Livia menikmati perjalanan yang mengganti bangunan-bangunan besar menjadi persawahan. Dia menghirup udara segar, melampiaskan segala kegundahan perjuangannya dalam mengarungi kehidupan.
Livia turun dari bus, berjalan sekitar 2 kilometer untuk menemukan rumah neneknya. Berjalan di siang hari dalam keadaan panas terik membuat dia langsung menelentangkan diri ketika sampai, membiarkan keringat mengalir bersama rasa lelah.
"Livia sudah pulang."
Suara sang nenek membuat Livia membuka mata, perlahan menggiring tatapannya pada keriput kaki yang berjalan dan duduk di sisi samping. Selain itu, dia juga melihat satu nampan diletakkan, berisi satu gelas minuman dingin serta beberapa kue kering.
"Pasti sangat lelah setelah perjalanan panjang, bukan?" ucap sang nenek.
"Sudah seharusnya Nenek ikut ke kota bersamaku."
"Nenek sudah merasakan bagaimana tinggal di tempatmu dan tidak menyukai polusi di mana-mana. Itu membuat dada nenek menjadi sesak."
Livia mengembuskan napas panjang. "Setidaknya, minimarket dapat ditemukan dalam jarak yang dekat."
"Nenek bisa meminta bantuan pada tetangga untuk membelikannya ke kedai Ragil."
Livia mencebik. "Kedai paman Ragil tidak begitu lengkap. Lagi pula, tetangga yang Nenek maksud tidaklah dekat."
Sang nenek tertawa. "Jangan terus mengeluhkan hidup. Kau harus selalu bergerak untuk membuat tubuhmu menjadi sehat."
Livia bangkit, meneguk satu gelas minuman dingin dan juga menggigit satu kue kering. Dia berlalu ke kamar dan memandanginya dengan kerinduan. Padahal, belum lama ini ditinggalkan, akan tetapi dia sudah merasa begitu.
"Apa kau pulang karena dipecat dari pekerjaanmu?"
Livia tertawa. "Ya. Aku dipecat karena nenek dan nenek harus merawatku mulai dari sekarang."
"Oh, itu tidaklah bagus. Tapi tidak masalah, nenek masih bisa menghidupimu di sini. Ada banyak hasil alam yang bisa kita olah sebagai makanan, tidak perlu jauh-jauh ke pasar membelinya."
Livia berjalan keluar kamar, memeluk sang nenek dari belakang. "Huh! Nenekku sangat baik! Bahkan, aku tidak perlu mencari pria kaya di kota."
"Itu juga bukan ide yang buruk. Lebih baik kau mencari pria kaya ketimbang menyusahkan nenek."
Livia melepaskan pelukannya. "Nenek sangat jahat!"
"Jahat? Nenek hanya ingin yang terbaik untuk cucunya. Apa kau keberatan dengan itu?"
Livia menganggukkan kepala sambil berekspresi sedih. "Aku ingin hidup bersama pria yang aku cintai, bukan karena kekayaannya, tapi karena hatinya yang tulus untukku."
Sang nenek membuat pipi mereka bersentuhan, mengusap rambut cucunya dengan lembut. "Baiklah, bawakan pria itu pada nenek."
Sore harinya, Livia kembali ke kota. Kali ini pun dia gagal membawa sang nenek. Apa dia harus menyeretnya seperti koper agar mereka dapat tinggal bersama? Livia banyak menghela napas kalau memikirkan hal itu.
Hari selanjutnya pun Livia mengajar seperti biasa. Seperti apa yang dikatakan Kelvan padanya, bahwa Nea sudah baik-baik saja. Meskipun begitu, dia tetap meminta maaf setelah ikut campur dan mengambil tindakan begitu saja tanpa mendengar penjelasan terlebih dahulu.
Permasalahan tentang rokok sudah selesai, mereka menjalani waktu mengajar dengan baik. Livia perlahan mampu mendisiplinkan Nea dengan mendorongnya terus agar mau bersemangat dalam belajar. Tidak ada yang praktis, Livia bekerja keras dengan sungguh-sungguh untuk itu.
Hingga pengumuman hasil ujian, Livia pun sengaja ikut menunggu di sekolah. Dia ingin menjadi orang pertama yang tahu bagaimana perkembangan Nea, berharap kalau perjuangan anak itu membuahkan hasil yang memuaskan.
Nea menghampiri dengan raut wajah yang tidak biasa, memperlihatkan rapornya dengan ragu-ragu. Livia melihatnya dan langsung terpaku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 81 Episodes
Comments
🍀Noes 🌹
bagaimana hasilnya kk Ren...jadi penasaran
2022-05-25
4