-nepuk punggungnya.
Alex menatap pantulan wajahnya di cermin dengan perasaan jijik, kini gantian dia yang mual dan hampir muntah karena aroma dan sisa cairan yang berwarna cokelat dan krim di pipinya. Dia mengalihkan pandangan pada wanita yang sedang duduk bersandar di samping westafle.
"Kalo tidak bisa minum, kenapa minum. Untung kamu tidak bertemu dengan preman, bisa-bisa kamu di jual!" omel Alex saat membantu wanita itu kembali ke ranjang.
Dia membaringkan wanita itu dengan lembut, tidak melemparnya lagi karena takut dia akan muntah lagi. Setelah menutupi tubuhnya dengan selimut, Alex mengendus aroma tubuhnya yang masih bau akibat muntah wanita tadi.
Setelah membersihkan diri, Alex keluar dari kamar mandi. Dia sudah mengganti pakaiannya dengan kaos dan celana bahan selutut bermotif kotak. Dia akan meninggalkan wanita itu di kamarnya, sementara dia sendiri akan memesan kamar lain.
'Sekarang urus dirimu sendiri, Pemabuk!' umpat batin Alex.
Sayang, rencana hanya rencana. Rasa iba menyerangnya saat melihat wanita itu duduk memeluk lutut di ranjang. Semakin dekat, Alex bisa mendengar isakan wanita berambut panjang itu. Dia mendesah kasar sebelum mendekat dan duduk di samping wanita yang tampak menyedihkan itu. Di mengelus pundaknya.
"It's okay, just cry!"
Suara tangisan wanita itu menjadi-jadi, lantas menyenderkan kepalanya di pundak Alex. Alex yang terlanjur kasihan membiarkannya saja, meskipun aroma muntah yang masih ada. Entah kenapa dia merasa terhubung dengan wanita itu, mungkin karena mereka sama-sama diabaikan. Mereka sama-sama kehilangan orang yang dicintai karena akan menikahi orang lain. Dia terus mengelus rambut wanita itu untuk menenangkannya.
"Jangan pergi!" ungkap wanita itu di tengah-tengah tangisannya,
"kamu bilang cinta, kenapa menikahnya sama perempuan itu!"
lanjutnya sambil melingkarkan kedua tangannya pada Alex.
Mata Alex terpejam sambil menelan ludahnya, dia menegang. 'Oh, Shit Lucifer, stop whispering me!'
...
Tbc😂
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 92 Episodes
Comments
fifid dwi ariani
trus semangat
2023-01-29
0
fifid dwi ariani
trus ceria
2022-12-25
0
iin
Lucifer is on fire 😁
2021-12-30
0