Nea tidak ingin menjawab, hanya melemparkan muka ke arah lain. Pada saat itu pula seseorang datang, mempertanyakan ke mana perginya rokok yang diminta bantuan untuk memegangnya selagi masuk ke minimarket. Livia sangat malu, sekaligus merasa bersalah atas sikapnya.
"Maaf, telah membuat kekacauan," ucap Livia, menunjukkan penyesalan dengan sangat.
Ketiga orang teman Nea terbengong saja, tidak mengikuti Nea yang pergi meninggalkan mereka. Livia sendiri bergegas menyusul dan meminta maaf yang banyak namun tidak digubris sama sekali.
Tiba di depan pintu rumah, Nea meminta agar pelajaran dilakukan hari lain saja, dikarenakan suasana hati yang buruk. Livia yang membuat kesalahan tidak memaksa, memberikan Nea waktu untuk menenangkan diri.
Tidak jauh dari rumah mewah, Livia tidak sengaja bertemu dengan Kelvan. Pria itu mengendarai mobil dan sengaja berhenti untuk bicara.
Kelvan melirik jam tangan, lalu berkata, "Bukankah Anda seharusnya mengajar?"
"Anda benar, tapi Nea berada dalam suasana hati yang buruk. Jadi, dia meminta libur untuk hari ini."
"Suasana hati yang buruk?"
Supaya bisa berbicara dengan lebih nyaman, Kelvan menawarkan diri untuk mengantarkan. Di dalam perjalanan, Livia menceritakan hal apa yang dilaluinya tadi sampai-sampai membuat Nea marah. Bukan bersimpatik, justru Kelvan tertawa.
"Kenapa Anda tertawa?"
"Saya hanya berpikir kalau itu sesuatu yang lucu."
"Tapi, saya tidak sepenuhnya salah, bukan? Saya hanya khawatir dan bertindak secara impulsif."
Kelvan tersenyum. "Terima kasih, karena sudah mengkhawatirkan Nea."
Livia menarik napas dalam-dalam, mengembuskannya, dan berkata, "Minggu ini hanya bisa dua kali pertemuan. Saya akan menggantikan yang terlewat hari ini di Minggu selanjutnya."
"Kita masih memiliki hari Minggu, bukan?"
"Saya berhalangan hadir, karena harus pergi menemui nenek di desa. Itu adalah pertemuan setiap akhir pekan yang penting dan tidak bisa saya lewatkan."
"Saya mengerti. Ngomong-ngomong, apa Anda sudah menikah atau memiliki kekasih?"
Livia menolehkan kepala, menatap pria yang masih fokus menyetir. Kelvan yang tidak kunjung dijawab pertanyaannya menolehkan kepala pula sehingga mereka saling menatap untuk beberapa saat.
"A-apa Anda merasa tidak nyaman dengan pertanyaan itu? Saya hanya tidak ingin menimbulkan pertengkaran di dalam hubungan Anda jika nanti mengantarkan seperti sekarang. Setidaknya, saya dapat menjaga sikap untuk ke depan," sambung Kelvan.
"Maaf, saya berekspresi terlalu berlebihan. Sudah cukup lama saya tidak mendengarkan seorang pria menanyakannya dan pertanyaan Anda juga terkesan mendadak. Saya belum menikah mau pun memiliki kekasih."
"Apa sungguh begitu? Saya berpikir bahwa Anda cukup cantik untuk didekati."
Livia merona merah mukanya. "Ba-bagaimana dengan Anda?"
"Ibunya Nea sudah lama meninggal. Untuk mencari penggantinya, saya rasa cukup sibuk untuk itu. Ah, kita sudah sampai."
Begitu mobil berhenti, Livia pun berkata, "Terima kasih sudah mengantarkan. Saya seharusnya tidak merepotkan Anda."
"Saya yang berinisiatif untuk mengantarkan. Anda tidak perlu merasa sungkan. Mengenai Nea, dia akan segera baik-baik saja setelah hari ini berlalu. Anda tidak perlu terlalu mengkhawatirkannya."
"Dan saya juga ingin meminta maaf atas kejadian dua hari yang lewat. Seharusnya saya tidak lancang dalam berkata-kata."
Kelvan mengingat kembali kejadian yang di maksud dan berkata dengan raut wajah kebingungan, "Saya tidak paham. Apa Anda tipe orang yang selalu merasa bersalah atas segala keadaan? Itu adalah bentuk kekhawatiran seseorang dan kita tidak bisa menganggapnya sebagai kelancangan."
Livia tersenyum, akhirnya dapat menuntaskan segala perasaan yang mengganjalnya beberapa hari ini. "Kalau begitu, saya pamit terlebih dahulu," ucapnya, kemudian turun dari mobil.
Kelvan melihat bagaimana guru privat putrinya perlahan menjauh. Dia tersenyum, lalu melajukan mobilnya kembali.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
Mey Aulia Azmi
jadi makin penasaran nih..
2022-05-29
2
🍀Noes 🌹
hhmmm Nea penuh misteri
2022-05-25
2